Terkini

Pengalaman Berharga Hindari Virus Corona di Tiongkok, Mahasiswi Samarinda Ingin Mengabdi di Daerah

person access_time 4 years ago
Pengalaman Berharga Hindari Virus Corona di Tiongkok, Mahasiswi Samarinda Ingin Mengabdi di Daerah

Pertemuan Syaharie Jaang (kanan) dan mahasiswi asal Samarinda yang telah dievakuasi dari Tiongkok. (arditya abdul azis/kaltimkece.id)

Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang akhirnya bertatap muka secara langsung dengan warganya yang berhasil terhindar dari wabah virus corona.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Senin, 17 Februari 2020

kaltimkece.id Lima pelajar asal Samarinda ini telah melewati periode buruk saat virus corona mewabah di Tiongkok. Sejumlah kenangan masih begitu membekas. Tapi perintah nenek moyang untuk meraih ilmu sampai ke Negeri China masih terus dijunjung. Modal penting untuk kembali mengabdi di Kota Tepian.

Senin, 17 Februari 2020, mahasiswa asal Samarinda yang menempuh pendidikan di Tiongkok, disambut Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang. Dijamu di Rumah Jabatan (Rumjab) Wali Kota Samarinda, Jalan S Parman.

Sebelum kembali ke Kota Tepian, kelima mahasiswa tersebut dikarantina di Natuna, Kepulauan Riau, selama 14 hari.

"Kami sudah melihat secara rasional. Alhamdulillah, anak-anak kita semua sehat. Jadi sebenarnya tidak ada masalah. Setelah dikarantina pun sehat semua dan baik," ucap Jaang kepada kaltimkece.id, setelah menyambut kedatangan para mahasiswa tersebut.

Pertemuan pagi itu memang sengaja digagas. Jaang sebelumnya tak sempat menyambut langsung ketika kelimanya tiba Bandara APT Pranoto, Samarinda, Minggu, 16 Februari 2020.

Saat ini seluruh mahasiswa tersebut yang kelimanya menempuh pendidikan kedokteran, belum bisa memastikan waktu kembali ke Tiongkok. Untuk saat ini, proses belajar-mengajar hanya dilakukan dengan sistem online.

"Anak-anak ini paling tinggi semester 8. Karena kedokteran jadi cukup lama. Semoga kuliahnya juga cepat selesai. Alhamdulillah, di antara mereka ada yang dapat beasiswa,” lanjut Jaang.

Dalam kesempatan tersebut, Jaang mengajak masyarakat Ibu Kota Kaltim bersama-sama mendoakan kondisi Tiongkok. Di sana masih banyak warga Indonesia, terkhusus Samarinda. Tidak hanya mahasiswa. Tapi juga para pekerja dan pengusaha.

"Kami juga mendoakan semoga kondisi di Wuhan cepat pulih. Berjalan dengan baik dan teratasi. Karena anak-anak Indonesia banyak yang ada di sana. Saat sekarang mahasiswa saja ada 300. Belum lagi yang bermukim dan berusaha di sana,” bebernya.

Seminggu Kelaparan

Rizka Nurazizah, mahasiswi Fakultas Kedokteran Hubei Polytechnic University di Kota Huangshi, Tiongkok, mengungkapkan bahwa pertemuan wali kota Samarinda, selain membahas kondisi Tiongkok, juga membahas saat masa-masa karantina. Pemkot pun mulai menawarkan komitmen setelah lulus dari Tiongkok untuk mengabdi di Kota Tepian.

"Kami ada cerita juga kalau kembali ke daerah ingin mengabdi. Karena kami semua ini adalah dari mahasiswi kedokteran," terangnya.

Ia pun berterima kasih kepada pemerintah yang membantu proses evakuasi dari Tiongkok. Untuk sementara dipulangkan ke Indonesia sampai wabah virus corona mereda.

Rizka mengaku tidak banyak mengingat kondisi Tiongkok saat ancaman virus di mana-mana. Hanya saja, yang masih membekas di benaknya, adalah kepanikan saat virus mewabah. Semua transportasi ditutup.

Ditambah stok makanan yang menipis. Kondisi minimarket atau pusat perbelanjaan pun sama. Seluruh masyarakat mengamankan stok di rumah mereka masing-masing. Alhasil, sempat terjadi kelaparan.

"Kami kekurangan bahan makanan selama satu minggu. Alhamdulillah, dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) sudah berkoordinasi dengan kami dan memberikan bantuan. Harga di sana naik bisa dua hingga tiga kali lipat. Bahkan bisa sampai 10 kali lipat dari harga awal," bebernya.

Desi Felia Wenny Palli, mahasiswi di Hubei Minzu University, mengamini momen-momen keterpurukan di negara tersebut. Sampai akhirnya mereka meminta bantuan ke KBRI melalui organisasi kemahasiswaan Indonesia setempat. "Benar-benar transportasi ditutup. Jadi selama virus menyebar, kami di asrama saja. Tidak ada ke mana-mana. Kalau ada yang ingin keluar, harus meminta surat izin dari dosen dan pihak kampus," bebernya.

Mahasiswa semester delapan itu bercerita, momen menegangkan dirasakan ketika dievakuasi dari kota Wuhan. Mereka harus melewati screening suhu. Ketegangan baru hilang setibanya di Natuna.

"Kalau suhu tubuh di atas 37 celsius, kami tidak bisa keluar dari Tiongkok. Sampai di Natuna kami merasa senang banget. Malah dapat teman baru dengan bapak TNI-nya. Dan kami difasilitasi lengkap banget," tambahnya.

Di Natuna, satu tenda berisi peralatan lengkap. Diberi makan tiga kali sehari. "Enggak ada yang mengalami demam tinggi. Karena kalau sampai ada yang demam tinggi, tidak bisa keluar lagi. Semuanya sehat. Kami juga telah diberikan seperti sertifikat kesehatan standar WHO dari dokter Kemenkes," lanjutnya.

Sementara kalangan luas sempat mengkhawatirkan WNI yang dikarantina di Natuna, aktivitas di sana nyatanya berjalan penuh positif. Tersedia pendampingan dari psikolog. Ragam aktivitas dikemukakan. Konsumsi makanan pun diberi dengan layak. Berikut pengawasan langsung dari petugas Kementerian Kesehatan. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar