Ekonomi

Dampak Covid-19 di Industri Maritim Kaltim, Pengusaha Galangan Kapal Minta Relaksasi

person access_time 4 years ago
Dampak Covid-19 di Industri Maritim Kaltim, Pengusaha Galangan Kapal Minta Relaksasi

Aktivitas di usaha galangan kapal Samarinda. (istimewa)

Pengusaha galangan kapal menjerit dibuat pandemi Covid-19. Berharap keringanan dari pemerintah.

Ditulis Oleh: Robithoh Johan Palupi
Senin, 08 Juni 2020

kaltimkece.id Dampak Covid-19 ternyata berdampak juga pada industri maritim. Para pengusaha yang menggantungkan kegiatan pada sektor perkapalan, juga merasakan imbasnya. Kini mereka meminta perhatian pemerintah dalam bentuk relaksasi keuangan.

Kepada kaltimkece.id anggota Ikatan Perusahaan Industri Galangan Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Kaltim memaparkan beberapa hal yang perlu jadi perhatian pemerintah. Salah satu yang paling mengemuka dalam diskusi ringan di kantor Badan Klasifikasi Indonesia (BKI) Cabang Utama Samarinda, Jalan MT Haryono, Jumat malam, 5 Juni 2020, adalah tentang belum maksimalnya perhatian pemerintah pada bidang usaha maritim. 

Saat pandemi seperti sekarang ini, industri maritim sebenarnya masih menjadi tulang punggung arus distribusi barang. Apalagi ketersediaan bahan baku di Kaltim, sebagian besar masih disuplai dari luar pulau. Juga, dalam menjaga perputaran ekonomi Kaltim yang didominasi sektor pertambangan batu bara, keberadaan industri kapal turut menentukan.

Muhammad Ridwan, Sekretaris Iperindo Kaltim menyebut, imbas dari pandemi berpengaruh pada penurunan sekitar 40 persen omzet. Iperindo selain membuat kapal baru, juga melayani perawatan kapal. 

“Kalau kapal baru, karena sudah terikat kontrak, kami tetap bisa jalan untuk menyelesaikan pesanan. Tapi dari sisi kapal yang masuk dok (docking), sepertinya pengusaha pelayaran berusaha menekan biaya operasional dan menunda perawatan rutin,” ungkap Haji Wawan, panggilan karib Muhammad Ridwan.

Sejatinya, dalam usaha perkapalan, perawatan secara berkala adalah hal wajib yang harus dilakukan. Kepala BKI Cabang Utama Samarinda, Imam Kusnandar menyebut, jika perawatan rutin sampai diabaikan, risiko terbesar adalah kecelakaan kapal. Dari sudut pandangnya, kapal adalah moda tranpsortasi yang tidak bisa disamakan dengan kendaraan di darat. Kelayakan berlayar harus selalu dikontrol, mengingat penggunaan dalam jangka waktu panjang, akan menurunkan kualitas kapal.

 “Itulah yang membuat kapal memiliki kewajiban untuk terus disertifikasi dan dilakukan pengecekan secara berkala,” ungkap Imam Kusnandar.

Arti penting dan strategisnya industri perkapalan dalam mendukung kelancaran ekonomi Indonesia inilah yang diharapkan mampu membuka mata pemerintah daerah dan pusat untuk lebih peduli. Pasalnya, industri perkapalan adalah industri padat modal yang selalu melibatkan pihak penjamin keuangan untuk turut terlibat. 

“Mustahil jika ada pengusaha yang membangun galangan kapal sendirian tanpa modal dari pihak lain. Ini industri yang melibatkan uang dalam jumlah banyak. Biasanya para pengusaha mendapat dukungan dana dari investor. Karena iklim perbankan di Indonesia belum banyak bisa diharapkan, satu jalan keluar yang biasa ditempuh adalah dengan menggandeng investor,” lanjut Ketut Ginatra, anggota Iperindo Kaltim yang juga sebagai pengelola PT Candi Pasifik Shipyard. 

Menjadi sangat menyulitkan para pengusaha, karena bunga perbankan di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Khususnya bagi untuk para pengusaha galangan kapal. Perbankan menawarkan bunga pinjaman antara 12-14 persen. Nilai itu dianggap terlalu tinggi jika dibandingkan negara tetangga seperti Singapura yang memberikan pinjaman hanya dengan bunga 2-5 persen untuk keperluan industri.

“Pengusaha bisa dibilang masih jadi sapi perah perbankan. Hanya mereka yang punya keberanian besar, dan sudah memiliki jaringan yang bagus dengan para pengusaha pelayaran yang siap menanggung risiko jika harus meminjam dana ke bank untuk mendukung usaha galangan kapal,” lanjut Ketut Ginatra.

Penguatan sisi finance dari perbankan juga bukan satu-satunya persoalan yang dihadapi. Faktor lain seperti perizinan juga kerap merepotkan para pengusaha galangan kapal. “Karena itu, kami sangat berharap bisa mendapatkan keringanan, atau relaksasi dari pemerintah. Misalnya, dalam hal penundaan pembayaran pajak. Bukannya kami tidak mau membayar, tapi jika ada formula penundaan, setidaknya kami punya waktu untuk mengatur napas dan mencegah kondisi yang tidak diinginkan seperti PHK karyawan,” ungkap Haji Wawan.

Terkait hal ini, Agus Sakhlan, anggota Iperindo yang juga Ketua DPC Indonesian National Shipowners Association (INSA), menyebut banyak pengusaha di Indonesia yang akhirnya memilih menghimpun kekuatan dengan pengusaha asing. Atau juga sebaliknya. Karena melihat peluang besar industri perkapalan di Indonesia, banyak pengusaha asing yang join dengan pengusaha lokal untuk menanamkan modalnya. 

“Itu yang akhirnya melemahkan pengusaha lokal. Seharusnya pemerintah Indonesia memberikan kemudahan-kemudahan. Khususnya dalam urusan perbankan. Itu bisa dilihat dari angka bunga bank yang ditawarkan,” ucap Agus Sakhlan. 

Sejauh ini, di sepanjang aliran Sungai Mahakam, sedikitnya ada 105 usaha galangan kapal. Meski demikian, baru 16 di antaranya yang sudah bersedia bergabung dalam Iperindo. Adi Wijaya, anggota Iperindo mengatakan, belum semua pengusaha kapal memiliki kesadaran yang sama dalam hal menghimpun diri. Ia berharap, ke depannya akan lebih banyak pengusaha yang bergabung dengan Iperindo.

“Saya tidak menyalahkan mereka yang belum mau bergabung. Yang jelas, kami di Iperindo akan terus menyuarakan berbagai permasalahan yang jadi kendala bersama. Harapannya satu, industri ini akan semakin banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat,” ungkap Adi Wijaya. (*)

 

Ikuti berita-berita berkualitas dari kaltimkece.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar