Ekonomi

Ancaman Kota Mati di Kaltim, Peringatan Serius dari Ngobrol Santai bersama Kepala BI Perwakilan Kaltim

person access_time 3 years ago
Ancaman Kota Mati di Kaltim, Peringatan Serius dari Ngobrol Santai bersama Kepala BI Perwakilan Kaltim

Angkutan batu bara di Sungai Makaham (foto: arsip kaltimkece.id)

Paling cepat 20 tahun lagi, batu bara tidak menjadi sumber energi utama. Kaltim dalam ancaman kota mati jika tak berubah dari sekarang.

Ditulis Oleh: Fel GM
Jum'at, 26 Februari 2021

kaltimkece.id Dua tongkang batu bara di kejauhan menyusuri Sungai Mahakam dalam kecepatan rendah ketika Tutuk SH Cahyono berbicara mengenai riwayat sebuah kota mati di Sumatra. Di kantornya di Jalan Gajah Mada, Samarinda, yang berhadapan dengan Sungai Mahakam, kepala Perwakilan Bank Indonesia Kaltim itu mengingatkan kebergantungan Kaltim terhadap sumber daya alam. Tanpa transformasi ekonomi secara fundamental, sejumlah daerah di Kaltim bisa menjadi kota mati.

Kamis, 25 Februari 2021, Tutuk menerima kaltimkece.id dalam pertemuan kecil di bawah protokol kesehatan. Kepada direktur utama kaltimkece.id, Fitri Ekadinanti, serta Fel GM selaku penanggung jawab redaksi, Tutuk menjabarkan peringatannya. Kota mati adalah kota yang ditinggalkan penduduk karena SDA telah habis dikeruk. Sebuah daerah penghasil timah di Sumatra pernah mengalaminya.

Peringatan Tutuk bukan tanpa dasar. Lebih dari satu dekade, fondasi ekonomi Kaltim amat bergantung dari sektor pertambangan. Sepanjang 2020 manakala pandemi Covid-19 menerjang, batu bara tetap saja idola. Andil sektor ini mencapai 41,43 persen dari Rp 607,32 triliun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim atas dasar harga berlaku.

“Masalahnya kita semua sudah tahu, suatu saat batu bara pasti habis,” jelas Tutuk.

Pemprov Kaltim pernah mengumumkan cadangan batu bara Bumi Etam. Deposit yang tercatat sebanyak 12,45 miliar ton sementara yang belum tercatat adalah 45 miliar ton. Apabila produksi Kaltim bertahan di angka 240-an juta ton per tahun, deposit batu bara Kaltim habis dalam 50 tahun. Kurun tersebut menjadi lebih pendek dengan kecenderungan sejumlah negara tujuan ekspor yang semakin peduli energi bersih. Berbagai analis memperkirakan, batu bara semakin sedikit digunakan pada 20 tahun mendatang.

Untuk keluar dari jerat kota mati, Tutuk mengatakan, Kaltim mesti meningkatkan daya saing terutama dari sektor produktif. Meningkatkan daya saing memang tidak mudah tetapi bukan berarti mustahil. Ia berhubungan dengan infrastruktur, kenyamanan investasi, investasi yang berkualitas, dan sumber daya manusia.

Faktor pertama adalah kondisi infrastruktur. Di sejumlah daerah di Kaltim, infrastruktur masih terbatas. Padahal, ketersediaan jalan, pelabuhan, hingga pasokan listrik yang memadai tentu dibutuhkan bagi pelaku usaha maupun calon investor.

“Mulai dari sektor UMKM hingga investasi skala besar,” terang Tutuk.

Faktor kedua dari peningkatan daya saing adalah kenyamanan investasi. Faktor ini sebenarnya terjadi di skala nasional. Regulasi di Indonesia yang sebelumnya amat berliku menyebabkan investasi menjadi berbiaya tinggi. Akibatnya, banyak investor memilih Thailand atau Vietnam yang dianggap lebih ramah.

Pemerintah pusat berupaya memangkas keruwetan regulasi melalui UU Cipta Kerja. Dalam pandangan Tutuk, Kaltim harus berupaya menindaklanjuti secara konkret sehingga kemudahan investasi benar-benar dirasakan. Kaltim tentu tidak perlu menerima semua investasi. Akan lebih baik jika modal yang masuk ke Kaltim adalah investasi yang berkualitas.

“Investasi berkualitas adalah investasi jangka panjang yang menyerap banyak tenaga kerja. Harus ada pula kepastian transfer teknologi dan pengetahuan kepada tenaga kerja lokal. Dan jangan lupa, membawa efek domino bagi UMKM,” urainya.

Investasi berkualitas ini sangat penting dalam tata kelola SDA. Beragam hilirisasi dari batu bara dan minyak sawit mentah dapat terealisasi melalui investasi berkualitas. Contohnya adalah pembuatan metanol dari batu bara hingga pabrik mentega dan kosmetik berbahan baku CPO.

“Hilirisasi ini merupakan bagian penting dalam transformasi ekonomi Kaltim,” jelasnya.

Baca juga:
 

Faktor ketiga dalam meningkatkan daya saing Kaltim adalah sumber daya manusia. Tutuk mengatakan, selain pendidikan yang berkualitas, pembentukan karakter adalah kunci peningkatan daya saing. Pada saat SDM di Kaltim berpendidikan baik dan berkarakter, sektor-sektor usaha yang berhubungan dengan ekonomi kreatif pasti maju.

“SDM yang berkarakter juga tentu bijak dalam mengelola SDA,” pesannya.

Tutuk menyimpulkan, peningkatan daya saing dan transformasi ekonomi adalah kata kunci bagi Kaltim. Waktu untuk meningkatkan daya saing tidak banyak sebagaimana deposit batu bara yang tersisa 50 tahun lagi. Atau, kecenderungan konsumsi batu bara yang kira-kira turun drastis 20 tahun lagi. “Lewat perbaikan infrastruktur, kenyamanan investasi, investasi yang berkualitas, dan SDM yang baik, Kaltim akan terhindar dari jeratan kota mati,” tutupnya. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar