Terkini

Tanggapan Gubernur dan Dugaan Oknum TNI di Tambang Ilegal Samarinda

person access_time 5 years ago
Tanggapan Gubernur dan Dugaan Oknum TNI di Tambang Ilegal Samarinda

Foto: Ika Prida Rahmi (kaltimkece.id)

Praktik tambang ilegal kerap terjadi dengan modus yang sama. Tapi bukan sekali-dua kali saja pemerintah dan aparat kecolongan.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Sabtu, 22 Juni 2019

kaltimkece.id Gubernur Kaltim Isran Noor tak mempersoal temuan tambang ilegal di di Jalan Banggeris, RT 5, Kelurahan Tuluk Lerong Ulu, Kecamatan Samarinda Ulu. Mantan Bupati Kutai Timur itu menganggap santai. Bahkan disebut hal biasa.

"Kenapa memang dia (tambang)? Biasa saja kok. Tambang itu biasa," ucap Isran kepada awak media, Kamis, 20 Juni 2019.

"Kamu kan bicara dampak, ya, dampaknya kamu jangan tanya ke saya. Kecuali dia ilegal," tambah Isran yang terburu-buru meninggalkan awak media.

Sejumlah pihak memang merasa kecolongan dengan aktivitas pertambangan ilegal tersebut. Padahal, Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kaltim berkantor hanya 400 meter dari lokasi tersebut. Praktiknya baru ketahuan setelah berlangsung sebulan.

Baca:
 

Kini kasus tersebut dalam penanganan Polresta Samarinda. Kepolisian menjamin kasus diselesaikan hingga pengadilan. Sejumlah nama telah dikantongi. Mulai pemilik lahan hingga penanggung jawab pertambangan. Pemilik lahan berinisial Ai sedangkan penambang adalah Ta.

Dari keterangan saksi, awalnya sejumlah orang meminta izin kepada Ahmad, ketua RT 5. Izin bermaksud melangsungkan pematangan lahan. Luas areal sekitar 5 ribu meter persegi. Belakangan, bukannya pematangan lahan, malah penambangan batu bara dijalankan.  Pihak kelurahan hingga kecamatan sudah meminta berhenti. Tapi tak pernah digubris.

Kamis pagi, 20 Juni 2019, jajaran Satreskrim Polresta Samarinda, bersama Camat Samarinda Ulu, petugas Dinas ESDM dan DLH kaltim mendatangi lokasi. Sudah tidak ditemukan aktivitas. Kepolisian segera memasang garis polisi. Membentang sekitar areal galian dan tumpukan batu bara. Termasuk alat berat berupa ekskavator jenis PC200.

Dari keterangan saksi, polisi turut menerima informasi adanya oknum TNI melindungi aktivitas tersebut. Penyelidikan dilakukan melibatkan Detasemen Polisi Militer Samarinda. Ada dugaan oknum TNI dimaksud bertugas di Denpom VI/1 Samarinda. Intel Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN) langsung dikerahkan.

Meski begitu, Kepala Penerangan Korem Kapten Arh Asrul Azis memastikan hasil penyelidikan tak ditemukan anggota TNI terlibat dalam aktivitas perusakan lingkungan tersebut. "Saya juga sudah cek ke Denpom Samarinda. Dari hasil laporan staf intel kami, tidak ada yang terlibat," Kata Kapten Asrul Azis, Jumat siang, 21 Juni 2019.

Azis merasa nama anggota TNI dikaitkan untuk menakuti dan mengintimidasi penduduk. Sehingga aktivitas pertambangan berjalan dengan leluasa. "Kami dalami, karena ada yang menyebut nama Silalahi, dari hasil lidik tidak ada keterlibatan. Benar memang ada nama Silalahi bertugas di Denpom. Cuma sepertinya hanya jual-jual nama," jelasnya.

Kapten Aziz kembali menegaskan, atas nama Penerangan Korem Aji Surya Natakesuma, terkait dengan kasus tambang ilegal tersebut, tidak ada prajurit TNI terlibat.

Modus Berulang

Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang menyesalkan penambangan ilegal lambat terendus Dinas ESDM Kaltim. Pengawasan pemerintah lalai. Modus tambang ilegal berkedok pematangan lahan sudah sering terjadi.

"Kalau dia melakukan pematangan lahan, pastikan (hasil) batu baranya itu juga ditarik negara. Atau diamankan dan nanti biar pihak berkepentingan bertindak terhadap batu bara yang ditemukan. Mekanismenya seperti itu. Dia tidak punya izin angkut dan izin jual. Kalau enggak punya izin itu, ya, harus diberikan kepada negara," terang Rupang.

Maraknya penambangan ilegal merupakan fenomena. Kerap ditemukan bergerak leluasa karena lemahnya pengawasan. "Hal lainnya adalah, sejumlah oknum aparat diduga turut terlibat. Makanya tidak mengherankan proses penanganan tambang ilegal enggak pernah tuntas," sebutnya.

Dari hasil temuan Jatam, sekitar 12 kasus tambang ilegal diselesaikan tanpa proses sidang. Terjadi sejak 2015. Tak ada tindakan bagi sejumlah pelaku. “Pada masa sekarang saja (penindakan terhadap pelaku) juga mandul. Kami menyayangkan dengan alasan apapun dari kepolisian. Yang mengatakan tidak ada laporan," keluhnya.

Praktik pertambangan ilegal juga dipicu pasar jual beli batu bara. Dari hasil investigasi Jatam, batu bara biasanya dijual ke sejumlah jetty wilayah perairan sungai Mahakam. "Biasanya di kawasan Sangasanga, Muara Jawa, Tenggarong Seberang, dan Sebulu. Tambang ilegal juga terjadi karena aktivitasnya biasa tercampur pertambangan legal," tutupnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar