Terkini

Ibu Kota yang Tergesa-gesa, RUU IKN Hanya Dibahas 40 Hari, Berpotensi Tak Sesuai Konstitusi

person access_time 2 years ago
Ibu Kota yang Tergesa-gesa, RUU IKN Hanya Dibahas 40 Hari, Berpotensi Tak Sesuai Konstitusi

Spanduk menolak pengesahan RUU IKN dibentangkan kelompok masyarakat sipil di Kaltim (foto: istimewa)

RUU IKN dianggap belum layak disahkan. Terlampau terburu-buru dan banyak kejanggalan.

Ditulis Oleh: Fel GM
Rabu, 19 Januari 2022

kaltimkece.id Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara akhirnya disahkan DPR pada Selasa, 18 Januari 2022. Dibahas secepat kilat layaknya UU Cipta Kerja, pengesahan UU IKN mengundang pelbagai penolakan. Dari Kaltim, ketidaksetujuan tersebut datang dari elemen kampus dan kelompok masyarakat sipil.

Fokus pertama para penolak UU IKN adalah pembahasan beleid yang dianggap cacat prosedur. Koalisi Masyarakat Kaltim yang terdiri dari organisasi nirlaba Wahana Lingkungan Hidup Kaltim, Kelompok Kerja 30, Lembaga Bantuan Hukum Samarinda, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan SDA, dan Jaringan Advokasi Tambang Kaltim menguraikan, Panitia Khusus RUU IKN di DPR dibentuk pada Desember 2021. Hanya dalam 40 hari, pembahasan di parlemen kelar.

“RUU IKN minim partisipasi publik dan bertentangan dengan UU 12/2011. Penetapan ibu kota di Kaltim adalah keputusan politik tanpa dasar yang jelas, tidak partisipatif, dan tidak transparan,” demikian Buyung Marajo dari Pokja 30 selaku juru bicara koalisi. Para aktivis menilai, uji publik RUU IKN di Universitas Mulawarman sangat tertutup serta tidak melibatkan masyarakat terutama warga di kawasan rencana megaproyek IKN. Uji publik itu diadakan DPR dan Bappenas pada Selasa, 11 Januari 2022.

Fokus kedua, koalisi menilai, megaproyek IKN berpotensi menggusur lahan-lahan masyarakat adat dan transmigran yang sudah lama menghuni di kawasan 256 ribu hektare IKN. Di samping itu, sebagian lahan IKN dikuasai perusahaan sawit, hutan tanaman industri, serta tambang batu bara.

Koalisi menuding sejumlah perusahaan dimiliki oligarki yang dengan sengaja merusak hutan dan lahan. Pemindahan IKN pun dianggap agenda terselubung pemerintah menghapus dosa sejumlah korporasi yang konsesinya masuk wilayah IKN. Menurut catatan Jatam Kaltim, terdapat 94 lubang tambang di kawasan IKN yang reklamasinya menjadi tanggung jawab perusahaan. Pemindahan IKN disebut memindahkan tanggung jawab tersebut kepada negara.

_____________________________________________________PARIWARA

Elemen berikutnya yang menyoal pengesahan RUU IKN adalah Fakultas Hukum, Unmul. Setelah membedah draf RUU IKN, Fakultas Hukum menemukan banyak kejanggalan hukum. RUU tersebut akhirnya dianggap masih belum layak untuk disahkan. Banyak aspek fundamental dalam ketatanegaraan yang tidak sesuai dan akan berdampak besar kepada keberlangsungan pemerintahan ibu kota negara.

Dalam keterangan tertulis yang diterima kaltimkece.id, Fakultas Hukum menyoroti sejumlah hal. Pertama, pasal kewenangan dan urusan pemerintahan. Pada Pasal 4 ayat 1 RUU IKN, ibu kota memiliki bentuk pemerintahan yang tugas dan wewenangnya diatur secara khusus di dalam UU ini. Faktanya, masih menurut Fakultas Hukum, tidak demikian. Pasal 11 RUU IKN justru menyatakan bahwa ketentuan tentang struktur organisasi, tugas, wewenang, dan tata kerja pemerintahan khusus IKN diatur dalam peraturan presiden. Hal itu dapat menimbulkan dominasi eksekutif yang luar biasa.

“Bagaimana mungkin, pengaturan kewenangan daerah khusus diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan setingkat peraturan presiden?” kritik akademikus Fakultas Hukum, Unmul, Warkhatun Najidah.

Fakultas Hukum menguraikan, ada beberapa lembaga yang berperan dalam perpindahan ibu kota negara. Ada pemerintah pusat, badan otorita, Pemprov Kaltim, termasuk pemkab/pemkot sekitar sebagai daerah penyangga. Setiap sistem pemerintahan ini akan menyelenggarakan pembangunan baik berdasarkan rencana induk IKN maupun perencanaan pembangunan masing-masing. Tanpa kewenangan yang diatur undang-undang, setiap pemerintahan bisa jalan masing-masing dan tumpang tindih.

Disebut Tak Sesuai Konstisusi

Kritik kedua adalah konsep pemerintahan khusus oleh otorita yang tidak dikenal dalam konstitusi. Konsep seperti ini berpotensi inkonstitusional dan sentralistis. Pasal 18B (1) UUD memang menyatakan, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur undang-undang.

“IKN memang bersifat khusus tapi konstitusi jelas menyatakan itu berbentuk pemerintah daerah. Seharusnya, RUU IKN menjabarkan lebih detail apa yang dimaksud dengan ‘khusus’ itu,” jelas Najidah.

RUU IKN telah memberi definisi bahwa Otorita IKN adalah lembaga setingkat kementerian. Kewenangannya mencakup seluruh urusan pemerintahan kecuali di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Kedudukan otorita IKN ini memicu pertanyaan mengenai kedudukan kepala otorita terhadap menteri.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Ditambah lagi, tidak ada pembatasan kekuasaan. Pasal 10 ayat (1) RUU IKN menyebutkan bahwa Kepala Otorita IKN dan Wakil Kepala Otoritas IKN memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat ditunjuk kembali dalam masa jabatan yang sama. Hal ini disebut menabrak konsep konstitusionalisme atau pembatasan kekuasaan. Termasuk pula, hilangnya hak konstitusional warga negara di kawasan IKN karena ketiadaan DPRD setempat.

Kritik ketiga mengenai pertanahan. RUU IKN mengatur pembatasan hak atas tanah dalam rangka pemindahan IKN. RUU IKN seharusnya menata secara jelas pembatasan pengalihan hak atas tanah. Hal ini penting untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Pasal 23 ayat 2 RUU IKN pun dianggap janggal mengingat kewenangan otorita IKN yang belum jelas. Masalahnya, pasal ini memberikan hak secara privilege kepada Otorita IKN untuk diutamakan dalam pembelian tanah di wilayah IKN.

Baca juga:

 

Kritik terakhir Fakultas Hukum adalah RUU IKN dianggap beleid sapu jagat. Pasal 32 RUU IKN menyebutkan, “Saat UU ini mulai berlaku, seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur khusus dalam UU ini dinyatakan tidak berlaku dalam hal kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN”.

“Pasal ini berdampak kepada banyak peraturan perundang-undangan yang bisa saja belum seluruhnya diidentifikasi dengan baik oleh pemerintah. Ketentuan sapu jagat ini menandakan bahwa kajian tentang rencana perpindahan IKN belum tuntas,” terang Najidah. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar