Terkini

Usaha Pemerintah Mencegah Urbanisasi

person access_time 11 months ago
Usaha Pemerintah Mencegah Urbanisasi

Sejumlah peserta Rakornas Kick Off Pelaksanaan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023. FOTO: ISTIMEWA

Perpindahan penduduk dari desa ke kota disebut memiliki dampak buruk. Iklim yang kompetitif di kota membuat persaingan semakin ketat.

Ditulis Oleh: Nalendro Priambodo
Rabu, 12 Juli 2023

kaltimkece.id Pemerintah tengah berupaya mempercepat pembangunan semua desa di Indonesia. Masyarakat pun diminta untuk terlibat dalam memperkuat desa. Hal ini dilakukan agar pembangunan desa semakin cepat dan mencegah terjadinya fenomena urbanisasi.

Hal tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, saat mengikuti Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kick Off Pelaksanaan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) 2023 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023. Ia mengatakan, desa merupakan sentra baru ekonomi di tengah tingginya laju urbanisasi.

“Desa harus menjadi sentra-sentra ekonomi yang baru, tidak hanya mengandalkan kota,” ujarnya. Ia menyebut, berdasarkan catatan Kependudukan Catatan Sipil, jumlah penduduk di kota saat ini berkisar 51-52 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan jumlah penduduk di desa 48-49 persen.

Menteri Tito mengatakan, perpindahan warga desa ke kota dapat menimbulkan masalah. Ia mencontohkan fenomena yang terjadi di Jepang dan Korea Selatan. Sebagian besar penduduk kedua negara tersebut meninggalkan desa dan pergi ke kota. Di Jepang, misalnya, sebagian besar warganya berbondong-bondong pergi ke Tokyo, Kyoto, dan Osaka. Sementara di Korea Selatan terkonsentrasi di Seoul dan Busan. Padahal kota-kota besar tersebut dinilai memiliki iklim yang kompetitif.

“Mereka harus survive di kota, dengan segala glamor di kotanya. Iklim yang kompetitif membuat mereka fokus pada pendidikan, pekerjaan, dan berusaha untuk mendapatkan penghasilan yang baik. Akibatnya yang terjadi stres, angka kasus bunuh diri tinggi. Yang kedua mereka juga terlambat untuk menikah, bahkan ada yang tidak menikah,” bebernya.

Hal tersebut diketahui Tito saat bekunjung ke Jepang tahun lalu. Waktu itu, ia bertemu dengan sejumlah pejabat, di antaranya Gubernur Tokyo, Gubernur Hokkaido, Mendagri Jepang, hingga Sekretaris Kabinet. Kepada Tito, mereka menyampaikan mengenai masalah minimnya pertumbuhan penduduk di Jepang. Kumlah yang kelahiran anak di negara tersebut disebut lebih sedikit daripada jumlah kematian.

“Di Korea juga demikian, desa ditinggalkan. Desa-desa diisi orang tua sehingga terjadi ketimpangan pembangunan antara kota dan desa dan menyebabkan masalah nasional yaitu kurangnya pertumbuhan penduduk,” ungkapnya.

Kondisi tersebut tak terjadi di Indonesia. Di negara ini, jelas Mendagri, yang terjadi justru kebalikannya di mana Indonesia yang mengalami bonus demografi. Walau demikian, kondisi ini memunculkan peluang sekaligus hambatan. Kebanyakan penduduk Indonesia disebut memiliki usia produktif sehingga menciptakan angkatan kerja yang besar untuk produksi.

“Kalau seandainya dia tidak sehat, tidak terdidik dan tidak terlatih, ini akan menjadi beban, burden. Jadi, bukan demografic bonus tapi menjadi demografic disaster, bencana demografi,” jelasnya.

Guna mengatasi hal tersebut, Mendagri membeberkan, pemerintah telah menggenjot upaya kemajuan di bidang kesehatan dan pendidikan dalam membentuk generasi unggul. Bersama berbagai pihak berkepentingan, pemerintah terus menjalankan program-program kesehatan dan pendidikan seperti penurunan stunting dan peningkatan tenaga kerja yang berkualitas.

“Oleh karena itu, desa harus diperkuat. Desa membuka lapangan kerja yang baru,” ujarnya. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar