Ekonomi

Setiap Rumah di Kaltim Bisa Dapat Lima Drum Minyak Goreng dari Seluruh Produksi CPO Bumi Etam

person access_time 2 years ago
Setiap Rumah di Kaltim Bisa Dapat Lima Drum Minyak Goreng dari Seluruh Produksi CPO Bumi Etam

Hamparan kebun kelapa sawit di Kutai Timur (foto: arsip kaltimkece.id)

Ironi daerah penghasil minyak sawit. Bak ayam mati di lumbung padi.

Ditulis Oleh: Fel GM
Senin, 07 Maret 2022

kaltimkece.id Minyak goreng langka di penjuru negeri. Ironisnya, daerah penghasil minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai bahan baku minyak nabati itu turut mengalaminya. Bukan hanya langka, minyak goreng mahal pula. Padahal, Kaltim sejatinya daerah penghasil CPO yang cukup besar di Indonesia.

Sebagaimana publikasi Dinas Perkebunan Kaltim, produksi perkebunan kelapa sawit di Bumi Mulawarman menembus 17,72 juta ton tandan buah segar atau setara 3,8 juta ton CPO pada 2020. Angka itu diperoleh dari 1,2 juta hektare kebun sawit dan 60 pabrik CPO yang tersebar di tujuh kabupaten. Apabila produksi CPO nasional pada tahun yang sama sebesar 47 juta ton, Kaltim memberi andil 8 persen terhadap produksi CPO Indonesia.

_____________________________________________________PARIWARA

Produksi Kaltim meningkat lagi pada 2021 menjadi 4 juta ton CPO. Sepanjang tahun itu, harga CPO yang biasanya Rp 9 ribuan per kilogram naik menyentuh Rp 15 ribuan per kilogram. Lantas, seberapa banyak 4 juta ton CPO yang dihasilkan dari Kaltim tersebut?

Menurut perhitungan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang dilansir berbagai media nasional, 18,42 juta ton CPO dapat dikonversi menjadi 5,7 juta kiloliter minyak goreng. Dengan kata lain, 1 ton CPO setara 310 kiloliter minyak goreng. Ketika produksi CPO Kaltim mencapai 4 juta ton setahun, jumlahnya setara 1,24 juta kiloliter minyak goreng dengan asumsi seluruh CPO tersebut dijadikan minyak nabati.

Jumlah 1,24 juta kiloliter minyak goreng ini amatlah besar. Sebagai gambaran, jika dibagikan kepada 1,2 juta kepala keluarga di Kaltim, satu rumah bisa kebagian 1 kiloliter (1.000 liter) minyak goreng per tahun. Itu berarti, setiap rumah di Kaltim bisa kebagian lima drum minyak goreng.

Besaran yang diasumsikan di atas tentu saja amat berlebihan. Menurut Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi Kaltim, satu keluarga hanya perlu tiga liter sebulan atau 36 liter setahun. Dengan demikian, kebutuhan minyak goreng di provinsi ini sebenarnya hanya 4.300 kiloliter setahun atau hanya perlu 0,34 persen dari total produksi CPO Kaltim.

Lagi pula, sebagaimana sensus Badan Pusat Statistik, konsumsi minyak goreng penduduk Indonesia memang hanya 11,58 liter per kapita per tahun pada 2020. Jika satu rumah diasumsikan berisi empat orang, kebutuhan minyak goreng per KK sebenarnya tidak sampai 50 liter setahun. Volume yang tak lebih dari seperempat drum ukuran 200 liter.

Faktanya di lapangan tidak demikian. Bak ayam mati di lumbung padi, minyak goreng justru langka di Kaltim. Berdasarkan laporan masyarakat yang diterima kaltimkece.id, kelangkaan ditemukan hampir di semua kabupaten/kota. Sebagai contoh, Kutai Kartanegara yang punya 200 ribu hektare kebun sawit, harga minyak goreng menembus Rp 24 ribu per liter, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 14 ribu per liter.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Karena Sawit Bukan Hanya Minyak Goreng

Sejumlah ekonom menilai, kelangkaan minyak goreng tidak lepas dari kenaikan harga CPO di pasar ekspor. Akademikus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Samarinda, Hairul Anwar, telah memprediksi fenomena ini sejak 2020. Kenaikan harga CPO menyebabkan biaya produksi minyak goreng meningkat. Harga minyak goreng di pasaran pun ikut membengkak ditambah ada pihak yang menahan stok minyak goreng.

Harga yang meroket ini juga tak lepas dari begitu banyak produk turunan si minyak sawit mentah. Bukan hanya minyak goreng, CPO dapat menghasilkan ratusan produk kosmetik, makanan, hingga biodiesel. Menurut lansiran Kementerian Perindustrian, minyak kelapa sawit terbagi menjadi dua jenis yaitu CPO (minyak mentah) dan minyak inti sawit. Kedua jenis minyak ini dapat diolah sehingga menghasilkan setidaknya 12 senyawa dan produk turunan pertama.

Selusin senyawa dan produk tersebut adalah olein, asam amino, asam lemak sawit (palm fatty acid distillate/PFAD), vitamin A dan E, karoten, asam lemak (fatty acid), stearin, tiga jenis gliresida, lipase, protein sel tunggal, sabun, dan es krim. Dari 12 senyawa turunan pertama tersebut, diperoleh lagi beragam senyawa dan produk turunan kedua. Olein atau fraksi cair minyak sawit akan menghasilkan minyak goreng, mentega putih (shortening), dan metil ester (bahan biodiesel). Senyawa PFAD dapat dibuat sabun cuci, metil ester, bubuk lemak, dan pengganti mentega cokelat.

Selanjutnya, senyawa stearin diperlukan dalam produksi mentega, kosmetik, mentega putih, minyak nabati (vegetable ghee), dan vanaspati. Yang terakhir adalah senyawa PFAD dengan turunan terbanyak yaitu senyawa ester asam lemak, garam metalic, lemak amino, lemak alkohol, dan gliserol. Seluruh senyawa yang dihasilkan PFAD ini diperlukan oleh ratusan produk jadi. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar