Hukum

Terbongkarnya Tambang Ilegal di Tanah Merah dan Masih Banyak Aktivitas Serupa di Poros Samarinda-Bontang

person access_time 3 years ago
Terbongkarnya Tambang Ilegal di Tanah Merah dan Masih Banyak Aktivitas Serupa di Poros Samarinda-Bontang

Lokasi tambang yang diduga ilegal di Tanah Merah, Samarinda Utara (foto: samuel gading/kaltimkece.id)

Satu aktivitas pertambangan ilegal di Tanah Merah terbongkar. Masih tersisa belasan titik di sekitar poros Samarinda-Bontang. 

Ditulis Oleh: Samuel Gading
Jum'at, 12 Maret 2021

kaltimkece.id Pertambangan batu bara ilegal kembali terbongkar. Di Samarinda, dekat Tempat Pemakaman Umum Raudhatul Jannnah di Jalan Serayu, Kelurahan Tanah Merah,  Samarinda Utara, galian batu bara tanpa izin diungkap kepolisian. Lokasi ini hanya satu dari puluhan aktivitas pertambangan yang diduga ilegal yang berlaku di Kaltim. 

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Kepolisian Resor Kota Samarinda, Komisaris Polisi Yuliansyah, mengatakan bahwa telah menangkap dua orang. Keduanya ditahan Unit Tindak Pidana Tertentu pada Senin, 8 Maret 2021 karena diduga menambang ilegal. Terungkapnya kasus ini bermula dari informasi pengerukan emas hitam ilegal yang viral di media sosial dan media massa.

"Berdasarkan kabar itu, Unit Tipidter menyelidiki ke TKP (tempat kejadian perkara),” terang Kompol Yuliansyah, Jumat, 12 Maret 2021.

Hasil penyelidikan adalah Unit Tipidter menangkap basah aktivitas pengerukan. Pada Senin lalu, sejumlah pekerja di tambang yang berlokasi dekat jalan poros Samarinda-Bontang itu sedang mengoperasikan ekskavator. Kepolisian pun segera menghentikan kegiatan. Tiga saksi diperiksa. 

"Kami amankan dua operator dan seorang mandor di tempat. Setelah itu, kami dapat dua nama yang berikutnya ditetapkan sebagai tersangka yakni HS dan AA," ucap Kompol Yuliansyah.

HS adalah pemodal dari aktivitas ilegal tersebut. Sementara AA merupakan mandor lapangan. Keduanya ditangkap selepas dipancing datang ke lokasi. Kedua tersangka pun dibawa ke Markas Polresta Samarinda untuk dimintai keterangan. Setelah pemeriksaan, penambangan batu bara tersebut diketahui telah berlangsung sejak Januari 2021. Mula-mula, alat berat masuk untuk pematangan lahan sekaligus membuka jalan. Pada saat pengupasan lahan, batu bara ditemukan. Emas hitam kemudian dibawa ke tempat yang tidak disebutkan untuk dimuat.

"Sebenarnya, kami sudah mendeteksi sejak Januari. Tapi ketika batu bara diangkut dan akan dijual, itu (baru) masuk kategori penambangan," jelas Kompol Yuliansyah. "Modusnya setelah pematangan lahan namun kami baru bisa bertindak setelah adanya proses produksi,” sambungnya.

Menurut pengakuan tersangka, sebanyak 300 ton batu bara telah dikeruk dan diangkut. Jika saat ini harga batu bara dunia di kisaran USD 80 per ton, nilai emas hitam yang dikeruk sebesar USD 24 ribu atau setara Rp 336 juta. Adapun batu bara dari aktivitas ilegal ini telah ditemukan di sebuah jetty di Samarinda. Petugas menyita barang tersebut. Kompol Yuliansyah menjelaskan, tak menutup kemungkinan penambahan tersangka. Kepolisian masih memanggil saksi-saksi, memeriksa, serta menyelidiki lebih jauh kasus ini. "Kami juga meminta keterangan beberapa saksi ahli dari dinas terkait,” sambungnya.

Atas perbuatan menambang ilegal, kedua tersangka dijerat pasal 158 UU 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.

Tambang ilegal depan TPU Raudhatul Jannah, Tanah Merah, sudah menyita perhatian warga beberapa waktu belakangan. Aktivitasnya tak jauh-jauh dari lingkungan penduduk. Pada 8 Maret 2021 jelang tengah malam, satu buldoser dan ekskavator bahkan melintas di depan makam. Sumber kaltimkece.id menyebutkan bahwa kedua alat berat disebut datang dari jalan lumpur sekitar 200 meter dari TPU menuju perempatan kecil. Dari situ, kendaraan masuk ke jalan tanah yang penuh semak belukar. Jalan tersebut tembus di jalur poros Samarinda-Bontang, dekat sebuah tempat pemancingan.

Masih menurut sumber media ini, pelaku aktivitas tambang ilegal tersebut sempat mendatangi warga. Bermaksud meminta izin untuk Jalan Serayu digunakan untuk hauling. Warga sepakat menolak.

Ketua RT 20, Kelurahan Tanah Merah, Sunadi, membenarkan bahwa pada Jumat malam, 5 Maret 2021, warga menolak empat tronton hendak melintasi Jalan Serayu. Penolakan didasari tiadanya izin maupun pemberitahuan.

“Lokasi tambang sebenarnya di Kelurahan Lempake tapi aksesnya lewat sini (Tanah Merah). Makanya mengganggu akses penguburan pasien Covid-19. Jalan jadi becek,” jelas Sunadi ketika ditemui kaltimkece.id di kediamannya.

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, Christianus Benny, sudah memastikan aktivitas pertambangan tersebut ilegal alias tanpa izin. Diketahui berdasar laporan yang diterima pihaknya dan dipastikan setelah menurunkan tim memeriksa pengerukan liar tersebut. “Lokasi tambang sebenarnya di Kelurahan Lempake tapi aksesnya lewat sini (Tanah Merah). Makanya mengganggu akses penguburan pasien Covid-19. Jalan jadi becek,” jelas Sunadi ketika ditemui kaltimkece.id di kediamannya.

Sudah 20 Laporan Tambang Ilegal

Aktivitas tambang ilegal di Kaltim makin menggila sepanjang pandemi Covid-19. kaltimkece.id menerima salinan dokumen berisi daftar laporan tambang ilegal yang dikirimkan kepada Pemprov Kaltim dan penegak hukum. Sepanjang 2018 hingga 2020, terdapat 26 laporan. Sebagian besar dari perusahaan tambang. Mereka menyampaikan dugaan penambangan oleh pihak lain di dalam konsesi perusahaan.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 di antaranya dilaporkan pada periode Februari 2020 hingga sekarang atau semasa pandemi. Ada 14 tambang ilegal di Kukar, lima di Samarinda, dan satu laporan anonim. Sembilan laporan menyertakan titik koordinat dengan total 24 titik. Lewat bantuan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, kaltimkece.id mendapatkan lokasi persis melalui perangkat pemetaan ArcGIS dan Google Earth.

“Dari 24 koordinat tersebut, hanya 20 yang terlacak di peta dan persis di atas lahan konsesi.  Empat yang lain di luar konsesi,” terang Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, Selasa.

Perincian dari 20 laporan tadi adalah sebagai berikut. Di Kukar ada tiga tambang ilegal yang dilaporkan pemegang izin usaha pertambangan (IUP), PT MSA, yang beroperasi di Loa Janan. Tiga aktivitas berikutnya dilaporkan PT IBP, pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) di Loa Janan. Ada pula laporan dari PT SB di Muara Badak-Marangkayu, PT BBE di Tenggarong Seberang, PT MSJ di Tenggarong Seberang, serta PT GDM, Sementara untuk Samarinda, tambang ilegal dilaporkan CV A dan perorangan. Selain perusahaan, laporan datang Pemerintah Desa Bangun Rejo dan Kecamatan Sebulu di Kukar.

Aktivitas pertambangan ilegal terbanyak berasal dari laporan PT SB yang beroperasi di Muara Badak-Marangkayu. PT SB adalah pemegang PKP2B dengan konsesi 24.930 hektare. Dari surat perusahaan kepada Dinas ESDM Kaltim, sebanyak 14 titik diduga dikeruk secara liar batu baranya. Perusahaan juga mengirimkan foto aktivitas ilegal seperti tempat stockpile (penumpukan), jalur hauling, hingga alat berat. Informasi serupa turut disampaikan UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Santan, Dinas Kehutanan Kaltim.

Aktivitas tambang ilegal di Muara Badak-Marangkayu sebenarnya telah diketahui Gubernur Kaltim Isran Noor. Dalam wawancara terdahulu pada Februari 2021, Isran mengatakan bahwa praktik tak resmi tersebut menggunakan jalan poros Samarinda-Bontang.

“Istilahnya batu bara karungan. Karungan Prima Coal,” kata Gubernur.

Pemprov Turunkan Satgas

Tambang ilegal yang merajalela semasa pandemi menyebabkan Pemprov Kaltim mengambil tindakan. Satu di antaranya menurunkan Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Hukum Bidang Minerba. Satgas ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kaltim 180/K.312/2020.

“Tidak hanya tambang ilegal, Satgas berfungsi menyelesaikan permasalahan hukum pasca-tambang seperti kasus lubang tambang,” terang Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, Christianus Benny.

Satgas menggandeng Kejati Kaltim selaku personel penegakan hukum. Benny mengatakan, pemprov sudah berkomunikasi dengan kejaksaan pada Februari lalu. Dalam waktu dekat, diadakan pertemuan lanjutan untuk menginventarisasi pertambangan ilegal di Kaltim.

Benny menambahkan, Dinas ESDM dalam satgas berfungsi sebagai penerima laporan sesuai surat Kementerian ESDM Nomor 1481/30.01/DJB/2020. Kewenangan pengawasan ESDM sudah ditarik pusat sehingga fungsi penindakan sepenuhnya di kejaksaan. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi tersebut, Dinas ESDM mengecek lapangan menggunakan drone. Posisi tambang ilegal selanjutnya dilaporkan ke pemerintah pusat.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum, Kejati Kaltim, M Faried, membenarkan bahwa penindakan berada di pihaknya. Akan tetapi, kejaksaan tidak bisa menindak langsung karena tidak bisa melakukan penindakan secara pro-justitia (penegakan hukum).

“Posisi kami pasif, menunggu pemberitahuan dan koordinasi dari ESDM termasuk waktu mengeksekusi laporan atau teknis aduan hukum illegal mining. Kami juga mengobservasi fakta di lapangan berdasarkan laporan. Kalau ada surat masuk, kami lihat, kami selidiki, baru dikaji hasilnya seperti masuk pidana umum, pertambangan, atau korupsi,” terang M Faried, Selasa, 9 Maret 2021. Kejati juga telah mendelegasikan 10 orang dalam struktur satgas.  

Baca juga:

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, menilai bahwa pemerintah daerah sebetulnya punya kewenangan melekat dalam masalah ini. Itu diatur dalam UU 9/2015 tentang Perubahan Kedua Atas UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Termasuk pula UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU Minerba disebut sama sekali tidak membatasi pemerintah daerah menindak pertambangan ilegal. Jatam menilai, satgas hanya upaya pencitraan tanpa solusi dari Pemprov Kaltim.

“Seolah-olah (satgas) adalah upaya besar yang tidak bisa diselesaikan pemda sehingga harus lintas kelembagaan. Padahal, sebelum kewenangan minerba ditarik ke pusat, sudah ada contoh penindakan dari Polda Kaltim pada 2019 dan itu tanpa satgas,” jelasnya. (*)

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar