Terkini

Penjelasan Ilmiah dari Fenomena Lubang Misterius yang Mengeluarkan Api di Samarinda

person access_time 5 years ago
Penjelasan Ilmiah dari Fenomena Lubang Misterius yang Mengeluarkan Api di Samarinda

Lubang api di Jalan Jalan DI Panjaitan, Temindung Permai (giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Lubang api ditemukan di Temindung Permai, Samarinda. Bersamaan dengan itu, muncul 11 lubang yang lain. 

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Minggu, 18 Agustus 2019

kaltimkece.id Endang Supriyati telah 15 tahun tinggal di Jalan DI Panjaitan, Gang Sejahtera Indah II, RT 35, Temindung Permai, Sungai Pinang. Sepanjang menetap di sana, baru beberapa bulan ini dia resah. Sebuah lubang ditemukan di sebelah rumah Endang. Lubang itu kecil sekali. Diameternya hanya 2 sentimeter. Ketika disulut api, lubang itu menyala. Api bisa bertahan tanpa bantuan bahan bakar. 

Lubang api itu ditemukan di ujung gang yang buntu. Lokasi persisnya di sebelah kiri rumah Endang yang tak lain ketua RT setempat. Lubang tepat di depan teras rumah kayu tua yang lapuk dan tak berpenghuni. Rumah ini satu-satunya yang menghadap ke arah depan gang. 

Sebermula pada Mei 2019, lubang kecil itu tak sengaja ditemukan. Anak Endang bernama Wawan yang pertama kali melihat api keluar dari lubang tersebut. Wawan saat itu sedang iseng mencari sesuatu. Api kecil itu dibiarkan begitu saja. “Tanah ini (tempat ditemukannya lubang) dulu adalah rawa-rawa. Kemudian ditimbun untuk jalan setapak,” jelas Endang kepada kaltimkece.id, Jumat, 16 Agustus 2019. 

Api yang keluar dari tanah sudah dianggap aneh. Apatah lagi menyaksikan api tersebut tetap menyala di kala hujan. Berhari-hari api tak padam. Apabila disulut api, lubang itu menyala kembali. Pada suatu waktu, Endang mengaku melihat lumpur keluar dari lubang tersebut. Lumpur itu berbau seperti minyak tanah. Warga sekitar pun resah. Khawatir kampung mereka mengalami bencana seperti lumpur Sidoarjo. 

Sebelum Idulfitri pada Juni 2019, Endang melaporkan lubang api ini kepada lurah setempat. Lurah mendatangi lokasi dan berencana kembali bersama camat. Namun, kata Endang, rencana tersebut tak terlaksana karena banjir besar yang melanda Samarinda pada hari kedua Lebaran. Setelah banjir surut, Jumat sore, 16 Agustus 2019, lubang masih mengeluarkan api ketika disulut korek api. Sempat disiram air, api malah makin membesar. 

Yang lebih membuat kening berkernyit, warga menemukan lagi 11 lubang yang sama. Namun, lubang-lubang itu tidak mengeluarkan api. Hanya satu yang tetap menyala. 

Penjelasan Ilmiah

Fenomena di Temindung Permai telah diteliti Ikatan Ahli Geologi Indonesia Kaltim. Menurut catatan para geolog, lumpur muncul pertama kali pada 1 Juni 2019 di lubang yang ditemukan pada Mei 2019. Luas area kemunculan lubang-lubang sejak Mei 2019 berdimensi relatif yakni 3,5 x 5 meter. 

“Berdasarkan pencarian kami, total ada 12 lubang. Kami pasangi kertas bernomor kemudian kertas itu dipaku,” jelas Fajar Alam, ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Kaltim. 

Apabila ditambah lokasi temuan awal di dekat batas rumah ketua RT, jelas Fajar, luas area yang terpapar lubang mencapai 3,5 x 7 meter. Menurut Fajar, area penemuan lubang merupakan bagian dari rawa dataran banjir Sungai Karang Mumus. Seiring berjalannya waktu, ditambah aktivitas pembukaan lahan, wilayah ini berkembang menjadi endapan rawa kering yang ditumbuhi ilalang.

Berdasarkan riset sementara Ikatan Ahli Geologi Indonesia, area lubang masih bagian dari jalur patahan antiklin Prangat. Antiklin adalah struktur geologi yang bentuknya berupa lipatan lapisan batuan sedimen atau batuan metamorfosis yang cembung ke atas. Antiklin di bawah permukaan bumi merupakan objek pencarian geolog. Di sinilah minyak dan gas bumi seringkali terperangkap. 

Untuk patahan antiklin Prangat, bentuknya memanjang dari sisi paling selatan Stadion Utama Kaltim di Palaran hingga Makarti, bagian utara Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara. Patahan memanjang dengan arah relatif utara-timur laut menuju selatan-barat daya. Di jalur patahan ini, minyak dan gas bumi kemungkinan merembes dari sumber di kedalaman bumi. Barang fosil tersebut menemukan jalan ke permukaan bumi akibat tegaknya lapisan dan tekanan formasi. 

“Sekurang-kurangnya, rembesan minyak dan gas tersebut dimulai sejak 2 juta tahun silam,” terang Fajar. Pada tarikh tersebut, struktur geologi kawasan berkembang menjadi lebih banyak lipatan yang membentuk antiklinorium Samarinda. Disusul munculnya patahan. “Untuk batuan yang menyimpan minyak dan gas, diperkirakan berumur Miosen atau terbentuk pada 5 sampai 25 juta tahun silam,” jelas Fajar. 

Fenomena lubang api bukan pertama kali di Kaltim. Dalam laporan berjudul Inventarisasi Sumber Daya Alam dan Pemetaan Geologi Kotamadya Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur (2002), rembesan minyak serupa didapati di Sungai Lantung, dekat jalan poros Samarinda-Bontang. Dari nama sungainya saja, kata Fajar, sudah jelas adanya minyak. Ini telah disadari masyarakat sekitar. 

Rembesan gas yang lain ditemukan di Dusun Bambu Kuning, Kelurahan Tanah Merah, Samarinda Utara. Api abadinya bahkan dijadikan sumber untuk menyalakan api PON XVII pada 2008 ketika Kaltim menjadi tuan rumah. Adapun peristiwa ketiga, juga ditemukan di Tanah Merah. Rembesan gas keluar di daerah Bangsal Sepuluh. 

Fenomena serupa juga ditemukan di sisi barat Samarinda yang masuk kawasan antiklin Separi. Kawasan ini memanjang hingga daerah Separi di utara hingga selatan Balikpapan. Di kawasan Samarinda dan sekitarnya, rembesan gas di antiklin Separi muncul di Loa Janan, Kampung Minyak, hingga Berambai.

“Fenomena rembesan gas atau minyak bumi di jalur antiklin Prangat ini telah berlangsung lama. Kemungkinan intensitasnya surut di satu tempat tetapi muncul lagi di tempat lain di sepanjang jalur ini,” ulas Fajar Alam. 

Sepanjang bocoran atau rembesan minyak dan gas ini berukuran kecil, Fajar menambahkan, gas akan terurai di udara. Namun, bukan berarti tanpa potensi bahaya terutama jika gas terakumulasi dalam jumlah yang cukup di permukaan bumi. Masyarakat diimbau menghindari membakar rumput, daun, maupun sampah, di kawasan tersebut. Sampah organik lebih baik ditumpuk sehingga menjadi humus. Sementara sampah non-organik seperti plastik, dipindahkan ke tempat lain. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar