Balikpapan

Mengunjungi Usaha Peyek Beromzet Ratusan Juta di Balikpapan

person access_time 1 year ago
Mengunjungi Usaha Peyek Beromzet Ratusan Juta di Balikpapan

Co-Founder Peyek Kepiting Kampoeng Timoer, Gilang. FOTO: SEPTIANUS HENDRA-KALTIMKECE.ID

Usaha ini dimulai dari perjuangan yang tak kenal lelah. Pemiliknya sudah berkali-kali gagal menjalankan bisnis namun selalu bangkit.

Ditulis Oleh: Septianus Hendra
Senin, 24 Juli 2023

kaltimkece.id Begitu lulus dari sekolah menengah umum di Purwokerto, Jawa Tengah, Filsa Budi Ambia meneguhkan niatnya merantau ke Balikpapan. Lelaki itu ingin menyusul saudaranya yang bekerja sebagai pegawai negeri. Ia juga yakin, masa depannya yang lebih baik ada di Kota Minyak.

Filsa tiba di Balikpapan pada 2006. Tak ingin membuang waktu, ia bergegas menebar surat lamaran kerja ke sejumlah perusahaan. Beberapa waktu kemudian, sebuah perusahaan tambang di luar Balikpapan memberikan kabar baik. Filsa diterima kerja di perusahaan tersebut sebagai sopir truk. Gayung segera bersambut.

“Di perusahaan itu, dia mendapatkan upah Rp 2 juta per bulan,” cerita Gilang, rekan kerja Filsa, kepada kaltimkece.id di Balikpapan, Rabu, 19 Juli 2023.

Sebagian gajinya itu ia tabung. Setelah tiga tahun bekerja, entah apa sebabnya, Filsa mengundurkan diri dari perusahaan tambang. Pada 2010, menggunakan uang tabungan, ia menyewa sepetak lahan di pinggir jalan di Balikpapan. Di situ, ia menjual lalapan ayam. Akan tetapi, usaha ini hanya bertahan tiga bulan. Filsa menutup usaha tersebut karena sepi pengunjung.

Di tengah kebingungan karena tak memiliki pekerjaan, keluarganya memberikan kabar. Filsa diminta segera pulang kampung untuk menikahi tunangannya. Setelah menghitung sisa uang tabungan, ia kembali ke kampung halamannya di Jawa Tengah dan membeli cicin. Resepsi pernikahannya pun digelar.

Filsa belum menyerah mengadu peruntungan di Balikpapan. Setelah menikah, ia memboyong istrinya ke Balikpapan. Ia lantas meminjam sejumlah uang dari kartu kredit. Kartu ini ia dapatkan sewaktu berkerja di perusahaan tambang. Menggunakan uang pinjaman, ia berjualan martabak mini.

Usaha tersebut berbuah manis. Banyak orang menyukai martabak buatan Filsa. Ia pun segera tancap gas mengembangkan usaha martabak dengan membuka 35 cabang di sejumlah daerah di Indonesia. Akan tetapi, belum lama menikmati buah manis dari usaha ini, cobaan kembali datang. Filsa mengaku ditipu rekan kerjanya. “Akibatnya, usaha martabak mini harus ditutup,” kata Gilang.

Kehilangan usaha tersebut membuat kehidupan Filsa menjadi kacau. Saat itu, ia telah memiliki seorang anak berusia tujuh bulan. Di samping memikirkan membeli susu untuk buah hatinya, ia juga terus diburu penagih utang. Uang yang ia pinjam di kartu kredit belum lunas. Ia bahkan menunggak membayar uang kontrakan rumah selama tiga bulan.

Untuk bertahan hidup, sang istri meminta Filsa menggadaikan cincin pernikahan mereka. Hasil gadai cincin digunakan membayar sebagian tunggakan kontrakan rumah serta membeli beras dan susu anak. Setelahnya, uang di kantong Filsa tersisa Rp 100 ribu. Ia memanfaatkan uang itu untuk membuat peyek kacang. Ilmu mengolah kudapan ini ia peroleh dari tetangganya.

Toko Peyek Kepiting Kampoeng Timoer di Balikpapan. FOTO: SEPTIANUS HENDRA-KALTIMKECE.ID

Filsa memasarkan peyek kacang buatannya melalui sejumlah toko dengan harga Rp 2 ribu per bungkus. Salah satu toko yang menjadi tempat Filsa mendistribusikan peyek kacang adalah toko milik seorang warga Tionghoa. Suatu hari, Filsa berdisukis dengan pemilik toko tersebut. Si pemilik toko disebut memberikan kiat meraih untung besar dari usaha peyek kacang. Caranya, kemasan peyek kacang harus dibuat semenarik mungkin. Saran tersebut memunculkan ide baru. Filsa tak lagi membuat peyek menggunakan kacang melainkan kepiting.

Peyek kepiting buatan Filsa laku keras. Ia pun meningkatkan produksi peyek kepiting. Dalam pembuatan peyek kepiting, ia dibantu istri, Gilang, dan tiga kerabatnya. Produk tersebut kemudian diberi nama merek Peyek Kepiting Kampoeng Timoer. Belakangan, Gilang didapuk menjadi Co-Founder Peyek Kepiting Kampoeng Timoer. Usaha peyek kepiting semakin besar setelah penyanyi Ariel Noah berfoto bersama Peyek Kepiting Kampoeng Timoer.

“Kesempatan itu didapat saat Ariel Noah menggelar konser di Balikpapan,” kata Gilang. 

Pada 2014, Peyek Kepiting Kampoeng Timoer diikutkan lomba wirausaha mandiri berskala nasional. Dalam lomba ini, produk tersebut meraih juara satu kategori muda kreatif. Uang dari juara lomba ini digunakan menyewa sebuah rumah toko di Kelurahan Gunung Samarinda, Balikpapan Utara. Ruko tersebut dimanfaatkan untuk meproduksi dan menjual peyek kepiting.

Pelanggan peyek kepiting tak hanya dari Balikpapan. Gilang mengatakan, pemesan juga datang dari luar daerah. Peyek Kepiting Kampoeng Timoer bahkan sempat diekspor ke beberapa negara. Kini, Peyek Kepiting Kampoeng Timoer memiliki dua cabang di Balikpapan dan satu cabang di Yogyakarta. Cabang di Yogyakarta bernama Mr Crab. Selain di toko pribadi, produk tersebut juga dipasarkan di sejumlah toko oleh-oleh, termasuk bandara, hotel, dan supermarket.

Peyek Kepiting Kampoeng Timoer tersedia dalam tiga rasa yakni orisinal, pedas, dan lada hitam. FOTO: SEPTIANUS HENDRA-KALTIMKECE.ID

Produksi Peyek Kepiting

Kepiting-kepiting yang digunakan Peyek Kepiting Kampoeng Timoer didapat dari sejumlah nelayan dan pengepul. Gilang menjelaskan cara membuat peyek kepiting. Awalnya, daging kepiting dicampur dengan tepung dan bumbu khas. Hasil olahan kemudian digoreng dalam tiga tahap yakni percetakan, pematangan, dan pengembangan. Waktu pembuatannya sekitar delapan jam. Selesai dimasak dan dikemas, peyek kepinting langsung dikirim ke toko agar kualitasnya tetap segar.

“Biasanya, kami menghabiskan 40 kilogram daging kepiting per hari,” sebut Gilang.

Dari 40 kg daging itu, sambung dia, dapat menghasilkan 2.500 bungkus peyek kepiting. Ada dua macam ukuran kemasannya yakni 45 gram dan 85 gram. Peyek kepiting ini tersedia dalam varian rasa orisinal, pedas, dan lada hitam. Harganya dari Rp 15 ribu sampai 30 ribu per bungkus. Dalam sebulan, omzet dari usaha ini dilaporkan mencapai ratusan juta rupiah.

“Satu outlet saja bisa menghasilkan omzet Rp 80 juta per bulan,” beber Gilang.

Saat ini, Peyek Kepiting Kampoeng Timoer memiliki 23 karyawan. Tujuh orang dipekerjakan di bagian produksi, enam orang di bagian pengemasan, dan sisanya di bagian pemesaran. Selain menjual peyek, Peyek Kepiting Kampoeng Timoer juga memasarkan produk dari sejumlah UMKM lainnya.

“Saya berharap, Kampoeng Timoer menjadi sentral oleh-oleh khas Balikpapan bahkan Kaltim,” ucap Gilang. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar