Terkini

Stockholm Syndrome Korban Asusila, Rindu Bertemu Pelaku hingga Nekat Bunuh Diri

person access_time 5 years ago
Stockholm Syndrome Korban Asusila, Rindu Bertemu Pelaku hingga Nekat Bunuh Diri

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. (shutterstock)

Besarnya dampak perbuatan ayah kepada putrinya. Bahkan meski perlakuan bejat sekalipun.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Rabu, 14 Agustus 2019

kaltimkece.id Perempuan 14 tahun ini menjadi korban asusila dari ayah dan kakak kandungnya. Ramai jadi pembicaraan di Samarinda setelah terungkap pada akhir Februari lalu. Kedua pelaku tengah menanggung perbuatan bejatnya di penjara. Tapi derita tak berkepanjangan harus dilalui sang korban.

Celakanya, keadaan tak kunjung membaik untuk bocah tersebut. Bahkan kini harus melawan depresi yang menggerogoti. Ia dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat, Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam Samarinda setelah berusaha bunuh diri. Beruntung upayanya menceburkan diri ke Sungai Mahakam berhasil dicegah guru sekolahnya.

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, Drajat Wicaksono, adalah tenaga medis yang menangani korban tersebut. Sang bocah dirawat di RSJD sejak awal Agustus 2019. Dari keterangan ibu korban kepada dokter, korban disebut memendam rindu dengan ayahnya. Perasaan ingin bertemu begitu menggebu. Tapi sang ayah tengah mendekam di balik jeruji besi setelah ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatan bejatnya. Sang ibu pun menolak permintaan untuk bertemu.

“Beberapa hari saat dilakukan perawatan, korban sempat mengamuk, berontak dan menyerang petugas. Ia juga tak mau berbicara,” sebut Drajat.

Pihak keluarga baru bisa sedikit lega setelah berhari-hari. Kondisi korban telah membaik. Minimal sudah mau berbicara dengan ibunya. Diprediksi bisa pulang dalam dua sampai tiga hari ke depan.

Perasaan Emosional

Tindak asusila dialami korban sejak duduk di kelas III Sekolah Dasar (SD), diduga menjadi penyebab utama korban mengalami depresi. Perlakuan tak senonoh yang berlangsung lama tersebut, menimbulkan ikatan emosional antara korban dan tersangka.  Korban juga depresi akibat sedih berlebihan dilarang bertemu tersangka. Bahkan memicu rasa ingin bunuh diri.

Menelusuri situasi dari kasus serupa yang terkenal, apa yang dialami bocah 14 tahun tersebut, mirip dengan kasus penculikan Natascha Kampusch pada 1998 di Austria. Ketika berusia 10 tahun, ia diculik dan disekap di ruang gelap bawah garasi oleh Wolfgang Priklopil.

Berbagai kekerasan dialaminya selama masa-masa isolasi. Mulai kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual. Kampusch kabur setelah delapan tahun. Priklopil pun bunuh diri. Tapi di luar dugaan, Kampusch malah menyesalkan kematian penculiknya. Ia bahkan menyimpan foto Priklopil di dompetnya. Lebih dari itu, Kampusch kemudian membeli rumah tempat ia disekap selama bertahun-tahun. Bahkan secara rutin mengunjungi properti tersebut untuk sekadar bersih-bersih (Kidnap Victim Owns Her House of Horrors, Sky News).

Menurut para ahli, apa yang dialami Kampsuch merupakan gejala stockholm syndrome. Penyakit ini merupakan kondisi yang menyebabkan para sandera memiliki hubungan psikologis dengan penculiknya. Ikatan terbentuk antara pelaku dan korban dari waktu intim selama penyekapan (The Short Step From Love to Hypnosis: A Reconsideration of the Stockholm Syndrom, Jameson C, 2010).

Dari rentetan kasus di berbagai belahan dunia, beberapa korban pelecehan seksual di bawah umur, berujung memiliki perasaan mendalam dengan pelaku. Hal tersebut kemungkinan dipicu perasaan nyaman dari perhatian pelaku yang lebih dewasa. Setelahnya, tak sedikit yang justru menolak pengungkapan kasus karena alasan emosional maupun pribadi (Stockholm Syndrom and Child Sexual Abuse, Julich S, 2005).

Adapun kasus asusila anak 14 tahun di Samarinda tersebut terungkap akhir Februari lalu. Bermula dari pengakuan korban kepada teman-teman sekolah dan tetangganya. Perbuatan keji ayah dan kakaknya dilakukan mulai kuburan hingga di rumahnya di daerah Samarinda Ilir.

Kasus tersebut ditangani Polsekta Samarinda Kota. Kakak korban yang berusia 16 tahun paling pertama diamankan. Sementara ayahnya yang 60 tahun, sempat melarikan diri. Kepada polisi, ayah korban mengakui perbuatan tak senonoh kepada putrinya. Perbuatan itu didasari rasa sakit hati kepada istrinya yang diduga berselingkuh. Sedangkan sang kakak menggauli adiknya karena terpengaruh tontonan film porno di internet. (*)

 

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar