Terkini

Kisah Pekerja Kukar Korban OPM-1: Jalan Jongkok ke Bukit, Ditembak di Puncak Kabo

person access_time 5 years ago
Kisah Pekerja Kukar Korban OPM-1: Jalan Jongkok ke Bukit, Ditembak di Puncak Kabo

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id)

Duka pembantaian di Papua sampai ke Kaltim. Seorang warganya meregang nyawa di tangan kelompok pemberontak. Satu berhasil lolos.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Minggu, 09 Desember 2018

kaltimkece.id Suara sirine terdengar dari jalan poros perbatasan Tenggarong, Sabtu siang 8 Desember 2018. Ratusan warga sudah menunggu sejak dua jam sebelumnya. Mobil ambulans membawa jenazah Samuel Pakiding tiba dikawal pihak kepolisian.

Ratusan warga tadi dengan kendaraannya kemudian membentuk barisan. Badan jalan dibuat penuh. Dari jalan poros, jenazah diiring ke rumah duka di Jalan Tengko Situru, Kelurahan Jahab, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara.

Sekitar pukul 14.00 wita, iring-iringan tiba. Mobil jenazah disambut kesedihan. Peti jenazah dibawa ke depan rumah. Tangisan seketika meledak. Keluarga histeris. Beberapa berusaha kuat sambil memikul peti.

Istri korban, Agus Ludia Pasak, menangis sejadi-jadinya. Dipeluk peti mati suaminya. Tangisan tak berhenti sampai tak sadarkan diri.

Proses serah terima jenazah kepada keluarga korban dilakukan manajemen PT Istaka Karya. Perwakilan perusahaan didampingi Polda Papua. Dari pihak keluarga, jenazah diterima langsung istri korban.

Setelah pembacaan doa penyambutan jenazah, manajemen perusahaan yang diwakili Manajer Pengembangan Bisnis dan Konstruksi Yohanes Joko, menyerahkan jenazah secara resmi kepada istri korban. Santunan kedukaan diberi pada waktu yang sama.

Samuel Pakiding adalah salah satu korban tewas dalam insiden penembakan kelompok kriminal bersenjata Organisasi Papua Merdeka atau OPM di Distrik Yigi Kabupaten Nduga, Papua, 1 Desember 2018. Warga Kukar tersebut merupakan pekerja yang tengah merampungkan pembangunan Jembatan Kali Aroak dan Jembatan Kali Yigi di distrik itu.

Berdasar fakta-fakta yang digali kaltimkece.id dari rumah duka, pada saat kejadian, seluruh karyawan PT Istaka Karya memutuskan tidak bekerja. Ketika itu 1 Desember 2018, digelar upacara peringatan yang diklaim HUT Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka. Upacara kelompok kriminal bersenjata (KKB) dimeriahkan ritual bakar batu bersama masyarakat. Lokasinya tak jauh dari pembangunan jembatan.

Sekitar pukul 15.00 waktu setempat, kelompok bersenjata mendatangi camp pekerja PT Istaka Karya. Mereka datang sambil mengamuk. Seluruh pekerja yang berjumlah 25 orang dipaksa keluar. Pekerja kemudian digiring ke kali Karunggame. Tangan terikat. Di sekeliling sekitar 50 orang mengawal. Bersenjata campuran bak standar militer. Seluruh pekerja lalu diarahkan ke bukit Puncak Kabo.

Sambil jalan, pekerja yang tertawan dipaksa berbaris dengan formasi lima saf. Jalan sambil jongkok. Tak ada yang menduga, Puncak Kabo bakal menjadi tempat pembantaian mereka.

Ke-25 pekerja itu ditembak. Sebelas di antaranya pura-pura mati. Ketika kawanan pemberontak pergi, tawanan selamat berusaha bangkit. Malangnya, pergerakan itu terlihat.

Lima orang kembali tertangkap dan dibunuh. Dua orang lagi belum ditemukan, sedangkan empat yang lain selamat setelah diamankan anggota TNI dan Polri. Total 16 pekerja dinyatakan tewas. Salah satu yang telah dievakuasi dan diidentifikasi adalah Samuel Pakiding.

Agus Ludia Pasak, istri korban, baru mengetahui kejadian serangan tersebut Senin, 3 Desember 2018. Informasi diketahui dari sejumlah tayangan televisi nasional. Namun, perempuan 33 tahun itu baru tahu kabar suaminya meninggal pada Jumat, 7 Desember 2018. "Itu saya dihubungi pimpinan PT Istika Karya," kata Ludia kepada kaltimkece.id, Sabtu 8 Desember 2018.

Ludia terakhir kali terhubung dengan korban pada 4 November 2018 lalu. Komunikasi memang sulit sejak sang suami bertugas di Papua. Sinyal seluler sekitar tempatnya bekerja susah didapat. Samuel berjanji kembali menelepon pada 25 November 2018. Saat itu jadwal para pekerja berada di kota. "Tapi sudah di tanggal itu (25 November), suami saya tetap enggak ada kabar. Sampai satu minggu kemudian, saya dapat kabar ada penyerangan," kata Ludia.

Keberangkatan Samuel bekerja di Papua merupakan ajakan dari Simon Tandi. Mereka masih tetangga. Bersama Simon, keduanya mencari rezeki dari pembangunan jembatan di kabupaten Nduga. Namun, nasib di tanah rantau berbeda. Simon berhasil selamat dari pembantaian.

"Setelah dapat kabar, saya datangi rumah Pak Simon. Di sana ada istrinya. Kami mau memastikan keselamatan mereka. Kami dikabarkan kalau yang baru dipastikan selamat Pak Simon. Suami saya belum diketahui," kata Ludia.

Selama tak ada kabar, Ludia mencoba menghibur diri. Ada keyakinan sang suami selamat. Tapi rasa sedih selalu ada. "Sebelumnya saya yakin suami saya selamat. Kepala mandor, Pak Joni, juga sampaikan saya, tunggu dia yang kabari kondisi suami saya. Setelah menunggu, berapa hari baru saya dapat kabar suami saya termasuk korban meninggal."

Samuel menjadi pekerja proyek jembatan di Kabupaten Nduga sejak 13 Oktober 2018. Ia merantau ke Papua diajak Simon Tandi. Si tetangga sudah setahun lebih bekerja di sana.

Kepada istrinya, Samuel memang beberapa kali menceritakan lingkungan kerjanya yang rawan konflik. Hubungan buruk warga dengan kelompok bersenjata sudah lama terjadi. Namun, ayah empat anak itu tak menyerah. Ia bertahan di Papua. Meskipun, beberapa kali Ludia menyuruhnya mencari kerja lain.

"Setelah dua minggu kerja di sana, suami pernah kasih tahu  kalau di sana sering konflik. Masalah sedikit saja, warga ditimpas. Ada tiga orang meninggal waktu dia cerita sama saya saat itu. Mereka saling balas serangan. Warga enggak suka dengan kelompok mereka," ungkap Ludia.

"Belum tahu suami saya meninggal mendapatkan luka apa saja. Rencananya kami baru mengurus jenazah malam ini. Kalau dimakamkan tunggu orangtua suami dari kampung datang," tutupnya. (bersambung)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar