Ekonomi

Potensialnya Pengolahan Produk Rumput Laut, Pentingnya Hilirisasi hingga Menembus Pasar Global

person access_time 3 years ago
Potensialnya Pengolahan Produk Rumput Laut, Pentingnya Hilirisasi hingga Menembus Pasar Global

Samuel Kurniawan Ang bersama Hamzah di Pabrik PT Kappa Carrageenan Nusantara. (samuel gading/kaltimkece.id)

Pada 2017, Kaltim menempati posisi kedua share domestik lalu lintas rumput laut di angka 9,02 persen.

Ditulis Oleh: Samuel Gading
Kamis, 01 April 2021

kaltimkece.id Matahari sedang tinggi-tingginya ketika Samuel Kurniawan Ang berjalan masuk ke sebuah pabrik di Desa Kurung, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Setelah tiga kali pintu diketok, dibukalah pintu oleh seorang pria berhidung mancung dengan kopiah di kepalanya. Dengan senyum semringah, Samuel lantas menjabat erat tangan pria yang merupakan jawara pengolah rumput laut di Indonesia.

Rabu, 31 Maret 2021, Samuel datang bersama 12 orang lainnya rombongan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) UKM Kaltim. Menyambangi pabrik PT Kappa Carrageenan Nusantara, perusahaan pengolah tepung karagenan.

Kedatangan rombongan hari itu diterima Hamzah, sarjana teknik mesin pengubah rumput laut menjadi tepung karagenan. Adapun karagenan adalah sebuah senyawa yang dihasilkan dari ekstrak rumput laut berjenis Euchema spinosum dan Euchema cottonii. Senyawa penyatu antara air dan minyak tersebut mampu membuat 500 produk bahan makanan, kosmetik, pasta gigi, dan kapsul obat.

Pabrik yang dikelola Hamzah merupakan satu-satunya produsen karagenan di Indonesia. Mampu menghasilkan 40 ton tepung karagenan per bulan. Menyediakan bahan baku kepada bermacam perusahaan swasta nasional dan mancanegara.

Hamzah juga mengantongi 12 paten produk turunan lain. Di antaranya bata ringan, kapsul, processing, dan lainnya. Kepada Hamzah, Samuel yang merupakan eksportir tunggal rumput laut Kaltim, berniat untuk berguru. Dengan harapan mampu mengolah hasil rumput laut Kaltim dan membawa bisnisnya naik kelas.

“Jadi tidak sekadar memasarkan bahan mentah atau raw material,” ucap Hamzah kepada kaltimkece.id.

Hilirisasi untuk Kesejahteraan Petani

Samuel mengaku mendapat banyak ilmu dari Hamzah. Salah satunya konsep hilirasi industri rumput laut nasional yang kelak bisa dipasarkan secara global. Selama ini, mayoritas industri nasional kuat mengekspor bahan mentah. Sedangkan karagenan yang notabene produk olahan rumput laut malah diimpor besar-besaran.

“Ini ironis. Kita selalu mengirim bahan mentah ke negara luar. Di sisi lain, industri dalam negeri membeli keluar. Kenapa tidak kita yang mengolah saja?”

Dilanjutkan Hamzah, 80 persen industri rumput laut di Indonesia fokus mengekspor bahan mentah. Hanya 20 persen industri dalam negeri mengolah secara mandiri. Jika perusahaan hanya fokus ekspor, harga mentah produk rumput laut akan selalu fluktuatif.

Samuel pun sepakat. Dia mencontohkan harga pasar rumput laut di Kaltim yang berada di kisaran Rp 13—14 ribu per kilogram. Harga tersebut semata-mata menyesuaikan permintaan pasar.

“Selalu turun-naik. Misalnya tiba-tiba Tiongkok mengurangi permintaan sebelum waktu panen, efek dominonya cukup mengerikan. Harga bisa Rp8—10 ribu per kilogram kalau kita masih bergantung permintaan raw material,” jelas Samuel.

Jika hilirisasi industri dilakukan, dampak positif bakal dirasakan. Ada nilai lebih dari produk rumput laut yang diolah menjadi karagenan. Hamzah menjual satu kilogram karagenan jenis Semi Refined Carrageenan sekitar Rp 200 ribu. Nilai tersebut mampu menjaga stabilitas harga pasar sekaligus menjamin kesejahteraan petani.

“Berapapun harga pasar, Pak Hamzah pasti membeli rumput laut Rp 14 ribu per kilogram setiap panen. Saya saja belum sanggup,” ucap Samuel yang sudah berkecimpung di dunia rumput laut selama lima tahun.

Hamzah membuat pabrik karagenan menggunakan banyak prinsip seperti kimia, fisika, mekanik, hidraulik, dan elektronik. Pabriknya memang tergolong kecil. Rumput laut jenis Euchema cottonii hanya bisa diproduksi 5 ton sehari. Namun dari jumlah tersebut, sudah bisa untuk menampung hasil rumput laut satu kabupaten, seperti dari Bulukumba di Sulawesi Selatan.

Hamzah pun menilai pasar rumput laut Indonesia memiliki prospek bagus. Permintaan dan ketersediaan sangat memadai. Hanya saja, masih sedikit yang melakukan hilirisasi industri.

“Industri ini bisa menyejahterakan masyarakat pesisir jika dilakukan secara serius,” sebut Hamzah.

Potensi Rumput Laut Kaltim

Mengenai rumput laut, Kaltim termasuk memiliki potensi bagus, meskipun belum sehebat Nunukan di Kalimantan Utara atau Kaltara yang mengekspor ribuan ton setahun. Samuel sebagai eksportir tunggal bahan mentah rumput laut Kaltim, bisa mengirim kurang lebih 20 ton per bulan ke berbagai daerah seperti Sulawesi dan Jawa. Ia juga mengekspor ke Korea sampai tiga kali pada 2020 lalu.

“Ke Korea itu dari Maret kemarin sudah tiga kali. Totalnya 11,5 ton rumput laut, sesuai ukuran satu kontainer berukuran 20 feet,” ucap Samuel.

Ekspor dilakukan melalui pelayaran internasional langsung atau direct call via beberapa pelabuhan. Seperti Tanjung Perak, Terminal Peti Kemas Palaran, dan Pelabuhan Kariangau. Dengan harga rumput laut sekitar Rp 14 ribu per kilogram maka total Rp 280 juta diperoleh Samuel setiap bulan.

“Tapi itu belum cost transportasi, modal kepada petani, dan karyawan di warehouse,” ungkapnya.

Dengan ragam cost tersebut, beban Samuel dirasa cukup berat. Dia membawahi sekitar 60 petani. Terdiri dari tiga kelompok tani di Bontang. Merogoh kocek sekitar Rp 20 juta untuk modal bibit kepada setiap kelompok tani. Modal tali dan plastik pengikat juga dibeli menyesuaikan kebutuhan.

“Ada timbal balik ketika memodali. Pertama, ada potongan (uang modal) yang kita dapat dan mereka jadi ikhlas menjual kepada saya sebagai pembeli tunggal,” ucapnya.

Setiap panen, Samuel memborong sekitar 7 ton rumput laut kering. Dibawa ke warehouse yang terletak di Kecamatan Sambutan, Samarinda, menggunakan truk. Terdapat tiga karyawan Samuel di warehouse yang diupah Rp 150 ribu per hari. Bertugas memisahkan rumput laut antara yang bersih dan belum kering. Yang bersih disimpan, yang belum kering dijemur di tiga terpal berukuran 6x9 meter selama 2—3 hari. Pengeringan dilakukan menggunakan rumus rasio 10:1.

“Ketika dijemur berat rumput laut menyusut. Jadi semisal diangkut basah 100 kilogram, itu bisa menyusut jadi 10 kilogram,” terangnya

Mengenai kebersihan dan kekeringan rumput laut, Samuel menyesuaikan spesifikasi permintaan pelanggan. Misalnya klien dari Korea, biasa meminta kadar air rumput laut maksimal 35 persen dan kotoran maksimal 2 persen. Total pengerjaan tiap pesanan kurang lebih satu bulan.

Dorong Samuel Naik Kelas

Kepala Disperindagkop UKM Kaltim, M Yadi Robyan Noor, menyatakan dukungan agar Samuel naik kelas dalam industri ini. Roby, sapaan karibnya, meyakini kemampuan Samuel untuk terus melesat. Mengambil contoh keberhasilannya bertahan dari pandemi Covid-19. “Malah berani dan cerdas menangkap peluang,” sebutnya.

Roby pun menyebut tiga kunci agar Samuel bisa naik kelas. Yakni kapasitas, kualitas, dan kontinuitas. “Hari ini dia membuktikan. Dengan kapasitas yang ada, dia coba mengkomparasikan dengan daerah lain yang pelakunya sudah ada,” ucap Roby.

Samuel diharapkan bisa mencontoh Hamzah. Jika produknya bisa dipatenkan, tentu harganya bakal meningkat tinggi.

Sebagai langkah awal, Roby mendukung Samuel magang di pabrik Hamzah. Sehingga business plan Hamzah dari hulu hingga hilir kelak bisa diterapkan.

Namun demikian, mengenai hirilisasi industri pengolahan karagenan, Roby enggan buru-buru. Kaltim dirasa perlu lebih dulu mengkaji. “Ini memang sangat potensial. Tapi kita enggak boleh latah. Kita kaji secara komprehensif dulu,” imbuhnya.

Menurut Roby, potensi adalah hal yang pasti, tinggal realisasi dan keberanian daerah unjuk gigi. Apalagi mengacu hasil Studi Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Pemprov Kaltim berjudul Studi Kelayakan dan Ekonomis Industri Laut Semi Refined Carrageenan (SRC) di Bontang, 2016. Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa 11.495 hektare lahan berpotensi memproduksi rumput laut, baru 5.748 hektare lahan efektif digunakan.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menunjukkan bahwa pada 2017, Kaltim menempati posisi kedua share domestik lalu lintas rumput laut di angka 9,02 persen. Persis di belakang Kaltara. Sebagian besar rumput dari Kaltim dikirim ke Sulawesi Selatan sebesar 78,65 persen dan Jawa Timur 14,59 persen.

Ketua Tim Gubernur Untuk Pengawalan, Percepatan Pembangunan, Adi Buchari Muslim, mengatakan hilirisasi industri pengolahan rumput laut sangat potensial. "Dalam rangka mempercepat daerah kita," ucapnya.

Hal ini sebutnya, juga sesuai dengan visi misi Gubernur Kaltim, Isran Noor. Yakni berdaulat dalam pemberdayaan ekonomi wilayah, dan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan, serta berdaulat dalam pembangunan sumber daya manusia.

"Kami mengapresiasi upaya yang dilakukan Disperindagkop Kaltim," pungkasnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar