Kutai Kartanegara

Alarm Tanda Bahaya Pernikahan Dini di Kukar

person access_time 1 year ago
Alarm Tanda Bahaya Pernikahan Dini di Kukar

Ilustrasi pernikahan dini.

Sebanyak 556 remaja di bawah 19 tahun mengajukan dispensasi perkawinan di Kukar. Sebagian besar karena hamil duluan. 

Ditulis Oleh: Aldi Budiaris
Jum'at, 03 Februari 2023

kaltimkece.id Angka pernikahan di bawah umur terbilang tinggi di Kukar. Selama tiga tahun terakhir, tercatat 556 remaja di bawah usia 19 tahun mengajukan dispensasi pernikahan. Fenomena ini ditengarai akibat dari pergaulan bebas yang dipicu kemajuan teknologi. 

Menukil catatan Pengadilan Agama (PA) Tenggarong Kelas I-B, jumlah pengajuan dispensasi menikah yang tertinggi adalah pada 2020. Jumlahnya 265 perkara. Pada 2021, sebanyak 186 orang mengajukan dispensasi dan pada 2022 sebanyak 105 perkara. 

Kepada kaltimkece.id, Rabu, 1 Februari 2022, Ketua PA Tenggarong, Reny Hidayati, memberikan penjelasan. Dispensasi pernikahan adalah sebuah syarat. Mereka yang berusia di bawah 19 tahun tetapi hendak menikah harus mengajukan dispensasi ini ke pengadilan. Tanpa keputusan dispensasi dari pengadilan, pernikahan mempelai di bawah usia 19 tahun tidak akan diakui negara. 

Reny menambahkan, permohonan menikah usia dini ini didominasi remaja yang hamil di luar nikah. Pemohon dispensasi terbanyak adalah remaja berusia 17 tahun dan 18 tahun. Sementara itu, untuk pemohon dispensasi ditilik dari jenis kelamin, tidak berbeda jauh. Laki-laki dan perempuan hampir sama jumlahnya. 

PA Tenggarong harus meneliti benar-benar seluruh perkara. Reny menjelaskan, PA Tenggarong memiliki sejumlah persyaratan dalam menerbitkan dispensasi. Contohnya, pemohon menyatakan bahwa pernikahan harus dilakukan karena sebab yang mendesak yang disertai cukup bukti. Selanjutnya, diperlukan keterangan calon mempelai, orang tua, dan saksi dalam persidangan. 

Persyaratan berikutnya, kedua orang tua calon pemohon dispensasi harus memiliki komitmen bersama. “Seperti menjamin perekonomian anak mereka yang akan menikah hingga mandiri. Termasuk menjamin kesejahteraan buah hati dari pasangan itu," ucapnya. 

Reny Hidayati, ketua Pengadilan Agama Tenggarong. FOTO: ARSIP PRIBADI
 

Dari semua putusan, pengadilan mempertimbangkan Undang-Undang 16/2019 tentang Perkawinan. Hakim dan panitera memiliki pertimbangan tersendiri dalam mengabulkan atau menolak suatu perkara. 

Pernikahan Rentan Masalah

Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kukar, Faridah, turut angkat suara dari fenomena ini. Menurutnya, pernikahan usia dini rentan menimbulkan masalah. Mereka yang belum cukup umur biasanya tidak siap secara psikologis, mental, dan ekonomi. Semuanya itu dapat menyebabkan konflik dalam rumah tangga. Bukan tidak mungkin, diiringi kekerasan dan penelantaran. 

“Penyebab masalah pernikahan dini itu kompleks,” terang Faridah. Sebagai contoh, pengawasan orang tua yang minim ketika anak menggunakan media sosial dan internet. Konten-konten dewasa mudah diakses. Anak-anak yang penasaran cenderung mencoba yang mereka lihat . 

"Orang tua atau pengasuh harus berperan memberikan informasi positif dan benar kepada anak," sebut Faridah. Ia menyarankan agar orang tua meningkatkan pengawasan. Selain itu, orang tua perlu memberikan edukasi tentang norma sosial dan nilai religius kepada anak sejak dini. 

Faridah, kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kukar. FOTO: ALDI BUDIARIS-KALTIMKECE.ID
 

Tanggapan lain juga disampaikan Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kukar, Hero. Berbagai upaya, katanya, sudah dilakukan Pemkab Kukar untuk menekan angka pernikahan dini. DP3A sudah menjalin komunikasi dengan Kementerian Agama Kukar dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kukar. Tujuannya adalah menciptakan sekolah ramah anak. 

DP3A Kukar juga disebut rutin mengadakan sosialisasi dan edukasi di sekolah maupun warga. “Kami berharap program ini bergerak secara masif melalui dukungan sekolah dan orang tua,” tuturnya. 

Tinggi Saat Pandemi

Psikolog sekaligus akademikus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Samarinda, Lisda Sofia, memberikan pandangan. Angka pernikahan dini yang tinggi sebenarnya tidak hanya di Kukar. Kecenderungan serupa juga ditemukan di kabupaten dan kota yang lain di Kaltim. 

Menurut catatan Lisda, pengajuan dispensasi nikah yang tertinggi kebanyakan ketika pandemi Covid-19 atau pada 2020. Anak-anak banyak menghabiskan waktu di rumah sementara orang tua mereka bekerja. Pengawasan orang tua yang kurang menyebabkan anak-anak memiliki kesempatan untuk berbuat tak senonoh. 

Penyebab lain adalah pemahaman orang tua yang masih konservatif. Masih banyak orang tua yang mengabaikan pentingnya pendidikan bagi anak. Mereka lebih memilih menikahkan anak walaupun belum cukup umur. 

“Ada juga faktor eksternal yang memicu pernikahan usia dini,” kata Lisda yang juga tim psikologi di Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Samarinda. Faktor itu ialah kemudahan mengakses media sosial dan internet. Anak-anak mudah menemukan konten-konten pornografi. Remaja pun belajar dan mencoba hal yang mereka lihat. 

Lisda Sofia, psikolog sekaligus akademikus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Samarinda. FOTO: ARSIP PRIBADI
 

"Kami pernah menemukan kasus remaja yang mengajak pacarnya berhubungan badan karena sering menonton video porno," sebutnya. Yang juga penting disadari, sambung Lisda, banyak remaja yang belum teredukasi tentang reproduksi. Pada akhirnya, anak-anak tidak mengerti dampak berhubungan seksual pada usia dini bagi mereka. 

Selain orang tua, Lisda menyebut bahwa peran pemerintah diperlukan untuk menekan pernikahan dini. Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi tentang pemahaman akan bahaya pernikahan dan berhubungan seksual pada usia dini. Regulasi bagi tamu di penginapan dan hotel harus diperketat pula. 

"Semua pihak berperan penting mencegah hal-hal yang tidak diinginkan," tutupnya. (*)

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar