Terkini

Menyambut Kedatangan Ibu Kota, Kaltim Wajib Terapkan Hilirisasi Industri

person access_time 4 years ago
Menyambut Kedatangan Ibu Kota, Kaltim Wajib Terapkan Hilirisasi Industri

Pemaparan dalam seminar nasional bertema 'Optimalisasi Perindustrian Kaltim Menyongsong Ibu Kota Negara'. (nalendro priambodo/kaltimkece.id)

Banyak mesti dipersiapkan sebelum ibu kota negara benar-benar pindah ke Kaltim. Membangun fondasi agar tuan rumah justru tak sekadar jadi penonton.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Sabtu, 26 Oktober 2019

kaltimkece.id Kaltim dipilih sebagai ibu kota negara (IKN). Prosesnya menunggu pengesahan dan undang-undang. Digodok bersama DPR RI. Sambil menunggu proses, perlu kiranya memetakan berbagai potensi. Juga kekuatan Bumi Etam.

Akademikus Fakultas Teknik Industri, Universitas Mulawarman, Wahyuda, menyarankan pendekatan rantai pasokan. Bagian optimalisasi industri di pusat pemerintahan baru.

"Pendekatan ini menghubungkan antara penyuplai dan costumer," kata Wahyuda, satu di antara tiga pemateri seminar nasional bertema 'Optimalisasi Perindustrian Kaltim Menyongsong Ibu Kota Negara'. Seminar digelar Himpunan Mahasiswa Teknik Industri Universitas Mulawarman, Sabtu, 26 Oktober 2019, di Hotel Grand Zamrud, Samarinda.

Potensi kekuatan Kaltim, kata dia, bisa diukur dengan berbagai parameter pendekatan. Yakni ukuran perkembangan sumber daya manusia, infrastruktur, dan transformasi ekonomi. Ketiganya terkait erat dengan penciptaan industri di suatu daerah.

Perkembangan sumber daya manusia bisa diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Data Badan Pust Statistik (BPS) Nasional yang ia kutip, IPM Kaltim pada 2018 masuk kategori tinggi. Berada di urutan ketiga nasional.

IPM Indonesia tertinggi diraih Provinsi DKI Jakarta dengan nilai 80,47. Diikuti Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 79,53. Sementara Kaltim di urutan ketiga, 75,83.

Indikator IPM diukur dari umur harapan hidup (UHH). Harapan lama sekolah (HLS). Rata-rata lama sekolah (RLS). Dan pendapat per kapita. Berturut-turut nilainya sebesar 73,96 tahun, 13,67 tahun, 9,48 tahun dan Rp 11,92 juta.

Meski begitu, ia mengingatkan agar tak terlalu berbangga. Harus mawas diri. Masih terlihat kesenjangan antara daerah. IPM tertinggi di Samarinda 79,93. Sedangkan Kabupaten Mahulu sebesar 66,66.

Indikator kedua adalah indeks infrastruktur. Persisnya infrastruktur desa. Kaltim, dalam data bersumber BPS, berada di poin 60,03. Ranking itu menempatkan Kaltim di peringkat 2 di antara provinsi Kalimantan lain. Di bawah Kalimantan Selatan. "Poin IPD paling besar di Kukar dan PPU (lokasi calon ibu kota negara)," ujarnya.

Parameter ketiga yang jadi penekanan adalah struktur ekonomi. Kata pria bergelar doktoral Teknik Industri itu, perlu dilihat transformasi ekonomi tambang versus nontambang.

Saat ini, Bumi Mulawarman masih bergantung sektor pertambangan migas dan batu bara. Persentase 46,9 persen terhadap pendapatan domestik bruto.

Angka yang Wahyuda ungkap sesuai data BPS Kaltim. Ada lima besar sektor penyusunan struktur ekonomi Kaltim. Sektor pertambangan dan penggalian masih mendominasi sebesar 46 persen. Disusul industri pengolahan 17,69 persen. Konstruksi 8,46 persen, pertanian, kehutanan, dan perkebunan 7,86 persen. Terakhir perdagangan besar, eceran, serta reparasi mobil dan motor 6,1 persen.

Sayangnya, sektor yang paling mendominasi perekonomian Bumi Etam, pertambangan dan penggalian, hanya menyerap 7,9 persen tenaga kerja atau, 140.798 jiwa. Begitu pula pengolahan yang hanya menyerap, 139.977 pekerja atau 7,89 persen. Konstruksi, 5,81 persen, 103.609. Dua sektor lainnya yang justru paling banyak menyerap tenaga kerja adalah pertanian, kehutanan, dan perkebunan, 20,52 persen atau 363.867 pekerja. Sedangkan perdagangan besar, eceran, serta reparasi mobil dan motor, serapan kerjanya 20 persen atau 368.299 orang.

Persentase industri pertambangan yang tak terbarukan patut diwaspadai. Sebab, jika terus dipertahankan dan tak ada alternatif, ekonomi bakal merosot. Terlebih, sektor penopang kebutuhan pokok Kaltim seperti pertanian masih kalah.

"Kaltim kaya. Tapi, kaya semu. Karena pertambangan tak bisa diperbarui," ungkapnya.

Di sisi lain, sektor pertanian yang bisa menyerap tenaga kerja dan sumber pangan tak kunjung menggembirakan kondisinya. Dengan penduduk 3,7 juta, Kaltim masih kekurangan 100 ribu ton beras per tahun. Dan masih bergantung dari daerah lain. Kekurangan itu, sebenarnya harus dilihat sebagai peluang. Sayangnya, dari data yang ia kumpulkan, nilai tukar petani padi di Kaltim belum menyentuh angka 100. Tak seperti petani ikan yang sudah 100. Angka 100 berarti petani tadi sudah bisa kembali modal dan sedikit untung. "Wajar kalau petani padi di Kaltim belum untung," katanya.

Dari sisi industri, ia menilai ada banyak potensi yang bisa tumbuh ketika Kaltim sudah resmi jadi IKN. Terlebih sekitar Rp 450 triliun mengucur untuk pembangunan. Ditambah potensi pasar 1,5 juta aparatur sipil negara dan keluarga yang eksodus ke Kaltim.

Perlu kiranya optimalisasi industri yang ada dan membuka peluang baru. Termasuk optimalisasi jalur rantai pasok industri di pelabuhan, jalur darat dan udara. Harus dipangkas birokrasi yang panjang agar harga dan daya saing meningkat.

"Kita enggak bisa lagi santai-santai. Karena nanti jadi pusat ibu kota negara," pesannya.

Nidya Listyono, anggota Komisi 2 DPRD Kaltim sependapat. Saat ini yang dibutuhkan Kaltim adalah transformasi industri. Paling memungkinkan ke sektor manufaktur melalui hilirisasi produk sumber daya alam.

Sebenarnya, Kaltim punya cita-cita mengembangkan industri turunan crude palm oil. Persisnya di Kawasan Ekonomi Khusus Maloy, Kutim. Penyelesaian infrastruktur pendukung terus dikebut agar investor masuk. "Kalau tidak bertransformasi, ekonomi Kaltim sulit berkembang," kata politikus Golkar ini.

Nidya Listyono juga menambahkan bahwa mahasiswa wajib mengubah pola pikir. Menyongsong ibu kota negara, mutlak diperlukan inovasi industri dari generasi muda. Dalam revolusi industri 4.0, lanjutnya, hilirisasi industri di Kaltim harus berjalan. Jika tidak, Kaltim bukan hanya tergopoh-gopoh bila SDA habis, warga lokal pun hanya menjadi penonton di ibu kota baru.

“Yang harus diperhatikan pula, regulasi saat ini kurang cocok bagi iklim investasi. Sangat panjang dan boros. Investor pun pergi ke Vietnam dan Thailand,” jelasnya.

Nidya mengatakan, seluruh pemangku kepentingan kini menanti kebijakan periode kedua Presiden Joko Widodo. Pemangkasan regulasi bisa meningkatkan iklim investasi termasuk di Kaltim.

“Intinya, kita harus berbenah dan menyiapkan diri menyambut ibu kota. Ingat, dinosaurus yang kuat pun bisa punah jika tak mampu menyesuaikan diri. Jadi bukan yang kuat yang menang, melainkan yang mampu beradaptasi,” tutupnya.  

Moderator seminar nasional, Felanans Mustari, mengingatkan pentingnya peran digitalisasi industri. Terlebih pada era yang kini disebut revolusi industri 4.0. Dalam wawancara eksklusif Editor in Chief kaltimkece.id tersebut dengan mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, beberapa waktu lalu, soal ini sempat disinggung. Pemerintah berencana membangun kampus kaliber internasional. Menopang industri berwawasan digital. Mirip kerja sama kampus dan perusahaan raksasa di Silicon Valey, Amerika Serikat.

Kepala Seksi Teknologi Industri Badan Riset dan Standardisasi Industri (BARISTAND) Samarinda, Haspiadi, sependapat.

Pada era industri 4.0 ini, kata kunci kemajuan industri adalah inovasi dan kreativitas. Inovasi yakni penemuan perkakas atau model baru industri. Inovasi pun menuntut orisinalitas ide dan standardisasi. "Inovasi bisa berguna bagi orang banyak dan dikomersilkan," katanya.

Sayangnya, tingkat inovasi Indonesia berada dua jenjang paling bawah di negara Asean. Kalah ketimbang Vietnam, apalagi Malaysia. Padahal banyak keunggulan Indonesia. Mulai limpahan sumber daya alam hingga  manusia. Kreativitas masih sebatas menyambungkan industri kecil menengah ke aplikasi penjualan online.

"2030 ada bonus demografi. Kalau tahun 2030 kita tak berinovasi maka akan timbul lingkaran setan sumberdaya kita," tandasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar