Terkini

Tewasnya Bocah di Tangan Kekasih Sejenis Bibinya, Dibanting ke Lantai lalu Mati Batang Otak

person access_time 4 years ago
Tewasnya Bocah di Tangan Kekasih Sejenis Bibinya, Dibanting ke Lantai lalu Mati Batang Otak

Jenazah Buyung di RS AW Sjahranie, Samarinda (giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Tiga hari kritis, bocah yang dianiaya meninggal dunia. Disebabkan matinya batang otak.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Rabu, 02 Oktober 2019

kaltimkece.id Bocah tujuh tahun dari Sangasanga ini sempat koma. Ia dianiaya oleh kekasih sejenis bibinya. Selepas tiga hari kritis, nyawanya tak tertolong lagi. Tepat pukul 16.00 Wita, Rabu, 2 Oktober 2019, anak tersebut meninggal setelah dirawat di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU), RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda.

Ketika reporter kaltimkece.id tiba di rumah sakit pukul 17.18 Wita, empat anggota keluarga korban duduk melantai. Mereka bersila di di depan pintu masuk ruang PICU. Keempatnya adalah ibu, nenek, bibi, dan paman korban. Tak satu pun mereka yang berbicara. Sorot mata keempatnya sayu. Seolah tak ada lagi tenaga memerhatikan orang yang lalu-lalang.

Pukul 17.40 Wita, jenazah sampai di kamar mayat. Dibawa tiga perawat yang bertugas di ruang PICU. Jenazah telah terbalut rapi dengan kain batik cokelat. Dilapisi selimut rumah sakit berwarna hitam dan putih. Pukul 19.00 Wita, jenazah dibawa ke rumah nenek korban di Sangasanga, Kutai Kartanegara.

Buyung—bukan nama sebenarnya, merupakan pasien rujukan dari Puskesmas Rawat Inap, Kelurahan Bantuas, Kecamatan Palaran, Samarinda. Dari catatan dokter, pasien tersebut masuk Instalasi Gawat Darurat RSUD AWS pada 30 September 2019, pukul 08.45 Wita. Kondisinya sudah koma.

Buyung diduga kuat korban penganiayaan. Sosok yang disangka tega menyiksanya adalah seorang perempuan. Disebut-sebut kekasih sesama jenis bibi Buyung. Penganiayaan terjadi pada Senin, 30 September 2019, di Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara. Buyung dianiaya di hadapan bibinya.

Baca juga:

Kisah Pilu Bocah 7 Tahun, Dianiaya Kekasih Sesama Jenis Bibinya hingga Koma

Humas RSUD Abdul Wahab Sjahranie, dr Arysia Andhina, mengatakan bahwa mulai Senin pagi, 30 September 2019, empat dokter spesialis dikerahkan. Keempat dokter terdiri dari spesialis anak, spesialis bedah anak, spesialis saraf, dan spesialis anastesi.

Dari pemeriksaan computerized tomography atau CT Scan, diketahui terdapat pembekuan darah di kepala Buyung. Pada 30 September 2019, Buyung dioperasi untuk mengambil darah beku tersebut. Operasi berjalan pukul 16.45-17.30 Wita.

Tuhan rupanya lebih menyayangi Buyung. Cedera di kepalanya kelewat berat. Setelah dibantu alat pernapasan untuk memperpanjang hidup, ia hanya bertahan tiga hari. Buyung meninggal. Penyebab utamanya adalah mati batang otak atau MBO.

Batang otak memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidup. Bagian ini adalah pengendali aliran pesan antara otak dengan bagian tubuh yang lain. Mengendalikan pula fungsi tubuh dasar seperti bernapas. Disebut batang otak lantaran bentuknya menyerupai batang. Posisinya di dasar otak dan terhubung ke saraf tulang belakang.

Dalam dunia medis, kematian batang otak bisa disebabkan beberapa hal. Umumnya serangan jantung, stroke, dan pembekuan darah. Termasuk cedera kepala parah sebagai pemicunya.

Ditetapkan Tersangka

Sebelum Buyung meninggal, si terduga penganiaya ditetapkan tersangka oleh Unit Reskrim Polsek Sangasanga. Tepatnya pada Rabu pagi, 2 Oktober 2019.

Kepala Kepolisian Sektor Sangasanga, Inspektur Satu Muhammad Afnan, mengatakan bahwa dari perkembangan penyelidikan, penganiayaan diketahui sudah terjadi sepekan sebelumnya. Pada 29-30 September 2019, pola penganiayaan semakin keras.

Dalam kurun dua hari tersebut, korban ditengarai dianiaya dengan benda tumpul. Dipukulkan ke tubuh dan kepala. "Bahkan dalam pengakuannya, tersangka sempat mengangkat tubuh korban kemudian menjatuhkannya ke lantai keramik," cerita perwira balok dua itu.

Hal itulah yang membuat korban koma. Berdasar pengakuan tersangka, saksi, serta barang bukti berupa gesper, gantungan baju, dan sepatu, mencukupi unsur menaikkan status terduga menjadi tersangka.

Kepala Unit Reserse Kriminal, Polsek Sangasanga, Inspektur Dua Suharyanto, menyebut polisi telah mengajukan permohonan autopsi. Pihak keluarga, persisnya ibu korban, tidak meluluskan permintaan itu. Ibu Buyung beralasan tidak tega melihat jenazah anaknya diautopsi.

Pasal yang menjerat tersangka juga dipastikan berubah. Mula-mula, tersangka dijerat Pasal 80 ayat (2) UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Setelah korban meninggal, tersangka dikenakan ayat tiga dari pasal yang sama. Ancaman hukuman naik menjadi paling lama 15 tahun penjara. (*)

Catatan redaksi: Berita ini mengikuti Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) sebagaimana diatur Dewan Pers, sesuai Undang-undang 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Editor: Bobby Lolowang

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar