Ekonomi

Jelajah Berau Pesisir bersama Bankaltimtara-1: Habis Hutan, Terbitlah Wisatawan

person access_time 5 years ago
Jelajah Berau Pesisir bersama Bankaltimtara-1: Habis Hutan, Terbitlah Wisatawan

Foto: Fel GM (kaltimkece.id)

Kekayaan Kaltim tiada habisnya. Sepatutnya membawa sejahtera jika dikelola dengan bijaksana.

Ditulis Oleh: Fel GM
Kamis, 03 Januari 2019

kaltimkece.id Kecamatan Sambaliung, Berau, pagi-pagi sekali pada 2001 silam. Bahar telah siap berangkat ke lokasi pabrik bubur kertas. Lelaki rantauan Sulawesi Selatan itu adalah pekerja PT Kiani Kertas. Tugasnya mengoperasikan buldoser untuk meratakan jalan menuju pabrik bubur kertas di Mankajang, Kampung Pesayan, Sambaliung.

Setiap harinya, Bahar menyaksikan pemandangan kayu-kayu bulat berukuran besar yang dibawa ke pabrik. Setelah diolah menjadi pulp, kapal barang mengangkut bubur kertas itu ke Riau. Di sanalah pulp diolah menjadi kertas.

Adapun pabrik di Mangkajang memang sibuk. Karyawannya saja lebih 2 ribu orang, termasuk Bahar. “Sekitar seribu orang tinggal di mes perusahaan yang dekat dengan pabrik. Selebihnya warga Sambaliung dan (Kecamatan) Tabalar,” tutur Bahar, kini 63 tahun.

Lelaki yang sebelumnya tenaga kerja Indonesia di Malaysia ini mengabdi di PT Kiani Kertas selama 13 tahun. Dari 1998 hingga 2011.

Bahar masih ingat benar kondisi kampung ketika perusahaan beroperasi. Jumlah penduduk berkembang pesat. Pun perekonomiannya. Hampir semua karyawan perusahaan yang kini bernama PT Kertas Nusantara itu memiliki kendaraan roda dua. Kedai-kedai makanan hadir di banyak tempat. Toko kelontongan juga demikian. Setiap habis gajian, pasar, toko, dan warung, banjir pembeli.

 “Memang demikian gambaran masa lalu di sini. Sangat ramai,” jelas Amran Bahrad, kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat, Kecamatan Tabalar.

Kepada kaltimkece.id pada pengujung 2018, Bahrad melanjutkan, “Namun produksi perusahaan mulai terganggu pada 2008.”

Napas perusahaan yang disebut-sebut turut dimiliki salah satu calon presiden itu tersengal-sengal. PT Kertas Nusantara konon terlilit utang dan bersengketa di pengadilan. Lambat laun, denyut nadi perusahaan berhenti total pada 2013. Meninggalkan sejumlah masalah ketenagakerjaan.

Ribuan karyawan pergi. Pabrik bubur kertas dan mes pekerja kini terselubung semak belukar. Jalan-jalan perusahaan yang berpermukaan tanah, lebih banyak dipakai truk kelapa sawit. Ketika kaltimkece.id melintasi jalan PT Kertas Nusantara dari Sambaliung menuju Tabalar, kondisinya sepi. Hanya beberapa petugas keamanan menjaga portal. Di dekat pintu gerbang perusahaan, terpampang baliho sejumlah calon legislatif. Partai mereka sama, dari pihak oposisi. Plus, foto calon presiden yang disebut punya andil di perusahaan tersebut.

Semenjak perusahaan tak beroperasi, Kecamatan Tabalar beranjak sepi. “Ada penurunan jumlah penduduk ketika perusahaan tak beroperasi,” sebut Bahrad dari Kantor Camat Tabalar. Meskipun pabrik kertas berdiri di Sambaliung, terangnya, banyak karyawan mengontrak rumah di Tabalar. “Yang paling terlihat adalah rumah-rumah kontrakan itu. Sekarang tidak ada lagi,” sambungnya.

Adapun Bahar, yang kehilangan satu bola matanya karena kecelakaan kerja di perusahaan, memilih pensiun. Dia membuka sebuah toko kelontongan di Kampung Tubaan, dekat kantor Camat Tabalar. Usaha yang ditekuninya selama delapan tahun ini lumayan berkembang. Makanya, wajahnya begitu berseri-seri ketika Bank Pembangunan Daerah Kaltimtara (Bankaltimtara) membuka kantor kas di sana. Kantor kas itu cukup selemparan batu dari rumahnya.

 “Dulu, ekonomi di kecamatan ini sangat maju. Setelah 20 tahun hidup di sini, saya ingin melihat kampung-kampung kembali ramai. Semoga kehadiran BPD bisa menjadi pemantiknya,” harap Bahar, yang datang ke peresmian kantor kas Bankaltimtara di Kampung Tubaan, Kecamatan Tabalar, Kamis, 27 Desember 2018.

Terbitlah Pariwisata

Kecamatan Tabalar bersama dengan Biatan, Talisayan, Batu Putih, dan Biduk-Biduk, merupakan salah satu pusat perkayuan Kaltim pada masa lalu. Sejumlah perusahaan besar seperti PT Sumalindo Lestari Jaya dan PT Daisy Timber, memegang izin pengelolaan hutan di sana. Kini, kelima kecamatan tersebut sedang diajukan untuk berdiri sebagai Kabupaten Berau Pesisir. Pemekaran dari Kabupaten Berau.

Selepas berakhirnya zaman kayu, sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit mengambil tempat. Di samping itu, hasil laut di kawasan ini makin berlimpah hari-hari ini. Meskipun demikian, geliat Berau Pesisir sebenarnya adalah pariwisata. Di sepanjang pesisir, tepat di tepi utara “hidung” Kalimantan itu, pantai yang jernih menawan hati. Pelancong pun berdatangan menikmatinya (untuk lebih lengkap mengenai objek wisata, baca lanjutan artikel ini).

Potensi inilah yang ditangkap Bankaltimtara. Dari lima kecamatan di pesisir Berau, seluruhnya telah berdiri kantor kas Bankaltimtara. Ini sesuai visi bank milik pemerintah daerah tersebut. Bahwa tak ada satu pun kecamatan di Kaltim dan Kaltara yang tak dilayani BPD. Seberapa pun jauhnya itu. Bankaltimtara tak melulu memikirkan untung-rugi sebab ia adalah perusahaan milik daerah. Sudah kewajibannya ikut membangun daerah.

Di Berau, kantor kas terbaru yang dioperasikan Bankaltimtara yakni di Kecamatan Tabalar. Ini adalah kantor kas ke-13 yang berdiri di seluruh Berau.

Baca juga:
 

Direktur Utama Bankaltimtara, Zainuddin Fanani, menjelaskan bahwa kehadiran BPD mendukung pariwisata yang tengah menggeliat di kawasan itu. Dengan mesin-mesin ATM di kawasan terpencil, yang bahkan listriknya hanya mengalir tak lebih 12 jam sehari, Bankaltimtara berusaha memberikan kemudahan. Kehadiran bank akan membantu pengusaha lokal yang berkecimpung di sektor pariwisata. Turis asing juga akan dimudahkan lewat layanan tukar uang. Sementara pelancong lokal dapat menarik uang di seluruh ATM Bankaltimtara yang tersedia 24 jam.

Dalam kacamata Bankaltimtara, jelas Zainuddin lagi, pariwisata Berau Pesisir sangat dirasakan masyarakat lokal. Terdapat perbedaan besar dibanding kehadiran industri ekstraktif seperti kayu, sawit, dan batu bara. “Pariwisata adalah mother industry. Ibu dari industri yang lain. Dari pariwisata, industri turunan bermunculan,” urai dirut Bankaltimtara yang lahir di Sambaliung, Berau, tersebut.

Anak-anak dari industri pariwisata, contohnya, adalah penginapan. Di Berau Pesisir, homestay yang dikelola masyarakat tumbuh pesat. Demikian pula rumah makan, pembuatan cenderamata, hingga jasa transportasi. Sejumlah objek wisata juga dikelola warga melalui badan usaha milik desa/kampung. Dengan begitu, rupiah dari para pelancong benar-benar masuk ke sektor riil. Perekonomian setempat pun berputar.

Contohnya jelas. Di Biduk-Biduk, yang kini menjadi pusat pariwisata Berau Pesisir, dana pihak ketiga (dana masyarakat) yang dikumpulkan BPD sangat besar. Sepanjang semester II 2018 saja, menembus Rp 14 miliar. Zainuddin mengatakan, hal itu tak lepas dari sektor pariwisata.

 “Ini sekaligus menjawab pertanyaan, mau dibawa ke mana Kaltim ketika sumber daya alamnya habis? Kaltim masih punya mother industry,” imbuhnya. Dari Berau Pesisir, pelajaran itu datang. Habis hutan, terbitlah wisatawan. (bersambung)

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar