Terkini

Tak Ditemukan Tanda Kekerasan di Jasad Yusuf, Kepala Lepas Diduga karena Pembusukan

person access_time 4 years ago
Tak Ditemukan Tanda Kekerasan di Jasad Yusuf, Kepala Lepas Diduga karena Pembusukan

Peninjauan polisi di lokasi penemuan jasad balita. (giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Tim forensik merangkai dugaan-dugaan dari penemuan jasad balita di Samarinda pada 8 Desember 2019.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Rabu, 11 Desember 2019

kaltimkece.id Minggu pagi, 8 Desember 2019, warga digegerkan temuan jenazah balita di sungai selebar enam meter. Terletak di Gang 3, RT 30, Jalan Antasari, Kelurahan Teluk Lerong Ilir, Samarinda Ulu. Jenazah dalam keadaan membusuk. Beberapa bagian tubuh tak lengkap.

Diduga merupakan jasad Ahmad Yusuf Ghozali, balita 4 tahun yang menghilang misterius dari tempat penitipan anak PAUD Jannatul Athfaal, Jalan Abdul Wahab Syahrani No 1 RT 12, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, pada Jumat, 22 November 2019.

Bambang Sulistyo dan Melisari sangat yakin jenazah tersebut anaknya yang sudah menghilang selama 16 hari. Setelah ditemukan tiga potong kain berupa baju dan celana yang dikenakan jenazah ketika terakhir dilihat. Pasangan suami istri itu menyatakan, bahwa pakaian tersebut persis dengan yang dikenakan putranya.

Jenazah balita tersebut sempat menjalani pemeriksaan di ruang kamar jenazah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie lebih 10 jam tersebut. Kemudian dimakamkan Bambang Sulistyo dan Melisari, di pemakaman muslim Jalan Damanhuri, Minggu malam.

Keterangan dari orangtua korban turut dibenarkan Kristina Uli Gultom. Ia adalah kepala instalasi forensik RSUD AWS saat sebelum pihaknya. Melangsungkan pemeriksaan terhadap jenazah yang ditemukan.

Dokter perempuan spesialis bidang forensik tersebut mengatakan, sebelum melakukan pemeriksaan pada, jenazah yang ditemukan sudah membusuk dengan bagian tubuh tak lengkap. Sangat riskan teridentifikasi.Orangtua korban lebih dulu menyampaikan ciri-ciri pakaian yang dikenakan terakhir putranya sebelum hilang.

"Awalnya dari pihak keluarga (orangtua Yusuf) mengatakan, korban mengenakan kaos warna merah dengan lengan hitam. Ada tulisan wisata monas. Celananya ada gambar gajah dan macam. Kurang lebih seperti itu," ucap Kristina kepada kaltimkece.id, Selasa malam, 10 Desember 2019.

Sebelum mengidentifikasi jenazah balita tersebut, tim forensik terlebih dahulu melepas dan membersihkan pakaian yang telah bercampur lumpur. Ternyata pakaian yang dikenakan sama persis dengan yang disampaikan orangtua korban. Selain pakaian, ditemukan lingkaran karet pampers berukuran M.

"Jadi saya cuci bajunya pakai sabun. Baru mulai kelihatan. Kalau memang (jenazah yang ditemukan) berkaos merah hitam dan sudah robek-robek. Walaupun sudah robek-robek itu, ya terlihat lah memang ada tulisan wisata monas. Setelah itu, kami memanggil bapaknya. Benar tidak bajunya ini dan celananya ini. Dan memang benar," ungkapnya.

"Ada popok hanya tinggal lingkaran karetnya. Ada tulisannya sweetie ukuran M. Kami tanya ke bapaknya, memang kalau popok (Yusuf) ukurannya M. Tapi kalau popok dari rumah bukan merek itu. Tapi tidak tau, apakah diganti saat dipenitipan anak," tambahnya.

Kristina mengatakan, kondisi jenazah yang sudah membusuk membuat rongga di bagian dada terbuka. Tim forensik tak dapat menentukan, apakah ada tanda-tanda kekerasan pada jenazah. Dikarenakan organ dalam, seperti jantung dan paru-paru sudah tidak ada. Sebagian besar tulang-tulang juga sudah terlepas. "Tulang iga juga sudah ada yang lepas, tapi masih ada di badannya," lanjut dia.

Dari hasil pemeriksaan dari bagian tulang leher hingga punggung dan betis masih dalam keadaan lengkap. Meski ada sebagian tulang yang terlepas, namun ia memastikan tidak ada yang patah. Dari pemeriksaan di bagian tulang, dokter forensik tak juga menemukan adanya tindakan kekerasan.

"Tulang yang terlepas itu lengan kanan atas. Itu memang lepas, karena memang  terbuka jaringan lunaknya, sudah hancur membusuk," kata Kristina.

Lantaran organ tubuh telah mengalami kerusakan, pihaknya kemudian mengambil sampel dari bagian tulang untuk pemeriksaan DNA. "Jadi (tulang terlepas) itu yang kami ambil, apabila misalnya nanti diperlukan untuk pemeriksaan DNA," ucapnya.

Kristina menjelaskan, dugaan penyebab terlepasnya bagian kepala pada tubuh jenazah dikarenakan faktor pembusukan. "Kalau keadaan yang bisa membuat (bagian kepala) terlepas, pertama karena faktor pembusukan. Dikarenakan tulang leher dengan tengkorak itu hanya persendian, bukan  tulang padat menyatu," jelasnya.

Dugaan itu dikarenakan, dari hasil pemeriksaan pada seluruh bagian tulang tidak dalam keadaan patah dan masih utuh. Tidak ditemukan adanya bekas luka dari benturan benda tumpul maupun tajam.

"Tetapi yang saya bisa beritahu dan tekankan, tulang-tulangnya itu utuh. Istilahnya tidak ada yang patah atau bekas-bekas benda tajam, itu tidak ada. Kalau misalnya ada suatu kekerasan, pasti di tulangnya itu ada sesuatu. Sedangkan ini tidak. Dari ulang leher itu utuh sampai yang lainnya," jelasnya.

Sementara itu, dari hasil pemeriksaan tim forensik belum dapat diketahui berapa lama waktu kematian jenazah balita tersebut. Secara teori, pembusukan jenazah manusia yang mati di air, akan sangat sulit terdeteksi. Lantaran jenazah di dalam air akan mengalami dua kali lebih lambat penguraian, dibandingkan dengan jenazah yang ada di darat.

"Karena memang air itu, secara teori juga sulit untuk memperkirakan waktu kematiannya. Istilahnya saat proses pembusukan kalau di darat butuh 24 jam (penguraian) sudah bisa terjadi. Sedangkan di air akan sangat sulit," kata Kristina.

Ditambah lagi, kondisi jenazah balita memang masih terbilang steril. Disebabkan balita yang hanya konsumsi sebagian besar adalah ASI. Dengan demikian penguraian akan membutuhkan waktu lama. Berbeda dengan Jenazah manusia yang telah mengkonsumsi beragam jenis makanan.

"Ketika manusia sudah bisa makan bebas, itu akan lebih cepat pembusukannya. Beda dengan bayi yang masih minum ASI, akan lebih lama pembusukannya. Karena tubuhnya masih steril istilahnya."

Kristina lebih dalam menjelaskan penyebab rongga dada dan perut jenazah bayi yang telah terbuka.  Hal tersebut dikarenakan, penguraian jenazah akan dimulai pada jaringan organ yang lunak. Bagian organ dalam tubuh lebih mudah terjadi pembusukan hingga membuat bagian dada ataupun perut lebih mudah terbuka.

"Pembusukan akan dimulai dari jaringan lunak duluan. Dengan begitu, tentunya rongga dada dan perut pasti akan terbuka. Sehingga organ bagian dalam akan lebih dahulu hilang. Yang saya lihat (jenazah diduga Yusuf) bagian dalamnya itu sebagian sudah hilang. Hanya tinggal hati dan usus itupun sudah lunak sekali," ungkapnya.

Kristina mengatakan pihaknya masih mencari referensi untuk dapat menentukan perkiraan waktu kematian pada jenazah di dalam air. "Mungkin nanti akan dicari lagi referensi untuk menentukan perkiraan waktu kematiannya," ucapnya.

Selanjutnya, upaya terakhir identifikasi jenazah balita tersebut adalah Yusuf dengan cara tes DNA. Sebelumnya tim forensik belum bisa melakukan tes DNA dikarenakan orang tua korban dalam keadaan berduka. Setelah berkoordinasi dengan tim penyidik Satreskrim Polresta Samarinda, tes DNA akan baru dilaksanakan pada Rabu, 11 Desember 2019.

"Tadi sudah koordinasi dengan penyidik, hari Rabu (11 Desember 2019) kemungkinan baru mengambil sampel dari orang tua. Dari jenazah, tes DNA menggunakan tulang. Karena menggunakan jaringan lainnya sudah membusuk. Jadi tidak bisa lagi gunakan lainnya," jelasnya.

Kristina kembali menegaskan bahwa pada jenazah balita tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Kemudian dari hasil mengukur panjang jenazah, dari tulang leher hingga ke tulang betis kanan diperkiraan panjang badan 70 tubuh sentimeter. "Nanti akan kita hitung lagi dengan perkiraan panjang badannya (Yusuf)," tutupnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar