Terkini

Ketika Tanah Lunak, Tak Ada Flyover yang Tak Retak

person access_time 6 years ago
Ketika Tanah Lunak, Tak Ada Flyover yang Tak Retak

Retakan di Floyver Air Hitam, Samarinda (foto: Arditya Abdul Azis/kaltimkece)

Riuh retak flyover bermuara kepada oprit. Struktur yang rawan retak ketika tanah lunak. 

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Rabu, 08 Agustus 2018

kaltimkece.id Untuk kesekian kali, jalan pendekat atau pelat injak pendekat (oprit) Flyover Air Hitam Samarinda menderita keretakan. Cacat pada oprit bisa berbahaya, bisa pula tidak. Namun, satu yang pasti, flyover menjadi nirfungsi alias tak bisa digunakan ketika oprit tersebut ambrol. 

Di balik buah bibir warga Samarinda tentang keretakan flyover, oprit adalah pokok utamanya. Oprit merupakan jalan pendekat di kedua sisi flyover sehingga sering disebut sayap jembatan. Ia dibangun dari timbunan tanah yang dikelilingi dinding beton. Di Flyover Air Hitam, oprit berbentuk tanjakan awal sebelum masuk jembatan layang itulah yang retak. Bukan keseluruhan struktur flyover. 

Oprit Flyover Air Hitam sudah tiga kali retak. Peristiwa pertama terjadi pada 2014 silam ketika flyover mulai dioperasikan. Kemudian, awal 2017, publik kembali dikagetkan dengan peristiwa serupa. Kedua kerusakan itu telah diperbaiki lewat penambalan. 

Setahun setengah berselang, rengkahan muncul kembali di dinding oprit, tepatnya, di tanjakan menuju struktur flyover. Beton yang retak ditemukan di sisi kanan dari arah Jalan Abdul Wahab Sjahranie di depan SMK 2 Samarinda. Retakan terpanjang mencapai sekitar 15 meter dengan lebar 5 sentimeter di sambungan oprit dan struktur jembatan. 

Temuan itu telah dicatat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda yang menemani tinjauan lapangan Komisi III DPRD Samarinda, Kamis, 2 Agustus 2018 lalu. Keretakan diduga kuat akibat timbunan tanah di bawah oprit terus menurun. Getaran kendaraan berat yang melintasi flyover menambah besar penurunan oprit. 

Baca juga: Ironi di Balik Posisi Lima Kaltim, Provinsi dengan Bandara Terbanyak

“Struktur tanah di tanjakan ini (oprit) memang masih lunak. Perlu sepuluh tahun memadatkannya,” tegas Hero Mardanus, kepala Dinas PUPR Samarinda, kepada kaltimkece.id. Struktur tanah yang lunak membuat badan jalan turun dan meretakkan dinding. 

Namun demikian, keretakan dipastikan tidak mengganggu struktur flyover. Timbunan tanah di bawah oprit yang turun, terang Hero, tidak terhubung langsung dengan fondasi. Informasi itu sesuai dengan keterangan konsultan kepada Dinas PUPR. Hero yakin, flyover masih aman dilintasi.

Cenderung Tidak Stabil

Oprit sebenarnya merupakan bagian penting dari sebuah jembatan. Oprit, dalam bahasa Inggris disebut approach slabs (pelat injak pendekat), digunakan untuk menyediakan transisi yang lembut antara kepala jembatan dengan jalan raya. Desain oprit berupa timbunan tanah di belakang abutment atau di belakang kedua kaki jembatan. Urukan tanah dibuat sepadat mungkin serta dilindungi tembok penahan agar menghindari penurunan (Design and Construction of Bridge Approaches, 1990). 

Posisi oprit di bagian bawah menjadikannya masuk kategori bangunan bawah jembatan. Bangunan tersebut, dalam struktur utuh jembatan, berfungsi mengalirkan gaya dari atas jembatan ke tanah. Namun demikian, oprit dari timbunan tanah membuatnya cenderung tidak stabil terutama jika perhitungan dalam perencanaannya meleset atau keliru. 

Menurut jurnal berjudul Ketidakstabilan Timbunan Oprit Jembatan akibat Dampak Perubahan Tata Guna Lahan dan Pola Aliran Sungai (2015), penurunan oprit dapat disebabkan tiga hal. Penyebab pertama adalah tekanan horizontal (tekanan datar) yang berlebihan. Bisa pula beban timbunan oprit bertambah karena banjir yang naik sampai mendekati lantai jembatan.

Penyebab kedua penurunan oprit yakni timbunan oprit itu sendiri. Urukan tanah yang melebihi tinggi kritis dari kemampuan topang lapisan tanah lunak membuat oprit anjlok. Keadaan ini akan mendorong bagian bawah abutment jembatan. Penyebab ketiga adalah berkurangnya daya tahan lateral atau daya tahan sisi. Hal ini disebabkan berubahnya penampang sungai di kaki-kaki jembatan. 

Tanah Lunak

Seturut keterangan Kepala Dinas PUPR, oprit Flyover Air Hitam turun karena struktur tanah masih lunak. Diperlukan 10 tahun untuk memadatkannya. 

Selain tanah uruk yang lunak, struktur tanah di Kalimantan memang tidak keras. Sejumlah peristiwa mengenai oprit jembatan yang rusak telah dilaporkan terjadi di Kalimantan. Begitu pula jaringan jalan yang sering amblas, ditengarai karena kelunakan tanah dasar. Sejumlah penelitian menyimpulkan, struktur tanah Kalimantan yang lunak menjadi penyebab penurunan oprit. 

Masih menurut jurnal berjudul Ketidakstabilan Timbunan Oprit Jembatan akibat Dampak Perubahan Tata Guna Lahan dan Pola Aliran Sungai (2015), tanah lunak perlu dikenali dan diselidiki secara seksama. Jika tidak, dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang. Tanah lunak merupakan bagian dari tanah problematik yang mempunyai sifat kuat geser rendah dan kompresibilitas tinggi. 

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) membagi tanah lunak dalam dua tipe. Tanah yang umumnya mengandung kadar lempung tinggi dan tanah gambut. Kedua tipe tanah lunak itulah yang banyak ditemukan di daratan Kalimantan. Kondisi tanah dasar dengan daya dukung rendah itu menimbulkan permasalahan stabilitas yang bisa memengaruhi konstruksi, termasuk oprit. Ketika oprit dibangun di tanah lunak tanpa perhitungan sipil yang tepat, ia akan bergerak atau menimbulkan retak. 

Penurunan oprit juga disebut dapat memengaruhi struktur jembatan. Ketika oprit bergeser, bagian atas atau bawah kaki jembatan atau abutment ikut bergerak. Penurunan oprit dapat mendorong gelagar dan lantai jembatan yang berujung kegagalan struktur.

Baca juga: Menantang Mati Demi Eksistensi

Namun demikian, dalam beberapa kasus, penurunan bahkan jebolnya oprit tidak mengganggu kekukuhan jembatan. Peristiwa ambruknya oprit jembatan di Sungai Klawing, Kecamatan Bobotsari, Purbalingga, Jawa Tengah, pada 23 Maret 2017, adalah contohnya. Seperti laporan Republika berjudul Ini Penyebab Runtuhnya Jembatan Sungai Klawing, struktur jembatan yang ditopang dua pilar tidak terganggu. Contoh kasus berikutnya dari Berau ketika oprit Jembatan Sei Agung di Kecamatan Segah ambruk pada Agustus 2017. Jembatan kukuh berdiri kendati oprit ambruk.

Meskipun dalam dua kejadian itu struktur tetap berdiri, tanpa oprit atau jalan pendekat, jembatan manapun tidak bisa digunakan. (*)

Editor: Fel GM

Senarai Kepustakaan
  • Sunaryo, M Eddie, 2015. Ketidakstabilan Timbunan Oprit Jembatan akibat Dampak Perubahan Tata Guna Lahan dan Pola Aliran Sungai. Jurnal: HPJI Vol. 1 No. 1 Januari 2015: 47-58. 
  • Wahls, E Harvey, 1990. Design and Construction of Bridge Approaches. North Carolina: North Carolina University.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar