Terkini

Pengembangan Ibu Kota Sasar Muara Jawa, Isran Noor Redakan Isu Lingkungan

person access_time 4 years ago
Pengembangan Ibu Kota Sasar Muara Jawa, Isran Noor Redakan Isu Lingkungan

Hamparan hutan di Kecamatan Samboja. (Bobby Lolowang/kaltimkece.id)

Pengembangan pusat pemerintahan Indonesia di Kaltim ditetapkan di Sepaku hingga Samboja. Tapi ada kecamatan lain yang diprediksi masuk kawasan pengembangan.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Selasa, 27 Agustus 2019

kaltimkece.id Setelah rentetan agenda di Jakarta, dalam pengumuman lokasi ibu kota di Kaltim, Gubernur Isran Noor tiba di Samarinda pada Selasa sore, 27 Agustus 2019. Kedatangannya sudah ditunggu awak media di Bandara APT Pranoto. Isran menghampiri sambil senyum-senyum.

Dengan wajah semringahnya, Isran menyapa para pewarta. Diungkapkannya pula rencana koordinasi yang dimotori Pemprov Kaltim dengan empat kepala daerah di provinsi ini. Keempatnya adalah Bupati Kukar, Bupati PPU, Wali Kota Balikpapan, dan Wlai Kota Samarinda.

Menurut Isran, keempat daerah tersebut menerima dampak langsung dari pemindahan ibu kota ke Kaltim. Bicara dampak, maka kemungkinannya adalah positif dan negatif. Maka langkah antisipatif setiap daerah sudah jadi tuntutan.

Baca juga:
 

Disebutkan Isran, terbagi empat fase dalam pengembangan ibu kota. Pemerintah pusat memerlukan 180 ribu hektare. Maka, pengembangan diyakini tak hanya di Samboja (Kukar) dan Sepaku (PPU). Ada kemungkinan perluasan mencapai Kecamatan Muara Jawa, Kukar. "Namun soal desain kotanya bagaimana, itu sedang diselesaikan pemerintah pusat," ujar Isran.

Gubernur menolak berkomentar lebih jauh. Lokasi pasti di dua kabupaten tersebut, menjadi ranah Presiden Joko Widodo. "Undang-undangnya baru akan diselesaikan 2020," terangnya.

Dari rancangan pemerintah pusat, pada 2020 adalah fase desain dan payung hukum pemindahan ibu kota negara. Setahun kemudian, dimulai pembangunan infrastruktur mendasar seperti istana negara, kantor parlemen, dan kantor kementerian. Diperkirakan memerlukan luas lahan 2.000 hektare. “Sehingga, pada 2024 pemindahan ibu kota negara sudah bisa dilakukan,” terang Isran.

Isu Lingkungan

Wacana memindahkan ibu kota memancing reaksi para aktivis lingkungan. Ada kekhawatiran kebijakan itu menambah masalah baru untuk Kaltim. Terutama soal isu lingkungan. Para penggiat lingkungan mempertanyakan ambisi pemindahan ibu kota. Ada anggapan rencana tersebut tidak diikuti publikasi kajian ilmiah yang mendukung.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional Merah Johansyah mengatakan, pemindahan ibu kota tak melulu memerlukan kajian anggaran. "Lebih dari itu, belum dibicarakan kajian soal bagaimana beban lingkungan saat ini dan budaya masyarakat setempat jika terjadi eksodus sekitar 1 juta orang luar ke daerah mereka," sebutnya.

Pertanyaan lain, lanjut Merah, pemindahan ibu kota yang tak melibatkan masyarakat. Menurutnya, jajak pendapat perlu dilakukan. Publik dirasa belum dilibatkan. Belum tentu rencana pemerintah disambut positif oleh masyarakat.

Meski demikian, Isran memilih santai menanggapi isu tersebut. Gubernur memastikan pemerintah pusat telah mengkaji dampak lingkungan dari kebijakan ini. "Bahkan dari konsep yang ada, revitalisasi hutan untuk lahan terbuka hijau menjadi salah satu fokus ibu kota negara yang baru," ujarnya.

Seperti diketahui, dari rancangan yang sudah tersebar, luas ruang terbuka hijau untuk ibu kota negara yang baru mencapai 50 persen. “Seperti mau membangun rumah, pasti mempertimbangkan lingkungannya kan,” imbuhnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar