Ekonomi

Nestapa Kaltim, Provinsi Pengekspor Terbesar di RI, Cetak Rp 558 Triliun Kembali Cuma Rp 10 Triliun

person access_time 2 years ago
Nestapa Kaltim, Provinsi Pengekspor Terbesar di RI, Cetak Rp 558 Triliun Kembali Cuma Rp 10 Triliun

Aktivitas pengerukan batu bara di Kaltim (foto: arsip kaltimkece.id)

Dana bagi hasil untuk daerah disebut timpang. Kaltim akhirnya seperti toilet, hanya dapat ampas alias dampak lingkungannya.

Ditulis Oleh: Fel GM
Jum'at, 27 Mei 2022

kaltimkece.id Sumbangsih Kaltim kepada pemasukan negara melalui ekspor sumber daya alam sesungguhnya tak perlu diragukan. Sayangnya, pembagian hasil untuk daerah yang tanahnya sudah diobrak-abrik karena diambil batu baranya itu amat kecil. Padahal, Kaltim adalah provinsi dengan nilai ekspor tertinggi di Indonesia. 

Menukil catatan Badan Pusat Statistik Kaltim, volume ekspor Kaltim pada 2021 sebesar 225,87 juta ton. Nilai ekspornya (free on board/FOB) menembus USD 39,86 miliar atau setara Rp 558,05 triliun. Sebesar USD 33,15 miliar atau Rp 464 triliun di antaranya adalah komoditas bahan bakar mineral nonmigas (Kaltim Dalam Angka 2022, hlm 645-646). Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa 84 persen ekspor Bumi Mulawarman berasal dari industri ekstraktif penggalian batu bara. 

_____________________________________________________PARIWARA

Jenis emas hitam yang diekspor Kaltim adalah sebagai berikut. Pertama, batu bara baik halus maupun tidak yang tidak diaglomerasi (tidak dicuci). Jenis ini merupakan ekspor terbesar Kaltim. Nilai ekspornya menembus USD 23,19 miliar atau Rp 324,66 triliun tahun lalu. Jenis kedua adalah batu bara bitominus dan batu bara masak (cooking coal). Nilai ekspornya USD 3,51 miliar atau Rp 49 triliun. Yang terakhir adalah batu bara lain yang tidak masuk dua kategori di atas. Nilai ekspornya USD 3,79 miliar atau Rp 53,06 triliun (hlm 648). 

Yang lebih mencengangkan, Kaltim adalah provinsi dengan nilai ekspor terbesar di Indonesia. Menurut rilis resmi BPS per Mei 2022, ekspor Kaltim telah menembus USD 9,46 miliar atau Rp 132 triliun untuk periode Januari-April 2022. Kaltim menjadi provinsi dengan ekspor terbesar diikuti Riau dan Jawa Timur (Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia, April 2022, Berita Resmi Statistik, 2022, hlm 7-8). Berikut perinciannya:

_____________________________________________________INFOGRAFIK

 

Total ekspor Indonesia pada periode Januari-April 2022 adalah USD 68,20 miliar atau Rp 954 triliun. Selain yang terbesar, ekspor Kaltim menyumbang 13,82 persen dari ekspor nasional. Komposisi yang serupa juga nampak tahun lalu. Nilai ekspor Indonesia pada 2021 adalah USD 171,15 miliar atau Rp 2.396 triliun. Ekspor Kaltim pada tahun tersebut USD 24,14 miliar, juga yang tertinggi di Indonesia, dengan kontribusi 14,03 persen terhadap ekspor nasional. 

Sayangnya, angka ratusan triliun ekspor Kaltim tadi bukan berarti rupiah yang daerah terima. Faktanya, mengutip data Kementerian Keuangan, dana bagi hasil (DBH) yang Kaltim terima hanya Rp 10,74 triliun pada 2022. Jumlah itu hanya 2 persen dari nilai ekspor Kaltim tahun lalu. 

DBH merupakan dana yang bersumber dari APBN meliputi DBH pajak dan DBH sumber daya alam. DBH 2022 itu dihitung berdasarkan penerimaan negara pada tahun sebelumnya. Tahun di mana Kaltim menyumbang begitu banyak devisa buat negara. DBH tersebut kemudian dialokasikan ke seluruh kabupaten/kota. 

Khusus DBH sumber daya alam dari batu bara, formulanya berlandaskan Undang-Undang 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pemerintah daerah menerima 6 persen dari keuntungan bersih pemegang IUPK atau izin usaha pertambangan khusus. Porsi 6 persen itu dibagi lagi. Provinsi dapat 1,5 persen, kabupaten/kota penghasil 2,5 persen, dan kabupaten/kota di dalam provinsi yang sama mendapat 2 persen. 

_____________________________________________________INFOGRAFIK

 

Meminta Kenaikan DBH

Bagi hasil dari pertambangan batu bara yang dianggap kurang layak telah disuarakan Gubernur Kaltim Isran Noor. Di depan anggota DPR RI di Senayan, Jakarta, 11 April 2022, Isran meminta pembagian lebih untuk daerah penghasil batu bara. Menurutnya, bagi hasil untuk daerah penghasil seharusnya tidak hanya sebesar royalti. Pertambangan batu bara yang open pit (terbuka) telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur jalan yang sangat besar. 

“Mestinya jauh lebih besar, bisa 30-40 persen dari hasil pendapatan penjualan batu bara," pinta Gubernur dalam pertemuan tadi.

Faktanya memang demikian. Di tengah gelimang rupiah dari ekspor batu bara, infrastruktur Kaltim masih merana. Dari seluruh jalan di Kaltim sepanjang 15.359 kilometer, sekitar 57 persen dalam kondisi sedang, rusak, dan rusak berat. Hanya 6.618 kilometer yang kondisinya baik sementara 2.280 km rusak dan 2.597 km rusak berat (Kaltim Dalam Angka 2021, hlm 582).

Masih ada lagi ironi yang lain. Kaltim sebagai penghasil batu bara terbesar di Indonesia tetapi sebagian desa masih hidup dalam kegelapan. Dari 841 desa di tujuh kabupaten di Kaltim, rasio elektrifikasi atau desa yang dilayani perusahaan listrik negara hanya 91,98 persen pada 2021 (Kaltim Dalam Angka 2022, hlm 485). Setidaknya, mengutip data Panitia Khusus Ketenagalistrikan, DPRD Kaltim, masih ada 199 desa yang belum dialiri listrik perusahaan negara. 

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Ketimpangan antara pasak dengan tiang atau antara ekspor batu bara dengan DBH Kaltim tersebut makin runcing baru-baru ini. Di tengah pengerukan yang masif dan harga komoditas yang melambung, pemilik perusahaan pertambangan di Kaltim sekaligus orang terkaya ke-18 di Indonesia, Dato Low Tuck Kwong, menyumbangkan ratusan miliar rupiah kepada perguruan tinggi di Pulau Jawa. Setelah isu itu meredup, Gubernur Isran kembali menyoal tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) batu bara di Kutai Timur, Kaltim Prima Coal, yang dianggap terlampau kecil. 

Baca juga:
 

Dua belas tahun lalu, aktivitas pertambangan seperti ini telah disebut Jaringan Advokasi Tambang bak menjadikan Kaltim sebagai toilet. Setelah penambang selesai beroperasi, tinggallah masyarakat dan lingkungan yang menjadi korban. 

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, mengingatkan bahwa persoalan pertambangan tak melulu DBH maupun CSR. Semuanya itu dinilai tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan pertambangan. Jatam mengklaim, telah banyak sungai tercemar, jalan rakyat yang rusak, hingga sawah dan permukiman yang lenyap karena bisnis tersebut. Kasus terbaru adalah banjir besar pada Maret 2022 di Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan, Kutai Timur. 

“Setelah 12 tahun, sampai hari ini, Kaltim masih menjadi toilet bagi mereka yang mengeruk lalu pergi begitu saja,” tutup Rupang. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar