Terkini

Ratusan Titik Panas di Kaltim, Gubernur Isran Sebut Faktor Alam

person access_time 4 years ago
Ratusan Titik Panas di Kaltim, Gubernur Isran Sebut Faktor Alam

Pantauan titik panas di Stasiun Meteorologi Kelas III Temindung, Samarinda. (Arditya Abdul Azis/kaltimkece.id)

Sementara gubernur menyebut karhutla bagian dari proses alam, temuan di lapangan menunjukkan ulah manusia di belakangnya.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Selasa, 17 September 2019

kaltimkece.id Sebagian besar Kaltim masih berselimut kabut asap. Bukan hanya kiriman tetangga. Kaltim turut memproduksi kepekatan yang terjadi di provinsi sendiri.

Pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG pada Selasa, 17 September 2019, mendapati 204 titik panas tersebar di Kaltim. Dengan kategori merah mencapai 81—100 persen.

Angka tersebut didapat dari citra empat satelit Aqua, Terra, SNPP, dan NOAA 20. Seluruh titik dipastikan kebakaran hutan dan lahan. Terpantau 48 titik di Berau, Kukar 46 titik, Paser 41 titik, Kutim 38 titik, Kubar 20 titik, dan Mahulu 11 titik.

Gubernur Kaltim Isran Noor telah memerintahkan tim gabungan untuk memadamkan. Tim ini berasal dari dinas terkait dibantu TNI/polri. “Tim sedang melakukan pemadaman dan menghalau api agar tidak meluas,” ungkap Isran di Kantor Gubernur Kaltim, Senin, 16 September 2019.

Meski demikian, kabut asap Kaltim disebut bukan sepenuhnya dari karhutla Bumi Etam. Ia mencontohkan Balikpapan yang tidak terdapat hotspot. Begitupun Paser dan Kutai Timur yang jauh berkurang dari beberapa pekan lalu.

Tapi langit Kaltim tetap saja tak jernih. Asap datang juga dari provinsi tetangga. Dibawa angin yang bertiup dari barat laut. Meski begitu, Isran merasa kabut asap masih kategori aman. “Kami evaluasi terus. Apakah nanti ditetapkan gawat darurat atau enggak, kami masih menunggu,” tambah Isran.

Meski begitu, Gubernur merasa karhutla yang bermunculan saat ini merupakan proses alam yang tak bisa dihindari. Ia tak sepakat bila situasi tersebut disebabkan ulah manusia. "Dulu ada api di tengah hutan. Lain disebabkan manusia. Artinya, kejadian alam," klaim Gubernur.

Isran memastikan penanganan karhutla dijalankan sesuai standar. Dan dari hasil pantauan sejauh ini, belum perlu menetapkan status darurat. Meski demikian, di beberapa kabupaten seperti Berau, telah meliburkan sekolah dasar (SD) karena kabut asap. Ditetapkan Dinas pendidikan Berau selama tiga dari 16 September 2019.

Ulah Manusia

Berbeda dengan Isran, Kalak BPBD Kaltim, Frederik Bit, menyebut kejadian karhutla yang ditangani, disebabkan kelalaian manusia. "Kebakaran hutan di Kaltim rata-rata faktor penyebab manusia. Yang terbakar bukan kebun atau pembukaan lahan untuk ladang. Tapi hutan. Berarti ada faktor kesengajaan dan kelalaian. Jadi dipastikan ini ulah manusia," ucapnya.

Penanggulangan karhutla di daerah dijalankan BPBD beserta unsur dinas pemadam kebakaran di kabupaten/kota. Relawan TNI dan Polri turut bersiaga membantu proses pemadaman. Satgas di masing-masing daerah, dipimpin kepala BPBD, Dandim, dan kapolres.

Sayangnya, peralatan yang tersedia kurang memadai. Malah seadanya. Para petugas kewalahan. Asap sudah terlanjur tebal. Sejumlah personel sampai sesak napas. Sumber air juga minim. Kekeringan di mana-mana. Sementara proses pemadaman sepenuhnya lewat jalur darat. "Kalau api berada di tengah hutan, kami susah mencari air. Memadamkan agak lama karena harus bolak-balik," ungkapnya.

Ditambahkan Danrem 091/ASN Brigjen TNI Widi Prasetijono, pekatnya kabut asap di langit Kaltim sudah berdampak terhadap aktivitas penerbangan maskapai komersil. Untuk saat ini di Kaltim, bandara yang bisa melayani penerbangan hanya melalui Balikpapan dan Tarakan.

"Di Kalimantan Utara seperti Kabupaten Malinau, Nunukan, Tanjung Selor, dan di Kaltim seperti Berau, sampai sekarang belum bisa digunakan untuk penerbangan. Termasuk Samarinda,” sebutnya.

Mengingat situasi semakin kompleks, Widi mengingatkan warga untuk sama-sama berperan. Misalnya tak membuang puntung rokok di lahan kering. Termasuk ikut berupaya memadamkan api. Minimal melaporkan ke pihak berwajib. "Masyarakat jangan memanfaatkan kemarau untuk membersihkan lahannya dengan cara membakar,"  pungkasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar