Ekonomi

Mengurai Rp 2.680 Triliun, Nilai Batu Bara yang Belasan Tahun Dikeruk di Kaltim

person access_time 5 years ago
Mengurai Rp 2.680 Triliun, Nilai Batu Bara yang Belasan Tahun Dikeruk di Kaltim

Aktivitas angkutan batu bara di Sungai Mahakam (dokumentasi kaltimkece.id)

Sepanjang 2004 hingga 2017, sudah 2,68 miliar ton batu bara yang dikeruk di Kaltim. Setara membangun 6.320 Jembatan Kembar. 

Ditulis Oleh: Fel GM
Jum'at, 02 Agustus 2019

kaltimkece.id Ramadan memasuki hari ke-26 ketika Natasya Aprilia Dewi, 11 tahun, dengan lahap menghabiskan hidangan sahurnya. Mengenakan baju gamis kuning dipadu kerudung hitam, murid kelas V SD Islam Jamiatul Muttaqin itu kemudian bergegas menuju surau. Sepanjang bulan puasa, ia selalu menunaikan salat subuh di sana. 

Rabu menjelang pagi, 29 Mei 2019, Natasya yang baru saja salat berjamaah bertemu teman-teman sebaya. Mereka bertujuh, lima laki-laki dan dua perempuan, lantas jalan-jalan subuh. Sebuah kolam yang jauhnya 700 meter dari permukiman di Jalan Kebon Agung, Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Samarinda, menjadi tujuan. Natasya dan kawan-kawan menelusuri sebuah jalan setapak. Mereka melewati tanah makam sebelum tiba di tepi kolam.  

Tepat pukul enam pagi, tujuh bocah itu berenang di sebuah kolam bekas tambang berukuran kira-kira dua kali lapangan sepak bola. Natasya yang tak mahir berenang tenggelam. Teman-temannya berteriak meminta tolong. “Warga berdatangan karena mendengar teriakan anak-anak itu,” terang Purwanti, ibunda Natasya, yang diwawancarai kaltimkece.id sehari kemudian. 

Tubuh kecil Natasya dibawa ke ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD IA Moeis. Kondisinya memburuk. Menurut penjelasan dokter kepada pihak keluarga, paru-paru Natasya penuh air. Ia juga banyak menghirup kotoran. Beberapa pembuluh darah Natasya diketahui sudah pecah.

Tuhan rupanya lebih menyayangi perempuan mungil itu. Sepuluh jam berjuang melawan maut, Natasya mengembuskan napas terakhirnya. Ia menjadi korban ke-34, dari 35 anak-anak yang tewas di lubang bekas tambang di Kaltim sepanjang 2011 hingga 2019. Menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, korban terbanyak berasal dari Samarinda --kota yang dikelilingi lubang tambang-- yakni 21 orang. Jumlah korban terbanyak kedua berasal dari Kutai Kartanegara yakni 12 orang. Sisanya, satu korban jatuh di Kutai Barat, satu lagi di Penajam Paser Utara.

Teror lubang bekas galian tambang di Kaltim disebut tak lepas dari masifnya aktivitas pertambangan batu bara. Masih menurut catatan Jatam, pengerukan emas hitam meninggalkan 1.735 lubang tambang yang tidak direklamasi dan direhabilitasi di sekujur Kaltim. Luasnya, menurut presentasi Gubernur Kaltim Isran Noor pada 2018, menembus 1,3 juta hektare. Sebagian lubang-lubang itu bersisian dengan permukiman. Letak lubang yang sedemikian, memunculkan risiko tinggi. Anak-anak bebas bermain di sekitar lubang tambang. Kemudian tenggelam. 

Besarnya Bisnis Batu Bara 

Penggalian batu bara yang gila-gilaan dimulai sejak dua dekade silam. Terhitung dari awal 2000, pemerintah daerah yakni para bupati dan wali kota tercatat menerbitkan 1.404 izin usaha pertambangan atau IUP. Ditambah izin dari pemerintah pusat sebanyak 30 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Seluruh izin tersebut, seperti dicatat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, mengambil lahan 5,13 juta hektare atau setara 80 kali wilayah DKI Jakarta. 

kaltimkece.id menghitung besar aktivitas industri ekstraktif ini selama 14 tahun. Sejak 2004 hingga 2017, data produksi batu bara dicatat Badan Pusat Statistik dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Produksi batu bara Kaltim ternyata cenderung naik setiap tahun. Jika pada 2004 adalah 113 juta ton, produksi naik lebih dua kali lipat pada 2017 menjadi 244 juta ton. Kaltim pun stabil menyuplai 40 persen produksi batu bara nasional sepanjang 14 tahun itu. 

Sepanjang durasi ini, total produksi emas hitam Kaltim menembus 2,68 miliar ton. Pemprov Kaltim pernah mengumumkan cadangan batu bara Bumi Etam. Pada 2016, deposit yang tercatat sebanyak 12,45 miliar ton. Adapun potensi yang belum tercatat adalah 45 miliar ton. Dengan demikian, batu bara yang telah dikeruk selama 14 tahun mencapai 21 persen cadangan. Sementara jika produksi bertahan di angka 240-an juta ton per tahun, deposit batu bara Kaltim akan habis dalam 50 tahun. 

Total produksi selama 2004 hingga 2017 sebesar 2,68 miliar ton bukan angka kecil. Data produksi ini kemudian kaltimkece.id cocokkan dengan harga batu bara acuan (HBA) rata-rata setiap tahun yang dikeluarkan Kementerian ESDM. Dari kombinasi produksi tahunan dan HBA rata-rata, diperoleh nilai produk bruto batu bara tahunan di Kaltim. 

Nilai produk bruto tertinggi ditemukan pada 2011 yakni USD 24,6 miliar (produksi 208 juta ton, HBA rata-rata USD 118,4). Sementara nilai produk batu bara Kaltim sepanjang 2004 hingga 2017, dengan total produksi 2,68 miliar ton dikalikan HBA rata-rata setiap tahun, mencapai USD 191,4 miliar. Jika dirupiahkan sesuai kurs 2019 (1 USD = Rp 14.000), total produksi batu bara Kaltim selama 14 tahun itu sebesar Rp 2,68 kuadriliun atau Rp 2.680 triliun. Angka ini bahkan lebih besar dari sisi belanja APBN 2019 yang hanya Rp 2.461 triliun.

Sebagai pembanding lagi, nilai produk batu bara Kaltim sepanjang 14 tahun itu setara biaya pembangunan 6.320 Jembatan Mahakam IV (jembatan kembar) di Samarinda. Jika ke-6.320 jembatan ini dibentangkan seluruhnya, cukup menyambungkan Samarinda dengan Jakarta sejauh 1.306 kilometer. 

Dari Rp 2.680 triliun nilai produk bruto dari batu bara, perusahaan pertambangan di Kaltim diperkirakan meraup laba bersih yang amat besar. kaltimkece.id mengambil laporan laba-rugi dua tahun terakhir dari PT Bukit Asam sebagai perbandingan. Pendapatan kotor perusahaan pada 2018 sebesar Rp 21,16 triliun dengan laba bersih Rp 5,12 triliun. Sementara pada 2017, pendapatan perusahaan Rp 19,4 triliun dengan laba bersih setelah pajak Rp 4,5 triliun. Dengan demikian, rasio antara laba dengan pendapatan kotor mengambil besaran 24 persen.

 

Dari asumsi tersebut, total laba bersih yang dibukukan seluruh perusahaan pertambangan di Kaltim dapat diperkirakan. Jika nilai produk kotor sepanjang 2004 hingga 2017 adalah Rp 2.680 triliun, keuntungan bersih yang direngkuh seluruh korporasi menembus Rp 642 triliun. Laba sebesar itu cukup untuk membangun 802 Stadion Utama Kaltim di Palaran. Jika 802 stadion itu dihamparkan, luasnya setara Kecamatan Palaran di Samarinda. 

Haruskah Korbankan APBD?

Selepas dua dekade perusahaan tambang beroperasi di Kaltim, yang tertinggal adalah lubang-lubang bekas tambang yang siap merenggut nyawa. Dalam pertemuan dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, Gubernur Kaltim Isran Noor mewacanakan solusi. Lubang-lubang tambang, kata Isran, ditutup dengan pembiayaan APBD. Pemprov Kaltim disebut sedang mengonfirmasi boleh-tidaknya menggunakan anggaran daerah atau APBD untuk mereklamasi lubang tambang. 

“Terutama yang berdekatan dengan permukiman penduduk. Lubang-lubang tersebut menganga diakibatkan perusahaan swasta,” kata Isran. 

Dari sejumlah kasus, perusahaan yang meninggalkan lubang tambang sudah bangkrut. Namun, karena juga menjadi tanggung jawab pemerintah, makanya mesti berbuat sesuatu. “Saya berharap, skenario menggunakan anggaran daerah bisa dilakukan,” ujarnya. Isran menambahkan, mesti berhati-hati bila menyangkut urusan anggaran. Bila salah, jelasnya, bisa-bisa menjadi temuan.

Baca juga: 

Reklamasi lubang tambang memang memerlukan dana yang tak sedikit. Menurut penelitian Syamsu Eka Rinaldi dkk  berjudul Biaya Reklamasi dan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batu Bara di Kaltim (2017), biaya mereklamasi mencapai puluhan juta. Riset dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat, ini, mengambil contoh di empat perusahaan di Kaltim. Untuk biaya reklamasi dan vegetasi saja, mencapai Rp 32 juta sampai Rp 60 juta per hektare. Komponen biaya ini belum termasuk penutupan lubang tambang atau back filling. 

Untuk mereklamasi 1.735 lubang tambang dengan luas 1,32 juta hektare, diperlukan Rp 39,6 triliun. Biaya ini sebenarnya hanya 6 persen dari laba bersih seluruh perusahaan yang beroperasi di Kaltim tadi. Sementara untuk merehabilitasi lubang tambang di seluruh Samarinda --paling banyak dekat permukiman-- seluas 102 hektare, hanya perlu Rp 3 miliar. Biaya yang lebih besar diperlukan untuk menutup lubang tambang (back filling).

Pradharma Rupang dari Jatam Kaltim menyebutkan, Gubernur seharusnya mengejar perusahaan alih-alih menggunakan APBD. Menurut Jatam, uang yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan di Kaltim sesungguhnya amat besar. Namun, dampak yang ditinggalkan juga tidak kecil. Selain kerusakan lingkungan, limbah, banjir, dan debu, ada nyawa bocah-bocah yang tak pernah kembali lagi. Warisan kebijakan masa lalu yang jor-joran mengizinkan aktivitas pertambangan terbukti hanya membuat Kaltim bak toilet raksasa. (*) 

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar