Terkini

Polwan Bergelar Doktor Forensik Pertama Asia Didatangkan untuk Pastikan Sebab Kematian Yusuf

person access_time 4 years ago
Polwan Bergelar Doktor Forensik Pertama Asia Didatangkan untuk Pastikan Sebab Kematian Yusuf

Kapolres Samarinda Kombes Pol Arif Budiman saat memberikan keterangan pers. (giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Ragam spekulasi masih mengiringi dugaan kematian Ahmad Yusuf Ghozali. Bocah empat tahun yang hilang 16 hari sebelum ditemukan jasadnya di saluran drainase pada 8 Desember 2019.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Senin, 17 Februari 2020

kaltimkece.id Spekulasi kematian Ahmad Yusuf Ghozali karena penculikan dan jual-beli organ tubuh mencuat lagi. Namun hingga sejauh ini, polisi sama sekali belum menemukan tanda-tanda kematian karena dua hal itu.

Untuk memperkuat penyelidikan, sekaligus menganalisa kemungkinan-kemungkinan lain, didatangkan Doktor Forensik Komisaris Besar Polisi Sumy Hastry Purwanti. Perempuan 50 tahun tersebut adalah polisi wanita pertama di Indonesia, bahkan Asia, menyabet gelar doktor forensik.

Langkah itu diungkapkan kepada awak media dalam konferensi pers Senin, 17 Februari 2020, oleh Kapolresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Arif Budiman. Turut hadir Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Samarinda, Siti Maidatul Janah, dan psikolog  Ayunda Ramadhani yang beberapa waktu terakhir mendapingi Melisari, ibunda Yusuf.

Setelah hilang 16 hari, Yusuf ditemukan di anak sungai pada 8 Desember 2019. Persisnya di Gang 3, RT 30, Jalan Antasari, Kelurahan Teluk Lerong Ilir, Samarinda Ulu. Terakhir ia terlihat adalah di tempat ia dititipkan. Yakni pada 22 November 2020 di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Jannatul Athfaal, Jalan Abdul Wahab Syahrani No 1 RT 12, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu. Selain tempat bermain dan belajar anak, PAUD Jannatul Athfaal merupakan tempat penitipan anak.

"Dalam penyidikan, kami berupaya semaksimal mungkin. Ada 15 saksi diperiksa. Hasilnya kami menahan dua tersangka. Yakni ML dan SY. Saat kejadian sedang piket mengasuh anak-anak, salah satunya Yusuf. Saat ini keduanya ditahan di Tahanan Polresta Samarinda," jelas Arif.

Menelusuri penyebab kematian Yusuf, kepolisian berkoordinasi dengan dokter spesialis forensik RSUD Abdul Wahab Sjahranie, dokter Kristina Uli Gultom. Hasilnya, tidak ditemukan unsur kekerasan di tubuh anak empat tahun itu.

"Apabila ada bukti baru terkait dugaan anak ini diculik dan diambil organ tubuhnya, kami tidak akan menutup diri untuk melanjutkan kasus ini. Namun fakta saat ini, ananda Yusuf ditemukan hanyut di sungai selama 16 hari," jelas perwira berpangkat melati tiga itu.

Untuk memperkuat penyidikan, Polresta Samarinda melakukan pemeriksaan tambahan dengan menghadirkan doktor forensik dari Mabes Polri. Yakni Komisaris Besar Polisi Sumy Hastry Purwanti. "Selasa, 18 Februari 2020, kami akan lakukan pembongkaran makam ananda Ahmad Yusuf Ghozali. Untuk mengetahui cara dan penyebab kematiannya. Ini sebagai second opinion,” terang Kapolres “Dokter forensik di sini sudah memastikan tidak ada tanda-tanda kekerasan. Namun untuk lebih mendalam lagi, kami panggil dokter forensik dari Mabes Polri," tambah Arif Budiman.

Kapolres berharap publik kembali bersabar menunggu hasil forensik yang akan datang. Jangan berandai-andai dengan spekulasi liar. “Kita harus sesuai fakta. Mohon masyarakat bersabar.”

Memastikan timeline kematian Yusuf, polisi telah menelusuri parit yang diduga tempat kejadian perkara (TKP) awal terperosoknya bocah malang tersebut. Menyusuri jalur drainase dengan lokasi tempat jasad ditemukan. Rekaman kamera pengawas di sekitar lokasi hingga jalan di jalur tersebut, turut ditelusuri.

Dari situ, didapati jalur parit yang terdapat berjeruji. Namun jeruji tersebut didapati tak sampai ke dasar parit. Ada ruang tersisa 40 sentimeter di bawah yang memungkinkan tubuh Yusuf lolos. Lokasinya sekitar 300 meter dari dugaan TKP awal. Difungsikan sebagai alat menyaring sampah.

Dari fakta lapangan yang dihimpun, belum satupun ditemukan kemungkinan kematian karena penculikan dan pengambilan organ tubuh. Spekulasi tersebut memang kembali ramai setelah kemunculan kedua orangtua Yusuf, Melisari dan Bambang Sulistyo, di akun media sosial pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea yang dalam rekaman tampak berada di suatu kedai kopi di Jakarta. Media ramai-ramai memberitakan dengan narasi dugaan kematian akibat penculikan dan praktik jual-beli organ tubuh.

Psikis Ibunda Yusuf di Fase Krisis

Ayunda Ramadhani merupakan psikolog dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Samarinda. Ayunda dan tim belakangan mendampingi Melisari ibunda Ahmad Yusuf Ghozali.

Pendampingan konseling terakhir yang diberikan pada 7 Februari 2020. Ibunda Yusuf sendiri yang meminta pendampingan diakhiri. Karena merasa sudah baik-baik saja.

"Kedukaannya sudah selesai. Walau kedukaan seorang ibu tidak akan pernah usai. Karena pada 7 Februari 2020 ia mengatakan sudah baik-baik saja, setidaknya sudah beraktivitas lagi," jelas Ayunda.

Menurut Ayunda, Melisari yang kembali tampak histeris dalam cuplikan di media sosial, terjadi karena tanpa pendampingan. Melisari diduga kembali ke fase awal. Ke fase krisisnya. “Artinya dia teringat-ingat lagi dengan anaknya. Karena melihat foto anaknya, mengingat kejadian saat anaknya hilang. Belum lagi ada kemungkinan-kemungkinan lain yang dia yakini,” terang Ayunda.

“Apapun input dari orang, dia anggap sebagai kebenaran. Di antaranya terkait dugaan penculikan dan jual beli organ tubuh dengan anaknya sebagai korban. Fase krisis tidak sama dengan trauma,” sambungnya

Kondisi emosional yang masih meliputi Melisari, dinilai sebagai hal wajar. Normal bagi seorang ibu yang kehilangan anak tersayang. Begitulah proses rumitnya kejiwaan seseorang. Yang juga penting dilakukan, adalah mengembalikan kondisi sang ibu seperti semula. Meskipun banyak waktu diperlukan. Bergantung beratnya masa krisis yang tengah dialami. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar