WARTA

Kondisi Geografis hingga Politik Uang, Rentannya Kecurangan Pemilu di Kaltim

person access_time 5 years ago
Kondisi Geografis hingga Politik Uang, Rentannya Kecurangan Pemilu di Kaltim

Ilustrasi: Antara Foto

Kecurangan pemilu berpeluang besar terjadi di Kaltim. Kondisi geografisnya ikut memperburuk keadaan.

Ditulis Oleh: Ika Prida Rahmi
Selasa, 16 April 2019

kaltimkece.id Indeks Kerawanan Pemilu atau IKP 2019 skala nasional keluaran Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu, menyajikan realitas mengkhawatirkan untuk Kaltim. Ada 16 provinsi memiliki skor IKP tinggi. Papua yang tertinggi dengan skor 55,08. Bumi Etam juga berada di atas rata-rata nasional.

Kaltim berada di peringkat 12 dari 34 provinsi di Indonesia dengan skor 49,69. Dalam skala nasional, kategori kerawanan adalah 49,63. Angka ini berasal dari komulasi agregatif dari empat dimensi di 514 kabupaten/kota.

Empat dimensi tersebut adalah konteks sosial politik dengan skor IKP nasional 42,54; dimensi penyelenggara pemilu yang bebas dan adil dengan skor IKP 54,22; dimensi kontestasi dengan skor IKP 53,81; dan dimensi partisipasi politik dengan skor IKP 47,94.

Namun, skor kerawanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota masih di atas rata-rata nasional. Dengan demikian, para pemangku kepentingan tetap harus melakukan upaya pencegahan. Menghindari kerawanan-kerawanan saat pelaksanaan pemilu 17 April 2019.

Syaiful Bahtiar, ketua Bawaslu Kaltim, menyebut IKP tersebut berasal dari pengambilan sampel dan laporan setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) 34 provinsi di Indonesia. Penentuan indikator yang digunakan Bawaslu pun tak sama seperti Polri dan TNI. Termasuk klasifikasi Pemda. Umumnya terfokus keamanan dan pengamanan berjalannya pemilu.

Indeks rawan pemilu Bawaslu terbagi 10 kategori. Di antaranya money politic, partisipasi masyarakat, TPS susah terjangkau pemilu, TPS berdekatan posko pemenangan peserta pemilu atau parpol, netralitas penyelenggara pemilu, kendala distribusi, dan kekurangan logistik pemilu. Termasuk perangkat perlengkapan ketika penghitungan suara berlangsung.

"Ada beberapa instansi di luar Bawaslu mempertanyakan indikasi TPS rawan tersebut. Padahal Bawaslu punya indikator sendiri dan tidak sama. Misalnya TPS rawan itu beda dari indikator yang digunakan TNI dan Polri," kata Syaiful saat ditemui kaltimkece.id di kantornya, Jalan MT Haryono, Selasa, 16 April 2019.

Dekatnya TPS dengan posko pemenangan, masuk indikator rawan pemilu. Ada potensi terjadinya penggiringan suara massa untuk memilih pihak tertentu. Kondisi ini rentan di tiga kota Kaltim. Yakni Bontang, Balikpapan, dan Samarinda. Ketiga kota ini adalah basis pemilih terbanyak.

"Samarinda dan Balikpapan lumbung suara. Bontang termasuk, walupun dari sisi DPT, Bontang di bawah. Tapi suara di Bontang terkonsentrasi massa pemilihnya.”

TPS sulit dijangkau juga menjadi rawan karena pemilih enggan datang menggunakan hak suara. Megancam tak maksimalnya proses pemilu. Kriteria ini berpotensi di seluruh kabupaten Kaltim.

Masalah distribusi logistik juga memperbesar potensi kecurangan di daerah terpencil. Bawaslu ikut memerhatikan distribusi logistik yang belum sampai ke TPS tertentu, dengan kendala berbagai masalah.

Baca juga:
 

Di Kaltim, sulitnya distribusi logistik rawan di daerah pedalaman. Terbagi di lima kabupaten. Meliputi Mahakam Ulu, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, dan berau.

"Harus didatangkan dengan menggunakan perahu atau helikopter karena medan yang sulit. Hal seperti itu yang dimaksud kerawanan bagi Bawaslu," urainya.

Selain itu, netralitas penyelenggara pemilu ikut diperhatikan. Ada beberapa indikator pendukung bahwa profesionalitas penyelenggara masuk indeks kerawanan. Hal itu ketika penghitungan suara berlangsung.

Seperti diketahui, proses penghitungan suara pemilu pada 17 April 2019, dilakukan saat malam. Hampir di setiap TPS. Penghitungan kemungkinan hingga Kamis dini hari, 18 April 2019.

Ada beberapa kondisi dikhawatirkan berpotensi memengaruhi hasil penghitungan suara. Misalnya minimnya penerangan. Keadaan ini berpeluang menjadi kecurangan bagi petugas penyelenggara yang tidak netral.

Dikhawatirkan ada kesepakatan jahat ataupun konspirasi. Kalau sampai terjadi, maka jadi kejahatan paling tinggi. Sanksinya pidana. Kejahatan begini biasanya terorganisasi. Namun Bawaslu masih sangat sulit menguak kasus tersebut. Kendati demikian, yang paling adalah petugas KPPS atau pengawas TPS.

 "Misalnya oknum ini memihak caleg tertentu. Ketika penghitungan suara, meski suara ditujukan kepada caleg B, karena dia curang maka disebutkan caleg A," ungkapnya.

Praktik politik uang juga menggangu kualitas demokrasi. Saat ini sudah dua pelaku praktik politik uang ditangani Bawaslu. Terjadi di Kutai Timur dan Kutai Kartanegara. Bawaslu masih berproses dengan pendalaman dan penyelidikan serta mengumpulkan barang bukti. Berlangsung selama 14 hari.

Pelaku yang ditangani Bawaslu merupakan caleg dari DPR RI dan DPRD kabupaten Kukar. Praktik yang dilakukan berupa pembagian uang dan ditemukan pengawas pemilu di lapangan.

"Bila bisa dikembangkan ke tahap berikutnya, nanti masuk tahap penyidikan di sentra gakumdu (penegakan hukum terpadu) Bawaslu. Pelaku bisa terancam pidana pemilu."

Syaiful mengakui masih kesulitan melakukan penanganan politik uang. Hal yang sering dijumpai adalah kendala barang bukti dan saksi. Penerima yang melaporkan juga kerap enggan jadi saksi. Kebanyakan pelapor merupakan bagian dari proses transaksi. Antara penerima dan pemberi.

Strategi para pelaku politik uang juga penuh akal bulus. Pelaku yang diamankan, biasanya tidak terdaftar sebagai peserta pemilu yang terdaftar di KPU. "Misalnya seperti tim kampanye. Kalau dia tidak terdaftar di KPU, itu dia bisa lepas. Pastinya tidak kita tindaklanjuti," sebutnya.

Dari pemetaan Bawaslu, ada lima kecamatan di Samarinda teridentifikasi praktik politik uang. Di antaranya Samarinda Ilir, Sambutan, Samarinda Ulu, Samarinda Sebrang, dan Sungai Pinang. Untuk mengantisipasi “serangan fajar”, Bawaslu menyebar seluruh petugas berkeliling 24 jam jelang pemilu.

"Kalau ada masyarakat berani, sedikit saja informasi, kami turun untuk memastikan. Untuk menginformasikan bisa lewat telepon atau datang langsung ke pengawas pemilu terdekat di setiap TPS. Kecamatan maupun di kelurahan, kabupaten/kota, dan provinsi."

Kendati demikian, dari sejumlah IPK yang berpotensi terjadi, kekurangan distribusi logistik paling menjadi perhatian. Sebelumnya, Kaltim salah satu penerima logistik yang terlambat. Terjadi di Mahulu. Logistik baru akan tiba di pedalaman Kaltim tersebut pada 15 April 2019. Diantar menggunakan helikopter dari TNI karena medan yang sulit dijangkau.

Selain itu, C6 atau Formulir Undangan Pemilih yang dijadwalkan tiba 6-8 April 2019, ikut terlambat. Hingga 16 April, C6 masih dalam perjalanan dan belum dibagikan. Kendati demikian, pemilih diimbau tetap antusias ke TPS. Dengan membawa KTP, pemilih dapat menyalurkan haknya di pesta demokrasi. Jika kekurangan surat suara terjadi, berpotensi pemilu susulan digelar. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar