Ekonomi

Derita Kaltim Atas Sengkarut Pemerintah Melarangan Ekspor Sawit

person access_time 2 years ago
Derita Kaltim Atas Sengkarut Pemerintah Melarangan Ekspor Sawit

Aktivitas perkebunan kelapa sawit di Kaltim (foto: arsip kaltimkece.id)

Pemerintah memastikan bukan ekspor CPO yang dilarang malainkan RDP palm olein. Walau demikian, dampaknya tidak jauh berbeda.

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Rabu, 27 April 2022

kaltimkece.id Pemerintah sempat mengumumkan larangan ekspor crude palm oil (CPO). Belakangan, komoditasnya direvisi, bukan CPO yang tak boleh dikirim ke luar negeri melainkan hanya refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein alias produk turunan minyak sawit mentah. Meski demikian, kesimpangsiuran itu terlanjur melambungkan harga CPO dunia. Sejumah pelaku usaha sawit di Kaltim pun mengecam.

Mengenai larangan ekspor CPO disampaikan Presiden Joko Widodo. Dalam siaran pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 22 April 2022, Jokowi menjelaskan, kebijakan tersebut dibuat agar kebutuhan CPO dalam negeri selalu tersedia dan harga minyak goreng bisa terjangkau.

“Pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis, 28 April 2022, sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” kata Presiden. Akan tetapi, ia tidak merincikan komoditas yang dilarang ekspor.

Baru tiga hari kemudian, Senin, 25 April 2022, pemerintah pusat menerbitkan surat edaran yang isinya memperjelas larang ekspor yang dimaksud Jokowi. Dalam salinan surat yang diterima kaltimkece.id, Kementerian Pertanian menyatakan bahwa ekspor CPO tidak dilarang. Yang dilarang hanyalah RDP palm olein yang berat kemasannya di bawah 25 kilogram. RDP palm olein adalah produk turunan hasil rafinat dan fraksionasi CPO yang digunakan sebagai bahan baku membuat minyak goreng.

Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ujang Rachmad, membenarkan isi surat edaran tersebut. “Ya, yang dilarang itu bahan baku membuat minyak goreng,” jelas Ujang kepada kaltimkece.id. Ia pun meminta seluruh masyarakat tidak bersikap reaksioner menanggapi kebijakan tersebut.

Walau sudah diperjelas, pernyataan Presiden Jokowi soal larang ekspor CPO telah mengerek harga CPO dunia naik. Berdasarkan pantauan di Bursa Berjangka Malaysia pada 26 April 2022, harga minyak sawit mentah untuk penyerahan Mei 2022 sebesar 7.080 ringgit Malaysia per ton. Sedangkan pada hari pengumuman larang ekspor CPO, harga minyak sawit mentah untuk penyerahan Mei 2022 masih 6.808 ringgit per ton.

_____________________________________________________PARIWARA

Protes Pelaku Sawit

Kebijakan pemerintah melarang ekspor RDP palm olein menuai kecaman dari kalangan pelaku sawit di Kaltim. Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kaltim, Azmal Ridwan mengkhawatirkan, kebijakan tersebut bisa membuat ekspor CPO juga dilarang. Masalahnya, kedua produk tersebut saling berkaitan.

“Kalau sampai CPO yang dilarang, bukan hanya perusahan, pemanen (petani sawit) pun berhenti,” ucapnya kepada kaltimkece.id pada kesempatan yang berbeda.

Pendapat Azmal itu bukan tanpa dasar. Kalangan pengusaha sawit, terang dia, sudah mengikat kontrak perjanjian jual beli CPO dengan konsumen luar negeri. Seandainya ekspor CPO yang dilarang, tentu berpotensi melanggar perdagangan luar negeri.

“Itu berarti, Indonesia enggak komit dalam bisnis. Sudah kontrak, kok, sak karep e dewe,” sebut Azmal. Ia pun memberi bantahan soal alibi pemerintah melarang ekspor produk turunan CPO karena pasokan di dalam negeri menipis. Menurutnya, alasan tersebut tidak dibenar. Disebutkan Kaltim memprodukusi CPO sebesar 50 juta ton per tahun. Sementara kebutuhan dalam negeri hanya 18 juta ton. Itu artinya, masih tersisa 32 juta ton yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan di luar negeri.

“Enggak ada hubunganya ekspor menggangu bahan pasokan minyak goreng, enggak ada,” imbuhnya.

Kalaupun benar pasokan dalam negeri kurang, kata dia, solusinya bukan menyetop ekspor RDP palm olein secara keseluruhan namun mengurangi kuota ekspor. Contohnya, dari 80 persen kuota ekspor sebelumnya dikurangi menjadi 60 persen. Sisanya untuk memenuhi dalam negeri. “Yang terjadi sekarang, disetop total. Wah, kacau dong,” keluh Azmal.

Seandainya ekspor CPO dilarang, Kutai Kartanegara menjadi salah satu daerah yang terpukul. Pasalnya, kabupaten ini memiliki banyak pekerja sawit dan lahan perkebunan sawit terluas ketiga di Kaltim setelah Kutai Timur dan Berau. Menurut Badan Pusat Statistik Kaltim, luas kebun sawit di Kukar 255 ribu hektare pada 2021. Total produksi tandan buah sawit (TBS)-nya sebesar 2,93 juta ton (Kaltim Dalam Angka 2022, hlm 400-401). Menurut catatan Dinas Perkebunan Kukar, ada 56 perusahaan perkebunan skala besar yang beroperasi di kabupaten tersebut. Sementara 12 ribu pekerja terlibat di 65 ribu hektare kebun sawit berstatus perkebunan rakyat (hlm 420).

Salah seorang petani sawit di Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Lamidi, mengatakan, bila ekspor CPO yang dilarang kekacauan akan terjadi. Masalahnya, pelarangan ekspor CPO akan membuat TBS dan CPO berlimpah ruah di pasar Tanah Air. Seturut itu, harga jual TBS dan CPO merosot tajam.

“Kalau sudah begitu, kami yang rugi,” sebut Lamidi kepada kaltimkece.id. Ia menaruh harapan besar, pemerintah tidak pernah melarang ekspor CPO.

Keresahan Lamidi itu turut dirasakan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kukar, Daru Widiyatmoko. Larangan eskpor CPO, kata Daru, adalah neraka bagi para petani sawit. Beberapa hari sebelum Presiden Jokowi mengumumkan larangan eskpor CPO saja, harga TBS di tingkat pengepul atau pabrik dilaporkan sudah anjlok dari Rp 3.650 per kilogram menjadi Rp 2.650 per kilogram.

“Pascapidato Presiden itu, kami merasa sedih, terpukul, dan mau menangis. Jadi, hanya hitungan jam saja, efeknya sudah merugikan petani,” ungkapnya kepada media ini, Senin, 25 April 2022.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Menanggapi keluhan sejumlah pelaku usaha sawit itu, Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ujang Rachmad, mengaku tidak bisa berbuat banyak mengatasi masalah dari larangan ekspor. Pasalnya, larang ekspor ditentukan pemerintah pusat.

“Pemerintah daerah hanya mengikuti aturan pemerintah pusat. Jadi, tidak bisa melawan,” katanya. Ia menyampaikan, Pemprov Kaltim tengah membahas pelaksanaan surat edaran tentang larang ekspor RDP palm olein.

Kepala Bidang Usaha dan Penyuluhan, Dinas Perkebunan Kukar, Syamsiar, juga meminta masyrakat tidak menanggapi kebijakan larangan ekspor secara berlebihan. Kebijakan yang dibuat pemerintah dipastikan untuk kebaikan banyak orang. “Tentu ada latar belakang dan pertimbangan dari pemerintah pusat melakukan larangan ekspor," tutupnya. (*)

Ditambahkan oleh: Aldi Budiaris

Editor: Surya Aditya

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar