Ekonomi

Jatuh Bangun Ekonomi Kaltim di Bawah Rezim Jokowi

person access_time 5 years ago
Jatuh Bangun Ekonomi Kaltim di Bawah Rezim Jokowi

Presiden Jokowi bersama Gubernur Awang Faroek Ishak meninjau jalan tol Balikpapan-Samarinda pada 13 Juli 2017 (ilustrasi: Danoo).

Kepayahan ekonomi Kaltim menyambut rezim Presiden Jokowi. Reaksi menghadapi krisis menjadi penilaian kinerja presiden petahana yang kembali maju tahun depan. 

Ditulis Oleh: Robithoh Johan Palupi
Jum'at, 10 Agustus 2018

kaltimkece.id Badai besar baru saja menghantam Kaltim ketika Presiden Joko Widodo mengawali pemerintahannya. Harga minyak bumi dan batu bara yang terjun bebas menyebabkan ekonomi Kaltim terpuruk. Kelesuan dua komoditas ekspor andalan itu menumbangkan pertumbuhan ekonomi Kaltim ke angka 1,71 persen pada 2014. 

Nasib Kaltim makin suram memasuki tahun kedua pemerintahan Jokowi. Harga komoditas sumber daya alam babak belur. Di pasar dunia, minyak bumi menyentuh USD 35 per barel atau turun setengah dari harga sebelumnya. Begitu pula batu bara. Pada 2015, harga batu bara acuan terjerembab di USD 50-an per ton. Padahal, pada 2012, emas hitam masih berharga USD 100-an per ton. 

Keadaan itu segera membawa pertumbuhan ekonomi Kaltim terjerumus ke angka minus 1,28 persen pada 2015 (data menurut Badan Pusat Statistik Kaltim, 2016). Pertumbuhan ini adalah yang terburuk bagi Kaltim setelah krisis ekonomi pada 1997-1998. Dampaknya menjalar ke mana-mana. Perusahaan tambang batu bara menghentikan operasi. Usaha-usaha jasa ikutan yang mendukung operasi pertambangan gulung tikar. Pemutusan hubungan kerja, PHK, terjadi di sekujur provinsi. 

Memasuki penutupan 2015 saja, sebanyak 633 perusahaan mengambil langkah PHK. Total 11.471 pekerja di Kaltim di-PHK seperti ditulis artikel Tempo berjudul Batu Bara Tak Laku, Sudah 11.471 Buruh Kaltim di-PHK (2015). PHK terbesar terjadi di Balikpapan yakni 7.088 orang.

Efek domino dari runtuhnya pertambangan migas dan batu bara belum berhenti. Daya beli masyarakat Kaltim anjlok. Gerai-gerai mal kekurangan pembeli, tempat hiburan mengurangi aktivitas, serta hotel dan restoran yang kesepian karena kehilangan pengunjung. 

Dampak selanjutnya adalah dana pembangunan daerah yang termuat di APBD Kaltim ikut terpangkas. Berkurangnya pendapatan negara dari sektor migas dan batu bara menyebabkan pemerintah pusat segera mengambil kebijakan. Pada 2014, kabinet Presiden Jokowi tak segan-segan memotong transfer dana pemerintah pusat ke daerah. Padahal, struktur pendapatan terbesar APBD Kaltim adalah dana bagi hasil migas. Kebijakan Jokowi itu turut membuat APBD di 10 kabupaten/kota cenat-cenut. Seluruh daerah di Bumi Mulawarman menderita defisit anggaran.

APBD Kaltim, sebagai contoh, terjun bebas dalam kurun tersebut. Jika pada 2014 masih sebesar Rp 11,28 triliun, APBD 2015 melorot menjadi Rp 9,46 triliun. Memasuki 2016, besarnya tinggal Rp 7,9 triliun. Dana daerah yang makin sedikit menyebabkan pembangunan sejumlah proyek, yang dirancang melalui skema tahun jamak, terkendala pembiayaannya. 

Melorotnya dana pemerintah dan kelesuan ekonomi swasta akhirnya menambah akut pertumbuhan ekonomi Kaltim. Pada 2016, ekonomi Kaltim masih minus 0,38 persen. Pada rentang itu pula, penduduk miskin Kaltim membengkak. Sebelum badai ekonomi datang, jumlah penduduk miskin Kaltim sebanyak 237 ribu jiwa atau 6,06 persen dari total penduduk. Setahun kemudian, jumlahnya naik 16 ribu orang menjadi 253 ribu jiwa atau 6,42 persen. Kenaikan penduduk miskin Kaltim ini merupakan yang pertama sejak periode 2005-2006. Ketika itu, inflasi naik tajam setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.  

Dari seluruh rangkaian itu, dua tahun pertama Presiden Jokowi berkuasa adalah masa kegelapan perekonomian Kaltim. 

Mulai Bangkit

Seperti kebanyakan provinsi, Kaltim memilih Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla dalam Pemilihan Presiden 2014. Jokowi-JK unggul dengan meraih 1,19 juta suara. Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pasangan yang lain, hanya meraup 687 ribu suara.

Ketika Kaltim dilanda krisis ekonomi, Presiden Jokowi tengah mengedepankan pembangunan infrastruktur. Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 3/2016 yang memuat 16 proyek strategis nasional di Kaltim. Tujuh proyek di antaranya merupakan usulan daerah. Infrastruktur tersebut terdiri dari bendungan, bandara, pelabuhan, kawasan industri dan kilang migas, termasuk jalan tol dan jembatan (artikel Antara berjudul 16 proyek Strategis Kaltim Disetujui Presiden, 2017). 

Baca juga: Ketika Tanah Lunak, Tak Ada Flyover yang Tak Retak

Keseriusan Presiden Jokowi mengawal pembangunan infrastruktur ditunjukkan dalam sejumlah lawatan ke Kaltim. Empat tahun menjabat, Presiden sudah tiga kali datang ke Kaltim untuk melanjutkan kebiasaan blusukannya. Pertama kali adalah pada 19 November 2015 ketika meresmikan sejumlah proyek strategis di Kawasan Industri Buluminung, Penajam Paser Utara. Kedatangan kedua dalam sosialisasi tax amnesty di Balikpapan pada 5 Desember 2016. Ia sempat melihat pembangunan embung di Desa Tani Bakti, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. Tahun lalu, pada 13 Juli 2017, Jokowi kembali melihat progres pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda.  

Pada masa Jokowi pula, jaringan jalan nasional di Kaltim bertambah. Pada 2014, panjang jalan nasional di Kaltim hanya 1.493 kilometer. Bentang jalan itu menjadi 1.710 kilometer atau bertambah 15 persen. Dari seluruh jalan itu, 74 persen telah beraspal serta dalam kondisi baik dan sedang (Derap Langkah Pembangunan Kaltim, 2018, hlm 76).

Seiring pembangunan infrastruktur, ekonomi Kaltim perlahan pulih. Rupiah-rupiah kembali berputar di Kaltim melalui luncuran dana pemerintah pusat di sejumlah proyek strategis, termasuk dana desa. Kelesuan ekonomi Kaltim perlahan sirna disiram hangatnya kenaikan harga minyak bumi dan batu bara sejak 2017. 

Pertumbuhan ekonomi akhirnya merangkak ke angka 3,13 persen tahun lalu. Seturut dengannya, angka penduduk miskin Kaltim berkurang. Jumlahnya pada 2017 sebesar 220 ribu orang atau 6,19 persen. Angka penduduk miskin Kaltim menyusut 33 ribu orang dibanding sebelum krisis pada 2014. 

Begitu pula APBD Kaltim yang sempat defisit. Pada 2017, pendapatan dan belanja daerah menyentuh Rp 8,1 triliun, naik Rp 200 miliar dari tahun terdahulu. Sementara tahun ini, APBD Kaltim 2018 telah dipatok Rp 8,5 triliun. 

Presiden Jokowi juga mengeluarkan dua kebijakan di bidang ekonomi yang bersentuhan langsung dengan Kaltim. Pertama, di bidang tata kelola migas. Kontrak kerja sama Blok Mahakam dan Blok Sangasanga, berakhir setelah berusia 50 tahun, tidak diperpanjang oleh Jokowi. Dua blok kaya migas di pesisir Kutai Kartanegara itu kini dikelola perusahaan negara, Pertamina. Kaltim pun terlibat melalui 10 persen hak partisipasi atau participating interest. 

Baca juga: Blok Sangasanga, Kepergian VICO dan Keuntungan Kaltim

Kebijakan kedua adalah BBM satu harga. Di kawasan perbatasan seperti di Kabupaten Mahakam Hulu, harga premium dan solar sudah turun drastis. Sebelum kebijakan itu, harga premium di Kecamatan Long Apari yang berbatasan dengan Malaysia mencapai Rp 25 ribu per liter. Hari ini, BBM bersubsidi itu dijual Rp 6.450 per liter. (*)

Editor: Fel GM
Senarai Kepustakaan
  • Tim Biro Humas Sekretariat Provinsi Kaltim, 2018. Derap Langkah Pembangunan Kaltim, Samarinda: Biro Humas Sekretariat Provinsi Kaltim.
folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar