Ekonomi

Kaltim di Ambang Pertumbuhan Ekonomi Semu, Hanya Angka karena Ditopang Meroketnya Batu Bara

person access_time 3 years ago
Kaltim di Ambang Pertumbuhan Ekonomi Semu, Hanya Angka karena Ditopang Meroketnya Batu Bara

Aktivitas pertambangan di Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara.

Ekonomi Kaltim tahun ini diproyeksikan tumbuh positif. Sayangnya, tidak banyak dirasakan oleh sektor riil.

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Senin, 30 Agustus 2021

kaltimkece.id Komoditas batu bara terus mencatatkan rekor harga tertinggi. Pada saat yang bersamaan, pemerintah telah menambah kuota ekspor. Ekonomi Kaltim yang masih sangat bergantung terhadap emas hitam pun diprediksi tumbuh tahun ini. Akan tetapi, pertumbuhannya disebut angka belaka.

Senin, 30 Agustus 2021, berdasarkan bursa ICE Newcastle, harga batu bara kontrak (future) terus melambung ke langit. Menyentuh USD 171 per ton, harga komoditas sudah naik tujuh persen dibandingkan awal Agustus 2021. Adapun harga acuan batu bara (HBA) yang disiarkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, sudah menyentuh USD 130,99 per ton Agustus ini. Harga future maupun HBA bulan ini memecahkan rekor sepanjang masa.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Tutuk SH Cahyono, menjelaskan bahwa kenaikan harga batu bara disebabkan tinggi dan kuatnya permintaan global. Kondisi pandemi Covid-19 di beberapa negara tujuan utama ekspor emas hitam yang membaik ikut memengaruhi, utamanya Tiongkok.

Pada Juli-Agustus 2021, kata Tutuk, Negeri Tirai Bambu dilanda curah hujan tinggi. Produksi batu bara dalam negeri pun terbatas. “Padahal, saat ini mereka (Tiongkok) sedang mengejar stok batu bara untuk menyambut musim dingin di triwulan IV," terang Tutuk kepada kaltimkece.id, Senin, 30 Agustus 2021.

Permintaan emas hitam dari Korea Selatan juga disebut meningkat. Momen puncak musim panas di Negeri Gingseng menyebabkan permintaan energi untuk pendingin ruangan meningkat. Pamor batu bara kian berkilau setelah pandemi di India yang cenderung membaik.

"Komoditas mentah gini, cepat naik dan cepat turun, mengikuti permintaannya. Tapi dalam jangka panjang, cenderung tertekan karena kebanyakan negara harus komit menurunkan emisi karbon, termasuk dari penggunaan batu bara," terang Tutuk.

BI Kaltim pun memprediksi, harga batu bara yang terus melambung menyebabkan pertumbuhan ekonomi provinsi tahun ini cenderung positif. Menurut Tutuk, ekonomi Kaltim diperkirakan tumbuh sekitar 2,25 persen sampai 3,25 persen. Pendorong utamanya ada dua. Pertama, harga batu bara, kedua, kuota ekspor yang ditambah pemerintah.

“Produsen tentu ingin memanfaatkan momen situasional tersebut,” ulasnya.

Pada 6 April 2021, Kementerian ESDM menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 66.K/HK.02/MEN.B/2021. Isinya, kuota ekspor batu bara naik dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton.

Pertumbuhan yang Semu

Wakil Ketua Bidang Investasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kaltim, Alexander Sumarno, menilai bahwa pertumbuhan ekonomi yang disebabkan sektor batu bara hanya dalam angka. Dalam kalimat lain, sambungnya, pertumbuhan ekonomi semu karena tidak begitu dirasakan masyarakat.

"Kita lihat saja sekarang. Peningkatan (ekonomi) triwulan sebelumnya saja tidak berdampak kepada sektor riil," kata dia kepada kaltimkece.id.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Kaltim, ekonomi provinsi masih ditopang batu bara. Berdasarkan struktur produk domestik regional bruto (PDRB) pada triwulan II 2021, sektor pertambangan dan penggalian memiliki peranan terbesar yakni 44,74 persen dari total PDRB. 

Alex menjelaskan, peningkatan produksi emas hitam tidak diiringi peningkatan tenaga kerja yang signifikan. Sektor itu, kata Alex, bukan bidang ekonomi yang padat karya yang melibatkan banyak orang. "Beda halnya pertanian, tumbuh satu persen saja pasti banyak masyarakat yang terlibat. Kalau tambang, kemungkinan hanya beberapa orang. Peningkatan simpanan uang di bank bisa saja terjadi," prediksinya.

Alex mengkhawatirkan peningkatan harga batu bara ini. Menurutnya, harga batu bara ini bisa turun mendadak. Situasi harga batu bara ini berkaitan dengan perang Dagang antara Tiongkok dan Australia. Ketika kedua berdamai, harga bisa turun.

“Itu yang mengkhawatirkan, karena kita tahu, batu bara di Australia lebih besar dan bagus secara produksi," jelas dia. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar