Terkini

Peran IKN bagi Daerah Sekitarnya di Kaltim, Samarinda Diprediksi Paling Tertinggal

person access_time 4 years ago
Peran IKN bagi Daerah Sekitarnya di Kaltim, Samarinda Diprediksi Paling Tertinggal

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. (nalendro priambodo/kaltimkece.id)

Jika salah pola pengelolaan, daerah-daerah di Kaltim diprediksi malah tak mendapat keuntungan dari kehadiran IKN di tanah Bumi Etam.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Senin, 23 Desember 2019

kaltimkece.id Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, berharap ibu kota negara (IKN) baru memiliki sifat generatif. Menumbuhkan daerah aglomerasi baru. Pertumbuhan pusat industri, wisata, dan perniagaan baru.

Bukan kebalikannya. Menghindari IKN yang mengisap atau bersifat parasitis terhadap daerah lain di Indonesia Timur. Terkhusus daerah lainnya di Kaltim. Jika terjadi, pemindahan IKN tak ubahnya Jakarta terhadap kota satelit di sekitarnya.

“Mungkin IKN besar. Tapi (daerah) sekitarnya kurus kering. Kalau ini terjadi, pertumbuhan aglomerasi asimetris. Menghambat visi Presiden Indonesia menghilangkan Jawa dan Jakarta-sentris,” ucap Muhadjir setelah meresmikan Gedung Ir Djuanda dan Ir Soekarno di komplek Universitas Muhammadiyah Kaltim, Kamis, 19 Desember 2019, kepada wartawan kaltimkece.id.

Tak bisa dimungkiri, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau yang disebut Jabodetabek, adalah pusat perekonomian Indonesia. Jakarta sebagai pusat pemerintahan berfungsi juga sebagai pusat bisnis dan perkantoran di Indonesia. Pertumbuhan kota metropolitan merangsang pertumbuhan kota satelit di sekitarnya.

Semisal Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi jadi pusat segala macam industri di negeri ini. Merangsang urbanisasi penduduk mencari pekerjaan di sana. Selain itu, menjanjikan pekerjaan upah minimum yang diberikan juga tinggi. Sebut saja Jakarta yang memiliki Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2019, Rp 4,2 juta. Disusul Bekasi Rp 4,2 juta; Depok Rp 3,8 juta; dan Bogor Rp 3,7 juta.

Angka tersebut jauh dibandingkan UMP Kaltim dan daerah sekitar calon IKN pada tahun yang sama, Rp 2,7 juta. Kukar Rp 2,9 juta; Samarinda dan Balikpapan kisaran Rp 2,8 juta dan Penajam Paser Utara Rp 2,7 juta.

Sementara itu, kota di Jabodetabek yang mengandalkan jasa, niaga, dan manufaktur memiliki nilai tambah ekonomis. Angka pertumbuhan ekonominya lebih tinggi ketimbang Kaltim dan kota sekitarnya yang jadi calon IKN. Pada 2018, pertumbuhan ekonomi Jakarta 6,17 persen, disusul Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, masing-masing 6,21 persen, 7,28 persen, 5,81 persen, dan 5,82 persen. Masih di atas rata-rata pertumbuhan nasional 5 persen.

Sedangkan Kaltim dan kota sekitarnya semisal Samarinda, Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Kukar yang mengandalkan ekonomi dari industri ekstraktif sumber daya alam, perdagangan, dan jasa, masih di bawah Jabodetabek. Masing-masing 2,67 persen, 4,98 persen, 4.6 persen, 1,24 persen, dan 2.12 persen. Tren perlambatan ekonomi daerah penyangga IKN disebabkan harga komoditas sumber daya alam seperti batu bara dan migas yang naik turun cenderung melambat.

“Kita tak bisa lagi andalkan sumber daya alam di Kaltim. Kalau tak dibarengi dengan menyusul pengembangan sumber daya manusia, kehadiran IKN tak akan menimbulkan efek generatif. Tapi, efek parasitis,” tuturnya.

Meskipun unggul dalam hal pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan, nyatanya Jabodetabek menyimpan masalah serius soal pengangguran. Sebab, manisnya gula-gula pendapatan tak dibarengi kecukupan lapangan tenaga kerja. Sisi lain keterampilan dari pekerja yang kebanyakan urbanisasi dari desa.

Angka pengangguran di Jabodetabek lebih tinggi dibanding prosentase nasional 5.34 persen. Berturut-turut yakni, 6,24 persen, 9.57 persen, 6.64 persen, 7.7 persen, dan 9.32 persen. Sementara sejumlah daerah penyangga IKN, masing-masing Balikpapan, PPU dan Kukar tingkat penganggurannya 9.5 persen, 2.9 persen, dan 5.72 persen. Muhadjir khawatir, contoh jumlah pengangguran di pusat industri Indonesia, Bekasi, terjadi di Kaltim. Dari 2.7 juta penduduk Bekasi, ada 251 ribu warga menganggur.

Karena itu, ia menilai, perlu kiranya membuat skenario jangka panjang melipatgandakan nilai positif IKN di Kaltim. Sekaligus meminimalisir sisi negatifnya. Mantan Menteri Riset dan Tekhnologi ini menilai Bumi Etam punya keunggulan sumber daya alam. Meski demikian, ia menilai sumber daya itu sudah dieksploitasi habis-habisan. Karena itu, ke depannya, Kaltim tak bisa lagi sebatas mengandalkan sektor tak terbarukan ini sebagai lokomotif pembangunan. “Kalau tidak dibangun SDM, maka akan hadir orang luar Kaltim yang dapat pekerjaan. Kalau mampu bersaing menyingkirkan warga Kaltim dan menambah pengangguran baru. Ikut keleleran di Kaltim karena tak punya keterampilan,” tuturnya.

Pembangunan sumber daya manusia itu, dikatakan dia tak bisa dikerjakan pemerintah sendiri. Harus ada keterlibatan masyarakat dan swasta. Dimulai peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan. Memperbanyak kursus dan pelatihan sampai visi membangun universitas skala internasional yang sesuai dengan perkembangan dunia yang semakin digital.

Karenanya, tak heran, pemerintah habis-habisan mengejar investor mengisi ruang kosong pembangunan. Infrastruktur fisik ini guna menopang pembangunan pusat perdagangan, lapangan pekerjaan dan mengail pertumbuhan. Sementara infrastruktur pendidikan tinggi di IKN memungkinkan perguruan tinggi internasional bermitra dengan perguruan tinggi domestik.

“Negara tak sepenuhnya ambil inisiatif. Negara jadi simultan. Ini perlu konsolidasi besar,” katanya.

Pengamat tata kota dan lingkungan, Bernaulus Saragih punya pendapat agar Samarinda sebagai kota penyangga tak terhisap kehadiran IKN. Paling penting, Kota Tepian harus menyelesaikan persoalan banjir. Di sisi lain, seiring dengan penyelesaian persoalan tahunan ini kota ini harus berbenah dan lebih atraktif agar orang tertarik berkunjung dan menghabiskan uang di Samarinda. Di sinilah peran kunci calon wali kota dan wakil yang bakal berlaga di 2020 mendatang.

“Kekuatan wali kota menjadi inovator dan negosiator menanggulangi masalah Samarinda,” ucapnya.

Sebab, jika ini tak segera diatasi, Kota Tepian bakal tertinggal jauh dengan kota penyangga IKN lainnya. Terlebih, prediksi dia, pusat-pusat industri utama Kaltim sudah diplot di Bontang, Balikpapan dan PPU. Samarinda yang dulu jaya dengan industri kayu dan batu bara jika tak berbenah bakal ketinggalan.

“Saya prediksi Samarinda di 2045 akan tertinggal jauh dari Balikpapan, Bontang dan PPU,” prediksinya dalam diskusi publik di Samarinda, Sabtu, 21 Desember 2019.

Selain mengejar infrastruktur dan perwajahan kota, perlu juga perubahan paradigma warga Kaltim membuka diri dan melihat peluang. Tak lagi lokalis. “Kalau hanya lokalan saja (cara berpikirnya), enggak bisa. Siap enggak menerima pendatang, perbedaan, kultur budaya. Kalau enggak siap, sulit,” ujar akademikus Universitas Mulawarman ini.

Hal senada diungkapkan Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi. Menurutnya, Kaltim sudah lama berdiri di atas fondasi ekonomi berbasis sumber daya alam. Mulai dari era minyak tahun 60 hingga kemunduran di saat sekarang. Berganti ke industri kayu, pertambangan batu bara yang mulai turun. Setelah itu perkembangan Kaltim terpuruk. Harapannya, dana pembangunan IKN yang diprediksi mencapai Rp 460 triliun bisa menggerakkan roda perekonomian Kaltim.

“Ini anugerah ke empat bagi Kaltim. Ini momentum yang harus dimanfaatkan Kaltim,” ucap Rizal diwawancarai Rabu, 18 Desember 2019 di Balikpapan. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar