Hukum

Menggali Akar Persoalan Jual Diri Online Perempuan Muda yang Makin Marak di Kaltim

person access_time 3 years ago
Menggali Akar Persoalan Jual Diri Online Perempuan Muda yang Makin Marak di Kaltim

Mawar, bukan nama sebenarnya, di FKPM Kelurahan Pelita (foto: FKPM Kelurahan Pelita for kaltimkece.id)

Dalam setahun terakhir saja, ada 20 kasus prostitusi online di Kaltim. Sebagian besar melibatkan perempuan di bawah umur. Ada kemiripan di antara kasus-kasus tersebut.

Ditulis Oleh: Samuel Gading
Senin, 01 Februari 2021

kaltimkece.id Sebuah pemberitahuan pesan tiba-tiba menghampiri layar telepon seluler Marno Mukti. Tanpa membuang-buang masa, Ketua Forum Komunikasi Kepolisian dan Masyarakat (FKPM) Kelurahan Pelita, Samarinda Ilir, tersebut, membuka gawai pintarnya. Seorang warga rupanya menyampaikan informasi penting. Perempuan yang dilaporkan hilang selama empat hari telah ditemukan.

Selasa malam, 21 Januari 2021, Marno bergegas menuju lokasi yang dimaksud. Ia tiba di depan kamar sebuah penginapan di Jalan Juanda, Samarinda. Marno bersama tim mengetuk pintu kamar bercat ungu di losmen tersebut. Sepasang kekasih didapati. Akan tetapi, perempuan yang sedang bersama laki-laki itu bukanlah orang yang dicari. Marno akhirnya meminta sejoli tersebut datang ke Posko FKPM di Jalan Lambung Mangkurat, Gang Ar-Rahman. Keduanya hendak dimintai keterangan.

Perempuan itu, panggil saja Mawar, masih belia. Usianya 16 tahun. Wajahnya rupawan. Mawar punya mata cemerlang dengan kulit yang cerah dan bersih. Rambutnya diwarnai cokelat terang. Tubuhnya semampai dengan tinggi badan yang cukup.

Kepada Marno selaku ketua FKPM Pelita, Mawar mengaku hanya berpacaran di kamar. Anggota FKPM yang menanyainya tak percaya begitu saja. Setelah berulang kali digali, remaja itu mengakui semuanya. Mawar sebelumnya duduk di sebuah bangku SMA sebelum putus sekolah. Ia terlibat prostitusi daring. Mawar mengaku menggunakan aplikasi perpesanan MiChat untuk menjual diri.

“Sudah sejak kelas dua SMP. Waktu itu saya masih 14 tahun,” aku Mawar kepada Marno.

Mawar berkata bahwa perbuatannya disebabkan oleh kekurangcocokan dengan kedua orangtua. Bukan faktor ekonomi masalahnya. Menurut Mawar, keluarganya adalah orang berada.

“Saya cuma ingin mencari kebebasan,” sambungnya, masih di hadapan Marno.

Mawar adalah tipe yang pilah-pilih pasangan kencan. Tidak semua laki-laki ia terima. Hanya lelaki yang berpenampilan menarik dengan usia antara 20 tahun hingga 40 tahun. Untuk sekali ‘pertemuan’, ia memasang tarif Rp 400 ribu hingga Rp 800 ribu. Mawar bisa melayani dua sampai tiga pelanggan dalam sehari. Dari praktik tersebut, Mawar mengaku memperoleh Rp 30 jutaan sebulan.

“Menurut pengakuannya, uang itu dipakai untuk membeli handphone, kosmetik, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari,” terang Marno. Mawar diperbolehkan pulang setelah mendapat pembinaan. FKPM memang tidak bisa memproses secara hukum. FKPM, jelas Marno, hanya memediasi dan membina seperti mempertemukan pelaku dengan orangtuanya.

Prostitusi daring tengah marak. Sepanjang 2020 saja, menurut catatan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Kepolisian Resort Kota Samarinda, ada tujuh laporan tindak pidana perdagangan orang di Kota Tepian. Sementara menurut Tim Respons Cepat PPA, sebanyak 20 kasus prostitusi online di bawah umur yang sudah ditangani sejak tahun lalu di provinsi ini.

Koordinator Wilayah TRCPPA Kaltim, Rina Zainun, mengatakan bahwa ada tiga penyebab kasus prostitusi online. Yang pertama adalah gaya hidup. Faktor ini ditemukan dalam 13 kasus. Faktor kedua adalah kurang perhatian orang tua seperti kasus Mawar. Penyebab seperti ini ditemukan pada empat kasus.

“Selebihnya, korban kekerasan seksual sebelum menjadi pelaku prostitusi online,” terang Rina kepada kaltimkece.id, dalam wawancara via telepon pada Kamis, 28 Januari 2021.

Rina Zainun kemudian membeberkan informasi yang mengejutkan. TRCPPA Kaltim menengarai keberadaan jejaring tersembunyi yang memperdagangkan anak di bawah umur di Samarinda. Dari 20 kasus yang ditangani TRCPPA, rata-rata berumur 12-14 tahun. Semua selalu menjadi korban dan dijual, sebelum beralih menjadi pelaku. Setelah ‘buka praktik’, mereka lantas menjual temannya sendiri alias menjadi muncikari.

“Dari korban menjadi pelaku, kemudian melibatkan teman-teman yang lain,” jelasnya.

Modus prostitusi daring ini adalah korban dihubungi lewat telepon sebelum secara mandiri  menggunakan aplikasi MiChat. Negosiasi tarif secara daring disambung transaksi secara tunai. Dengan demikian, tidak ada bukti transfer. Dari pendalaman TRCPPA, beberapa anak-anak tidak bisa lepas dari jeratan oknum muncikari. Mereka disebut di bawah ancaman yakni video berkonten tak pantas akan disebarkan.

“Ada anak yang mengaku, kalau keluar dari praktik ini, video itu disebar. Anak-anak ini tidak tahu jaringan tersebut dari mana,” jelas Rina seraya menambahkan, “Kami terus menelurusi jaringan itu.”

Celah Hukum Pelaku Prostitusi

Pidana terhadap praktik prostitusi daring hanya mengatur sanksi jika pekerja seks diperdagangkan oleh pihak ketiga atau muncikari. Payung hukumnya adalah Undang-Undang 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Kepala Sub Unit PPA, Polresta Samarinda, Inspektur Satu Teguh Wibowo, menjelaskan sanksinya. Pelaku yang terbukti melakukan TPPO terancam pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun. Ada pula denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Terhadap mereka yang berpraktik prostitusi online atas kemauan sendiri, seperti Mawar, tidak ada sanksi hukum. Namun demikian, bukan berarti tiada celah. Akademikus dari Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda, Harris Retno, memberikan penjelasan. Menurutnya, beberapa celah hukum dapat menjerat pekerja seks online yang bersifat sukarela.

Retno mengatakan, dalil perzinahan bisa dipakai jika istri atau keluarga dari pria yang memakai jasa prostitusi tidak terima. Istri atau pihak keluarga bisa menggunakan delik aduan perzinahan. Di samping itu, penyedia maupun pengguna jasa prostitusi daring bisa dijerat UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Beleid ini digunakan bila ditemukan bukti penyebaran konten pornografi untuk kepentingan promosi.

“Meskipun demikian, tidak ada celah hukum pidana yang secara spesifik mengatur pelaku prostitusi online,” terang Retno kepada kaltimkece.id.

Menggali Akar Persoalan

Fenomena prostitusi daring yang melibatkan perempuan di bawah umur mendapat perhatian Ketua Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Lisda Sofia. Menurutnya, pangkal persoalan disebabkan beberapa faktor.

“Ada tiga faktor yaitu ekonomi, salah pergaulan, dan kelalaian pengasuhan keluarga,” terang perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai psikolog relawan di UPTD PPA Samarinda tersebut.

Lisda kerap menerima konsultasi dari para perempuan yang menjalani praktik prostitusi online. Kebanyakan pelaku sebenarnya mengetahui sebab dari perbuatan serta sadar akan konsekuensinya. Sayangnya, kata Lisda, para pelaku jarang menunjukkan rasa bersalah.

“Kalaupun ada, lebih kepada perasaan malu atau ketakutan akan konsekuensi hukum,” sebutnya.

Lisda menambahkan, akar masalah dari praktik ini adalah kondisi keluarga. Para pelaku biasanya kehilangan pemahaman nilai-nilai keluarga serta minimnya pengetahuan seksual. Anak-anak yang terjerumus dalam praktik gelap ini rata-rata berasal dari keluarga yang retak atau mengalami perceraian. Bahkan, sambung Lisda, ada yang memiliki riwayat kekerasan.

“Itu sebabnya, keluarga memiliki peran sentral untuk mencegah fenomena ini. Keluarga adalah pengawas dan alat kontrol sosial bagi anak,” tegasnya. 

Ketua Pusat Studi Perempuan dan Anak, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Harris Retno, menambahkan analisisnya. Salah satu akar persoalan prostitusi online di bawah umur adalah tuntutan gaya hidup. Tren akan kemewahan atau hedonisme di kalangan anak muda ini tidak menyeruak begitu saja. Ia terbentuk dari lingkungan. Sebagai contoh, Retno mengkritik pejabat dan tokoh publik yang berlomba-lomba mempertontonkan kemewahan sebagai bagian dari kesuksesan.

“Hal tersebut justru menekan mental anak muda,” terangnya.

Banyaknya faktor yang menyebabkan fenomena prostitusi daring di bawah umur memerlukan penyelesaian yang kompleks. Penangkapan atau sanksi hukum bagi pelaku dinilai tidak menyelesaikan masalah. Retno mengatakan, perlu upaya multi-pihak menuntaskan problematika ini. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar