Ekonomi

Kebijakan Penghentian Pembangunan PLTU Batu Bara yang Tak Mengganggu Industri Emas Hitam Kaltim

person access_time 3 years ago
Kebijakan Penghentian Pembangunan PLTU Batu Bara yang Tak Mengganggu Industri Emas Hitam Kaltim

Aktivitas di PLTU berbahan bakar batu bara (foto: dokumentasi)

Indonesia tidak akan membangun PLTU batu bara lagi. Tak berpengaruh banyak bagi industri emas hitam.

Ditulis Oleh: Samuel Gading
Kamis, 03 Juni 2021

kaltimkece.id Perusahaan Listrik Nasional (PLN) tidak akan lagi membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Kebijakan ini dilatarbelakangi keinginan PLN menekan penggunaan energi fosil karena pertimbangan lingkungan. PLN menargetkan, Indonesia bebas dari pembangkit batu bara pada 2060. Pada saat itu, energi baru dan terbarukan (ETB) yang digunakan.

Jumat, 28 Mei 2021 Wakil Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menguraikan hal tersebut dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Rencana pembangunan PLTU dihentikan mulai tahun ini. Berkaca dari RUPTL, tidak ada usulan penambahan kapasitas maupun pembangunan PLTU di penjuru negeri setelah megaproyek 35.000 megawatt dan Fast Track Program (FTP) 2 sebesar 7.000 MW selesai pada 2025. 

"Antara 2025 dan 2030, (pemerintah) sudah mengharamkan (pembangunan PLTU) . Bahkan berpikir perencanaan PLTU saja sudah diharamkan," ucapnya Kamis, 27 Mei 2021, dilansir dari pemberitaan berbagai media nasional.

Operasi PLTU batu bara dihentikan bertahap dari 2030 hingga 2050. Darmawan mengatakan, pembangkit bertenaga fosil akan diganti dengan pembangkit EBT. Contoh EBT adalah pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 1,1 gigawatt yang beroperasi pada 2025. Pembangkit listrik EBT diprediksi akan mendominasi total pembangkit konvensional pada 2045.

“Karena kemajuan teknologi baterai yang murah,” imbuhnya. 

Industri Batu Bara Kaltim

Batu bara dipakai untuk memanaskan boiler sehingga dihasilkan energi panas. Energi itulah yang mengubah fasa fluida kerja dari cair menjadi uap. Energi kinetik yang terkandung dalam uap kemudian dimanfaatkan untuk memutar turbin yang tersambung dengan generator. Sederhananya, batu bara perlu dibakar untuk menjalankan PLTU. Alhasil, pembakaran menimbulkan jejak berupa emisi karbon.

Kaltim merupakan daerah penghasil batu bara sekaligus pemilik cadangan emas hitam nomor dua terbesar di Indonesia. Total deposit emas hitam di Bumi Etam 48.180 miliar ton (Kementerian ESDM, 2020). Pada 2020, kontribusi pertambangan Kaltim mencapai 41,43 persen dari seluruh perekonomian Kaltim dengan total produksi 187 miliar ton (BPS Kaltim, 2021). Menurut catatan Kementerian ESDM, konsumsi batu bara domestik (DMO) pada 2020 ditargetkan 155 juta ton atau hanya 28,2 persen dari target produksi sebesar 550 juta ton.

Akademikus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Hairul Anwar, mengatakan bahwa penghentian PLTU tidak serta-merta menurunkan permintaan emas hitam. Alasannya, ada dua permintaan yakni dari dalam negeri dan luar negeri.

“Ketika di pasar kecil (dalam negeri), dampaknya juga kecil. Tapi jika ekspor, mungkin besar,” ucap Cody, sapaan karibnya, kepada kaltimkece.id.

Berkaca kepada hukum pasar yakni supply and demand, Cody mengatakan, permintaan batu bara tidak akan turun selama produksinya rendah. Angka produksi berbanding lurus dengan tingkat permintaan selama belum ada permintaan produksi batu bara baru. Harga pun stabil dan cenderung stagnan.

Meskipun demikian, Cody mengatakan, beberapa faktor ketidakpastian turut memengaruhi permintaan. Kebutuhan listrik yang terus meningkat dan konsistensi kebijakan nasional adalah beberapa di antaranya. Khusus mengenai kebijakan nasional, Cody mengatakan, transformasi energi listrik dari PLTU menuju EBT memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

“Ini antara building cost, operational cost dan economic cost. Biaya pembuatan alat dan listrik yang dihasilkan belum bisa dibandingkan dalam skala industri atau masif,” bebernya.

Opsi EBT atau energi alternatif memang perlu dihadirkan. Alasannya sederhana. Batu bara bukan sumber energi yang terbarukan. Cody mengatakan bahwa topik energi alternatif sebenarnya sudah diwacanakan sejak era 2000-an. Faktanya, minim implementasi di lapangan.

Gubernur Kaltim, Isran Noor, pada kesempatan terpisah, mengatakan bahwa penghentian pembangunan PLTU tidak berdampak kepada energi listrik dan permintaan batu bara Kaltim. Menurut Isran, permintaan batu bara dari luar negeri masih tinggi.

“Sedikit saja yang diperlukan untuk power-nya (dalam negeri), apalagi Kaltim. Tenang saja, banyak rencananya. Belanda masih jauh,” kata Isran saat diwawancarai Selasa, 4 Juni 2021. Sementara itu, untuk energi alternatif terbarukan, juga sudah disiapkan pemprov.

Kepala Dinas ESDM Kaltim, Christianus Benny, menambahkan bahwa ada beberapa upaya energi alternatif di Kaltim. Di antaranya, pembangkit listrik tenaga air di beberapa titik di Mahakam Ulu sampai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). “Sudah ada DED-nya (detailed engineering design) dari Mahulu hingga Malinau sejak 1982. PLTS juga sudah dibangun dan dibantu kementerian. Baru-baru ini, saya dengar banyak yang rusak,” ucapnya.

Dari catatan dinas, Kaltim punya 13 PLTU batu bara. Empat di antaranya excess power atau kelebihan daya. Total kelebihan diperkirakan mencapai 500 megawatt. “Pembangkit ini punya PLN semua. Hanya yang di Tanjung Batu yang sudah lama dan kurang maksimal daya terpasangnya dengan beban puncak,” sambungnya.

Untuk memenuhi rasio elektrifikasi, tambah Christianus, upaya pembaruan energi sudah sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kaltim. Pembaruan tersebut berupa pemanfaatan biogas dari kotoran sapi di Kutim dan Kubar. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar