Hukum
Fakta-Fakta Persidangan Rita-1: Percakapan Cinta antara Rita-Khoi (Bagian Pertama)
![Fakta-Fakta Persidangan Rita-1: Percakapan Cinta antara Rita-Khoi (Bagian Pertama)](https://lama.kaltimkece.id/upload/artikel/2018-10/08/fakta-fakta-persidangan-rita-1-percakapan-cinta-antara-rita-khoi-bagian-pertama.jpg)
Ilustrasi: Danoo (kaltimkece.id)
Ditulis Oleh: Fel GM
Senin, 08 Oktober 2018
kaltimkece.id Megakorupsi di Kutai Kartanegara lamat-lamat terkuak sejak Bupati (non-aktif) Rita Widyasari dan Khairuddin alias Khoi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 7 Oktober 2017, tepat setahun lalu. Keduanya, bersama Heri Susanto alias Abun, disangka terlibat gratifikasi dengan nilai ratusan miliar rupiah.
Banyaknya dakwaan kepada Rita dan Khoi membuat persidangan berjalan panjang. Selama 6 bulan, sejak 2 Februari hingga 7 Juli 2018, sebanyak 72 saksi dan 895 alat bukti telah dihadirkan di muka hakim. Rita dan Khoi akhirnya divonis bersalah karena terbukti menerima rasuah dengan nilai Rp 110,7 miliar. Rita dihukum 10 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta subsidair 6 bulan kurungan. Sementara Khoi dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan. Hak politik keduanya juga dicabut selama lima tahun. Vonis tersebut diterima Rita sedangkan Khoi masih mengajukan banding.
Persidangan sedemikian panjang menyajikan sejumlah keterangan yang disebut sebagai fakta persidangan. Seluruh fakta itu dicatat dalam dokumen notulensi setebal 1.474 halaman yang diterima Jaringan Advokasi Tambang, Jatam, dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Kepada kaltimkece.id, juru bicara KPK, Febri Diansyah, telah membenarkan kesahihan dokumen tersebut adalah dari KPK. Dokumen tersebut diteliti kaltimkece.id dengan bantuan Kelompok Kerja 30 dan Jaringan Advokasi Tambang, sepekan lamanya.
Dari kasus ini, pertanyaan paling penting dalam skandal korupsi terbesar di Kaltim tersebut terjawab. Pertanyaan itu adalah; mengapa Khairuddin, lelaki muda berwajah tampan, bisa sangat berpengaruh di Kukar? Mengapa Khairuddin, hanya seorang komisaris perusahaan media dan bukannya pejabat tinggi, bisa dianggap sebagai orang yang mewakili bahkan menentukan sikap Bupati?
Jawabannya diuraikan jaksa penuntut KPK dengan memperlihatkan pesan singkat antara Rita dan Khoi pada 2011 dan 2012. Percakapan ini diajukan jaksa untuk membantah keterangan Khairuddin. Sebelumnya, Khoi menyatakan hanya menjadi bagian dari tim pemenangan Rita di Pilkada Kukar pada 2010. Khoi mengklaim tidak memiliki peran lagi setelah Rita dilantik sebagai bupati.
Keterangan itu dibantah oleh Rita di persidangan. Bahwasanya, Rita memang sering meminta pendapat kepada Khoi berkaitan dengan masalah pemerintahan namun tidak berhubungan dengan fee proyek. Keterangan Rita diperkuat jaksa dengan menampilkan percakapan yang terekam di dalam telepon genggam iPhone 4 milik Khoi. Selain membicarakan masalah pemerintahan, pesan pendek di antara keduanya mengungkapkan adanya hubungan yang dekat. Sangat-sangat dekat.
Gambaran lebih jelas disajikan dalam rangkaian pesan singkat yang ditampilkan secara utuh berikut ini (redaksi memperbaiki beberapa kesalahan tik sekaligus memberikan terjemahan beberapa frasa yang mengandung bahasa Kutai).
![](/upload/tinymce/image_1538998498_uLDSL3WU41ucDTCpo8LqwwI2jOfPI0YD9rxICCnQ.jpeg)
Percakapan di atas telah dibenarkan Rita Widyasari dan Khairuddin di muka persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Rita menjelaskan maksud kalimatnya yang berbunyi, “Kecuali kamu nak (mau) berhenti jadi staf khusus. Jadi laki Wita maha (saja).” Menurut Rita, itu candaan belaka. Faktanya, menurut aturan, Khairuddin tidak bisa diangkat sebagai staf khusus. Adapun mengenai kata-kata “cinta”, Rita mengatakan itu hanya hubungan baik antara dia dan Khairuddin.
kaltimkece.id berupaya menyajikan keberimbangan artikel ini dengan berusaha menemui Rita Widyasari dan Khairuddin. Pada Jumat, 5 Oktober 2018, reporter kaltimkece.id telah mendaftar sebagai pembesuk Rita di Rumah Tahanan Wanita Klas II/A Pondok Bambu, Jakarta Timur. Permintaan bertemu tidak diluluskan petugas rutan karena bukan keluarga yang terdaftar. Melalui celah kecil di pintu masuk, petugas menerangkan bahwa kepala rutan tidak memperkenankan wartawan menemui warga binaan tanpa izin menteri hukum dan HAM.
“Penasihat hukum pun harus membawa surat kuasa dari kliennya (jika ingin bertemu),” terang petugas tadi.
kaltimkece.id juga berusaha menemui Khairuddin di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK. Pada Kamis, 4 Oktober 2018, petugas menyampaikan bahwa batas maksimal pembesuk Khairuddin yakni lima orang telah terpenuhi. Sementara untuk kepentingan wawancara, petugas rutan meminta kaltimkece.id menemui juru bicara KPK, Febri Diansyah. Keesokan harinya, Jumat, 5 Oktober 2018, Febri menyatakan Khairuddin tidak bisa diwawancarai juru warta. Febri hanya memberikan sejumlah penjelasan dalam kalimat off the record.
Dihubungi terpisah, para penasihat hukum Rita dan Khoi tidak memberikan jawaban atas permintaan konfirmasi. Reporter kaltimkece.id berusaha menghubungi Noval El Farveisa selaku penasihat hukum Rita sejak Sabtu, 6 Oktober 2018. Nomor teleponnya aktif sejenak pada Minggu, 7 Oktober 2018, pukul 17.38 WIB. Baik pesan singkat maupun panggilan kaltimkece.id tidak dijawab sampai berita ini diterbitkan.
Pada hari yang sama, kaltimkece.id menghubungi Yanuar Prawira Yasesa selaku ketua tim penasihat hukum Khairuddin. Yanuar memilih tidak memberikan pernyataan. Menurut seorang anggota tim, saat ini tim penasihat hukum sedang disusun ulang untuk menghadapi sidang banding Khoi atas vonis hakim. (bersambung ke artikel Percakapan Cinta antara Rita-Khoi-Bagian Kedua)
Dilengkapi oleh: Fachrizal Muliawan (Jakarta)
Liputan ini tersaji dari hasil telaah kaltimkece.id, Kelompok Kerja 30, dan Jaringan Advokasi Tambang, yang memeriksa dokumen fakta persidangan Rita Widyasari dan Khairuddin setebal 1.474 halaman. Seluruh fakta persidangan terdiri dari keterangan 72 saksi dengan 895 bukti beserta petunjuk. Salinan fakta persidangan ini merupakan dokumen publik yang diperoleh Jaringan Advokasi Tambang, Jatam, dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, telah membenarkan kesahihan dokumen tersebut adalah dari KPK.