Terkini

Teka-Teki Penyebab Amblesnya Pura Prajapati di Tenggarong Seberang

person access_time 5 years ago
Teka-Teki Penyebab Amblesnya Pura Prajapati di Tenggarong Seberang

Foto: Fachrizal Muliawan (kaltimkece.id)

PT Kitadin membantah aktivitas pertambangan perusahaan sebagai alasan dari bencana tersebut. Meskipun mengakui jarak galian dengan permukiman kurang dari ketentuan minimal.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Selasa, 18 Juni 2019

kaltimkece.id Hujan masih mengguyur Desa Kerta Buana, Tenggarong Seberang. Sebuah desa transmigran asal Bali di Kutai Kartanegara. Sabtu pagi, 15 Juni 2019, satu keluarga menyambangi Pura Prajapati. Lokasinya di pinggir desa. Bermaksud melaksanakan prosesi upacara ngaben.

Pura Prajapati juga berada di lokasi pekuburan umat hindu. Umumnya, satu desa adat Hindu Bali, hanya memiliki satu pura. Namun, pagi itu Pura Prajapati didapati ambles. Sebagian besar bangunan ambruk.

kaltimkece.id menyambangi tempat ibadah tersebut pada Minggu siang, 16 Juni 2019. Hasil pantauan di lapangan, posisi bangunan pura yang ambles berada di tengah-tengah bukit. Dua tugu penjaga (pengapit lawang) di depan gerbang rusak. Salah satunya bahkan rubuh. Penurunan posisi lantai pura terjadi sekira satu meter.

Hujan deras mengguyur daerah tersebut sepuluh hari sebelumnya. Tepatnya 5-6 Juni 2019. Namun, faktor cuaca diduga hanya salah satu faktor dari amblesnya tanah sekitar.

Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PDHI) Desa Kerta Buana Kutai Kartanegara I Komang Widyana, menyebut bahwa retakan kecil sudah terlihat beberapa bulan lalu. Tak ada yang mengira retakan kecil berkembang separah itu. Pencegahan penurunan tanah dilakukan. Sekeliling pura diturap. Tapi bangunan keburu ambles sebelum kegiatan selesai.

"Dalam kepercayaan kami, tak bisa buru-buru menyalahkan pihak lain," ujarnya. Rapat dilakukan dengan warga. Mengingat tempat ibadah adalah tanggung jawab umat, warga berencana urunan. Pura Prajapati bakal dipindah ke lokasi yang lebih rendah. Dan mengingat pentingnya fungsi Pura Prajapati, relokasi dilakukan secepatnya. Rritual ngaben praktis harus dipindah. "Kami akan mengadakan ritual kembali untuk pemindahan. Sehingga jika ada yang meninggal kami sepakat rehab dan ritual dengan tempat sederhana," jelasnya.

Kerta Buana dan Pertambangan

Memendar pandang ke arah barat daya dari pura, terlihat aktivitas penambangan batu bara. Menurut penuturan warga di sana, aktivitas pertambangan tersebut berlangsung 24 jam.

Kerta Buana I Ketut Bagia Yasa adalah salah satu warga setempat. Ia menduga aktivitas tambang di dekat pura sedikit-banyak memberi dampak. Apalagi pada 2017 sempat ada kejadian serupa. Sawah dekat lokasi eksplorasi tambang, bergeser ke arah area penambangan.

Warga transmigrasi dari Bali pertama kali menempati kawasan tersebut pada 1980. Tepatnya 11 Oktober 1980. Saat itu, 400 kepala keluarga dipindah ke Desa Kerta Buana. Pada kemudian hari, desa tersebut dikenal sebagai Kampung Bali.

Pura Prajapati juga dibangun 1980. Memasuki 2012, pura dibangun secara permanen. Baru pada 2015 bangunan menyerupai pura. Kemudian terus dilakukan pengembangan hingga 2017. "Cukup lama proses pembangunannya," ujar Ketut Bagia.

Merujuk data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, konsesi batu bara menambang di daerah tersebut adalah PT Kitadin. Dari penuturan Ketut, perusahaan tersebut sudah beroperasi di Kecamatan Tenggarong Seberang ketika warga imigran tiba pada 1980. Pola pertambangan dilakukan dari bawah tanah. Pada 2011, perusahaan mendapat izin usaha pertambangan (IUP) dari Pemkab Kutai Kartanegara. Belakangan dimulai sistem penambangan terbuka.

Pada 2014 sempat dilakukan pertemuan dengan warga. Tapi penduduk menolak direlokasi. Sawah-sawah setempat adalah sumber penghasilan. "Mayoritas warga bermata pencarian sebagai petani," ungkapnya.

Ulangan Peristiwa 2017

Senin, 17 Juni 2019, Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang menunjukan hasil foto udara yang diambil di lokasi ambles kepada kaltimkece.id. Dari situ diketahui jarak dari pura ke bibir terluar tambang adalah 450 meter.

PT Kitadin adalah anak perusahaan dari Indo Tambang Megahraya (ITM) Group. Memiliki izin dengan nomor IUP 540/017/IUP-OP/MB-PBAT/2011. Mendapat kuasa di lahan seluas 2.973 hektare dengan status izin clean and clear (CNC).

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 4/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara, menyebut jarak tepi lubang tambang paling sedikit 500 meter dari permukiman. Ketentuan jarak minimal mengacu kemungkinan radius getaran yang disebabkan aktivitas pertambangan.

Jatam Kaltim sebelumnya mendapati laporan kejadian serupa di lokasi sekitar pada 2017. Sedikitnya 39 rumah retak. Diduga akibat aktivitas pertambangan. Rumah-rumah tersebut berada di RT 16, Dusun Sida Karya, Desa Kerta Buana. Perusahaan mengganti rugi dengan membeli rumah-rumah yang rusak. "Nyaris satu RT yang terdampak," ungkap Rupang.

Atas kejadian di Pura Prajapati, Rupang menduga dipicu aktivitas yang sama. "Bila alasannya curah hujan dan semacamnya, sebaiknya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera melakukan investigasi lingkungan," ujarnya.

Jatam melihat kondisi Pura Prajapati seperti kejadian di Sangasanga pada Desember 2018 lalu. Kejadian kala itu membuat jalur utama penghubung Sangasanga-Muara Jawa putus total. "Yang sempat jadi salah satu faktor adanya jalur air di dalam tanah yang menyebabkan tanah di atasnya menjadi labil," tutur dia.

Bantah karena Tambang

Bambang Kawuriyan, head Departement CSR PT Kitadin, mengamini jarak antara pura dan bibir tambang adalah 450 meter. Hal itu dia tunjukkan dengan mengirim gambar dengan keterangan jarak antara pura dan bibir tambang. Namun, dia bersikukuh, penyebab amblesnya pura murni karena curah hujan tinggi. Hal tersebut juga diketahui setelah berkomunikasi dengan para pemuka adat. "Karenanya tanah menjadi labil, ditambah pura dibangun di atas tanah uruk," ujarnya, singkat.

Menurut Jatam, selain jarak, ada beberapa aturan dilanggar dari kejadian di Desa Kerta Buana. Salah satunya Undang-Undang 6/2014 tentang Desa karena menghilangkan kearifan lokal dan menghabisi kawasan desa, termasuk permukiman sebagai wilayah desa.

Jarak pertambangan PT Kitadin di samping persawahan, juga berdampak terhadap rusaknya irigasi petani. Menyebabkan sawah longsor bergerak menuju lubang tambang. Perusahaan juga diduga melanggar Undang-Undang 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. "Tidak diperkenankan, kawasan pertanian dialihfungsikan ke sektor apapun di luar pertanian pangan," imbuh Rupang. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar