Terkini

Gugatan Sengketa di Desa Sungai Nangka Ditolak, Kelompok Tani Antisipasi Manuver Penggugat

person access_time 4 years ago
Gugatan Sengketa di Desa Sungai Nangka Ditolak, Kelompok Tani Antisipasi Manuver Penggugat

Kelompok Tani Maju Bersama lolos dari gugatan. (fachrizal muliawan/kaltimkece.id)

Banyak kejanggalan dari gugatan yang mengemuka. Kuasa hukum menyiapkan langkah berikutnya.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Sabtu, 08 Februari 2020

kaltimkece.id Palu hakim yang diketuk  ketua majelis hakim Ricco Imam Vimayzar membuat Rukka dan Aqmal Rabbany, anggota kelompok tani Maju Bersama, sedikit lega. Keduanya adalah tergugat dalam perkara sengketa lahan seluas 100 hektare di Desa Sungai Nangka, Kelurahan Teluk Dalam, Muara Jawa. Digugat Rp 8 miliar oleh enam orang yang diwakili Kukuh Tugiyono sebagai kuasa hukum. 

Kamis siang, 6 Februari 2020, dalam putusannya, hakim Ricco menolak gugatan klien Kukuh. Enam klien tersebut adalah Sirajuddin, Mirawati, Sarnining, Nurjanah, Muhajir, dan Riduansyah. Majelis melihat, gugatan para penggugat tidak memenuhi persyaratan formal. Surat-surat yang menjadi bukti dalam persidangan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.

Majelis juga menolak gugatan rekonvensi alias gugatan balik yang diajukan kelompok tani Maju Bersama. Maka hakim memutuskan sengketa lahan tersebut niet ontvankelijke verklaard atau tidak dapat diterima. Artinya, hakim menyatakan objek gugatan tidak jelas. "Maka majelis tak menerima gugatan tersebut," ujar Ricco sebelum mengetuk palu hakim.

Diwawancara setelag persidangan, Aqmal belum bisa berkomentar lebih. "Yang jelas dengan putusan majelis hakim membuktikan gugatan yang dilayangkan kepada kami tak berdasar hukum dan salah alamat," ujarnya. Meski begitu, dirinya belum bisa sepenuhnya bernapas lega. Ada kemungkinan penggugat melayangkan banding. "Kami masih menunggu salinan putusan untuk dipelajari," terangnya. Rencananya salinan putusan bisa mereka terima Senin, 10 Februari 2020.

Sementara itu, Kukuh akan berkoordinasi dengan para kliennya. "Serta akan mempelajari salinan putusan," ujarnya.

Hasil koordinasi dengan para klien tersebut rencananya menjadi landasanbupaya hukum lanjutan. "Baik menerima maupun melakukan upaya banding," tuturnya. 

Perjalanan Kasus

Gugatan Kukuh dan kliennya diajukan ke Pengadilan Klas IB Tenggarong pada 5 Agustus 2019. Mereka menuding kelompok tani Maju Bersama mencaplok tanah warisan para penggugat. Padahal, pembukaan lahan di kawasan tersebut sudah dimulai pada 1970. Kemudian kelompok tani dibentuk pada 1992 dilanjutkan pembuatan SPPT. Oleh camat Muara Jawa saat itu. Lahan yang disengketakan adalah lahan bebas pakai. Digunakan untuk lahan pertanian, peternakan hingga perkebunan.

Pada 2019 tiba-tiba lahan yang berstatus SPPT tersebut diklaim milik ahli waris. Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang yang turut mendampingi kelompok tani menyebut, menilai ini modus perusahaan sawit dan batu bara di kawasan tersebut. Pasalnya, di lokasi yang sama punya sejarah tumpang tindih lahan sejak 2005.

Kebun dan sawah warga tiba-tiba ditanami kelapa sawit begitu saja tanpa pemberitahuan. Perusahaan melarang warga beraktivitas di atas hak guna usaha atau HGU. Jika melanggar, dilaporkan kepada pihak berwajib dan diancam penjara.

Bertahun-tahun warga Sungai Nangka harus melawan hingga akhirnya ada sengketa baru lagi pada 2019. Ketika beberapa orang tidak dikenal mengklaim lahan itu merupakan miliknya bukan milik warga RT 06 Desa Sungai Nangka. "Tanpa latar belakang jelas, para penggugat langsung mengklaim lahan tersebut milik mereka yang dipinjam pakai oleh perusahaan," ujarnya. Rupang menuding, para penggugat merupakan mafia tanah yang bekerja sama dengan perusahaan. 

Atas tudingan Rupang, kuasa hukum para penggugat segera membantah. Kukuh menyebut, gugatan ini murni dari warga ke warga. "Lahan tersebut memang dipakai oleh perusahaan, namun atas kerja sama dengan klien saya. Tapi ini murni gugatan dari klien saya terhadap tergugat, tak ada intervensi atau suruhan dari perusahaan," jelasnya. 

Fakta Pemeriksaan 

Sidang sengketa lahan biasanya dilakukan pemeriksaan setempat. Yakni persidangan yang dilakukan di lokasi yang menjadi sengketa. "Dalam pemeriksaan setempat terkuak beberapa kejanggalan dari penggugat," ujar Rupang.

Pihak penggugat tidak dapat menunjukkan bukti surat sah dari enam klien. Bahkan dari enam penggugat ada yang telah meninggal dunia. "Celakanya, orang yang sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya ikut tanda tangan," ujarnya.

Salah satu contoh, salah seorang saksi bernama Muhammad Amin, mantan anggota Koramil Kecamatan Muara Jawa, telah wafat 2008. Namun dalam surat penggugat, pada 2012 nama Amin memberikan kuasa terhadap seseorang bernama Usman. "Surat kuasa itu kami anggap cacat hukum," katanya.

Hal janggal selanjutnya, ada surat kuasa dari ketua RT 6 Desa Sungai Nangka bernama Hatta Parewe. Tentu hal itu menjadi janggal. Sebab ketua RT 6 Desa Sungai Nangka adalah Rukka, yang notabene berstatus tergugat. "Yang mesti diketahui Pak Rukka telah menjadi ketua RT 6 Desa Sungai Nangka sejak 1991," ujarnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar