Terkini

Sistem Pengereman Udara Kendaraan Besar, Paling Kuat tapi Kerap Jadi Sumber Malapetaka

person access_time 4 years ago
Sistem Pengereman Udara Kendaraan Besar, Paling Kuat tapi Kerap Jadi Sumber Malapetaka

Truk yang mengalami kecelakaan dan menyebabkan empat orang meninggal dunia di Samarinda (foto: giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Kecelakaan maut yang melibatkan kendaraan besar seringkali disebabkan sistem pengereman tidak bekerja. Mengapa bisa demikian?

Ditulis Oleh: Fel GM
Kamis, 30 Januari 2020

kaltimkece.id Empat nyawa melayang dalam kecelakaan maut di Jalan Otto Iskandardinata, Samarinda. Peristiwa itu bukanlah yang pertama di Samarinda. Dalam banyak kejadian, pangkal penyebabnya adalah sistem pengereman kendaraan besar yang tidak bekerja. 

Dua tahun lampau, tepat tengah hari pada Selasa, 5 Juni 2018, tanjakan terjal di Jalan Otto Iskandardinata berubah menjadi lautan manusia. Sebermula dari sebuah truk bernomor polisi KT 8780 BL yang dikendarai Suwaji, 49 tahun. Truk yang memikul kontainer bercat biru itu turun dari Gunung Manggah. Remnya blong sehingga menabrak empat mobil dan dua sepeda motor. Empat orang luka-luka.

Sepuluh tahun silam, 1 April 2010, kecelakaan serupa terjadi di persimpangan Muara Rapak, Balikpapan. Sebuah truk bermuatan semen meluncur tak terkendali. Empat mobil dan empat sepeda motor dilanggar, satu di antaranya terbakar. Tiga orang tewas dan delapan luka berat. Masih di tempat yang sama, tabrakan beruntun melibatkan 10 mobil dan satu sepeda motor pada 8 Mei 2016. Penyebabnya serupa. Truk meluncur dari atas tanjakan dengan rem yang blong.

Hari kelam di Samarinda terjadi pada 24 Oktober 2013 di Samarinda. Sebuah tronton tak  bermuatan melesat tanpa kendali di Jalan MT Haryono. Truk menyapu jejeran kendaraan yang tengah menanti lampu hijau di muka kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kaltim. Dua pengendara sepeda motor tewas di tempat, delapan orang luka parah. Penyebabnya seragam, rem truk blong.

Peristiwa terbaru adalah pada Kamis, 30 Januari 2020. Sebuah truk menabrak sejumlah sepeda motor di Jalan Otto Iskandardinata, Sungai Dama, Samarinda Ilir. Menurut saksi mata dan pengemudi truk tersebut, sistem pengereman kendaraan tidak bekerja. Truk melaju tanpa kendali, empat nyawa melayang. 

Masa berlaku kir truk nahas tersebut adalah 23 Maret 2020 atau satu setengah bulan lagi dihitung dari hari kejadian. Berat kosongnya 3.610 kilogram. Sementara berat maksimal, menurut pabrikan, adalah 7.500 kilogram. Diperkirakan, truk dengan bak yang penuh pasir itu sedang dalam berat maksimalnya yakni 7,5 ton.  

Baca juga:
 

Insiden lalu lintas kerap melibatkan kendaraan angkut beroda jamak. Menurut catatan Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, truk menempati posisi ketiga dari seluruh gandaran yang menderita kecelakaan. Pada semester pertama 2019, terjadi 94.701 kecelakaan di seluruh Indonesia. Kecelakaan yang melibatkan truk sebanyak 8.098 kejadian atau 8 persen dari seluruh peristiwa. 

Adapun di Kaltim, menurut catatan kepolisian daerah, terjadi 1.162 kecelakaan sepanjang 2018 dengan korban jiwa 723 orang. Kerugian material sangat besar mencapai Rp 6,63 miliar. 

Sistem Pengereman Kendaraan

Dalam banyak peristiwa yang melibatkan truk, rem blong kerap dituduh sebagai penyebab kecelakaan. Pada dasarnya, sistem pengereman kendaraan besar memang berbeda dengan kendaraan roda empat atau mobil. Truk dan bus menggunakan sistem pengereman udara atau air brake system. Sementara kendaraan ringan, memakai sistem hidraulis.

Perbedaan kedua sistem pengereman terletak pada zat yang dipakai sebagai media pendorong kampas. Rem mobil memakai tekanan zat cair untuk mengurangi atau menghentikan laju kendaraan. Dalam sistem pengereman truk, tenaga pendorong kampas adalah udara sehingga sering disebut rem angin --sebenarnya yang dimaksud dengan 'angin' adalah udara yang dikompresi. 

Truk dan bus tidak bisa memakai rem hidraulis sebagaimana kendaraan yang lebih kecil. Bobot truk sangat berat sehingga kinerja pengereman begitu besar dan menimbulkan suhu tinggi. Jika memakai sistem hidraulis, suhu yang tinggi ini dapat membuat cairan pendorong kampas mendidih. Komponen di sistem pengereman pun lumer.

Kendaraan besar memakai sistem pengereman udara. Sistem ini diadopsi dari kereta api. Teknologi rem udara ditemukan 152 tahun lalu oleh seorang insinyur Amerika bernama George Westinghouse. Veteran perang itu memikirkan sistem rem ketika sedang menumpang kereta api (Inventing the 19th Century, 100 Invention that Shaped The Victorian Age, 2001). 

Pada 1866, Westinghouse menyaksikan keretanya begitu sulit memperlambat laju dan hampir menabrak sebuah kereta yang sedang rusak di rel yang sama. Saat itu, sistem pengereman masih primitif. Selain lokomotif, seluruh gerbong dilengkapi rem tangan. Jika masinis memberi komando, para petugas rem di setiap gerbong harus serentak menarik rem. Jika tidak kompak, gerbong depan bisa ditabrak dari belakang. 

Inspirasi Westinghouse datang ketika membaca riwayat terowongan Mont Cenis di Swiss. Lorong bawah tanah itu dibangun menggunakan mesin bor yang memanfaatkan tenaga dari udara yang dimampatkan. Kompresi udara mengilhami Westinghouse membuat sistem pengereman udara untuk kereta api. Hak paten dari karya tersebut diperoleh ketika usianya baru 22 tahun.

Perkembangan Rem Udara

Setelah lebih setengah abad, sistem pengereman udara kereta api dipakai di kendaraan besar. Knorr-Bremse adalah perusahaan Jerman yang pertama kali memproduksi rem kereta api. Korporasi sekaligus mengembangkan teknologi tersebut sejak 1922. 

Perusahaan menciptakan sistem pengereman pneumatik untuk kendaraan komersial. Pengembangan Knorr-Bremse adalah rem udara yang membuat empat roda truk beserta gandengannya direm bersamaan ketika pedal diinjak. Pada 1949 atau segera setelah Perang Dunia II, sistem pengereman udara menjadi standar untuk semua kendaraan besar. Di Eropa dan Amerika Serikat, truk, trailer, traktor, bus, hingga truk pemadam kebakaran, memakai rem udara.

Tata kerja pengereman kendaraan besar dimulai dari udara mampat yang disimpan di kompresor. Tabung kompresor biasanya terletak di samping bawah truk atau di belakang kabin pengemudi. Ketika pengendara menginjak pedal rem, yang sebenarnya terjadi adalah katup udara dibuka. Udara bertekanan tinggi dari kompresor kemudian dikirimkan untuk menekan kampas agar menempel di tromol. Kendaraan pun melambat. 

Sistem pengereman udara memang prima bagi kendaraan berbobot besar. Namun, rem udara membawa risiko yang tinggi. Kebocoran di bagian selang maupun instrumen pengereman yang lain sangat berbahaya. Tingkat keamanan komponennya lebih rendah dibandingkan sistem rem yang lain. Rem udara juga memiliki banyak komponen kritis sehingga rentan rusak atau malafungsi (Analisa Vapor Lock pada Sistem Rem Tipe Hidrolik, Pneumatik, dan Pengaruhnya terhadap Daya Pengereman Bus, 2015).  

Itu sebabnya, truk dan bus harus melewati perawatan dan pemeriksaan yang saksama. Sistem pengereman adalah satu dari dua komponen penting dalam uji kir kendaraan angkutan barang dan penumpang di samping sistem kemudi. Sangat penting memeriksa keandalan rem udara. Sedikit saja udara di dalam sistem tekor karena kebocoran, rem bisa blong. Yang terjadi kemudian, tentu saja, adalah malapetaka. (*)

Senarai Kepustakaan
  • Ahmad, Afif, 2015. Analisa Vapor Lock pada Sistem Rem Tipe Hidrolik, Pneumatik, dan Pengaruhnya terhadap Daya Pengereman Bus. Jakarta: Universitas Mercu Buana.
  • Dulken, Stephen van, 2001. Inventing the 19th Century, 100 Invention that Shaped The Victorian Age, New York: New York University Press.
  • Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, website, diakses Juni 2018.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar