Kutai Kartanegara

Pernyataan Sultan Kutai setelah Hadiri Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Sultan AM Idris di Istana Negara

person access_time 2 years ago
Pernyataan Sultan Kutai setelah Hadiri Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Sultan AM Idris di Istana Negara

Sultan AM Arifin selaku ahli waris menerima penghargaan pahlawan nasional Sultan AM Idris dari Presiden Jokowi.

Sultan AM Arifin berharap, monumen pahlawan nasional Sultan AM Idris dibangun di bundaran eks patung naga di Tenggarong.

Ditulis Oleh: Aldi Budiaris
Rabu, 10 November 2021

kaltimkece.id Tepat peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2021, Presiden Joko Widodo menganugerahkan empat gelar pahlawan nasional. Tokoh yang diberi penghormatan tersebut adalah Sultan Aji Muhammad Idris dari Kaltim, Tombolotutu dari Sulawesi Tengah, sutradara film Aji Usmar Ismail dari DKI Jakarta, dan Raden Arya Wangsakara dari Banten.

Gelar pahlawan nasional ini diterima secara simbolis oleh Sultan Kutai Kertanegara Ing Martadipura, Adji Muhammad Arifin, selaku ahli waris. Gelar pahlawan nasional Sultan AM Idris tersebut diberikan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat.

Kepada kaltimkece.id melalui sambungan telepon, Sultan AM Arifin mengaku bangga dan bahagia atas penghargaan tersebut. Bagi kesultanan dan masyarakat Kutai Kartanegara, gelar pahlawan nasional ini diperoleh lewat perjuangan Sultan AM Idris. Sultan AM Arifin berharap, pemerintah kabupaten dan provinsi turut mengabadikan tokoh pahlawan nasional pertama dari Kaltim ini.

“Seperti membuat monumen di bundaran eks patung naga dekat Jembatan Kutai Kartanegara (Tenggarong). Di situ bisa dibangun tugu perjuangan Sultan AM Idris,” harap Sultan. Ia juga menyarankan, sejarah perjuangan Aji Muhammad Idris dimasukkan ke mata pelajaran sejarah di sekolah. Dengan demikian, generasi muda dapat mengetahui sejarah perjuangan masa silam.

_____________________________________________________PARIWARA

Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah, turut bersyukur. Kukar sangat bangga karena putra aslinya diakui negara. Sosok Sultan AM Idris pun patut menjadi motivasi dan teladan generasi sekarang dan selanjutnya. Sultan AM Idris adalah pekerja keras yang berani menumpahkan darahnya untuk memperjuangkan daerah dan rakyat dari penjajahan.

“Di samping itu, dengan pembentukan ibu kota negara di Kaltim saat ini, kami berharap daerah istimewa Kutai dapat dikembalikan," jelasnya. Sebelum Provinsi Kaltim terbentuk pada 1957, Kutai memang pernah berstatus daerah istimewa.

Perjuangan Sultan AM Idris dijelaskan budayawan asal Kukar, Awang Rifani. Pada 1732 hingga 1739, Sultan menikah dengan Andi Riajeng, putri dari Aji Doya yang memerintah di Kerajaan Paser. Aji Doya bersuamikan Peta Sibenggareng, putra La Madukelleng Arung Paneki dari Kerajaan Wajo di Sulawesi Selatan. Pada tarikh 1738, Sultan AM Idris menerima utusan mertua dan kakek mertuanya. Sultan diminta bantuan berupa pasukan untuk melawan perusahaan dagang Belanda, VOC, di tanah Wajo.

Sebagaimana dicatat buku berjudul Sultan Aji Muhammad Idris yang diterbitkan Pemprov Kaltim pada 1999, Sultan bersama 800 pasukan berangkat dengan 40 bintak atau perahu. Ia segera bergabung dengan aliansi persekutuan raja-raja setempat. Ada kerajaan Sopeng, Sidendengrapang, Wajo, termasuk Kutai. Sultan AM Idris ditunjuk sebagai panglima perang yang memimpin seluruh pasukan. Perang besar pecah setahun kemudian. Pada 1739, Sultan AM Idris gugur di medan perang dan dikuburkan di Wajo. Makamnya bersebelahan dengan kakek mertuanya, La Maddukelleng.

“Sultan Kutai melawan penjajah di dua pulau yang berbeda. Harus diingat, satu di antara syarat menjadi pahlawan nasional adalah nilai perjuangannya berpengaruh luas. Jadi, wajar beliau diangkat menjadi pahlawan nasional," jelas Awang Rifani.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Wakil Ketua DPRD Kukar, Alif Turiadi, yang mendampingi Sultan AM Arifin di Istana Negara, mengatakan, pemerintah kabupaten dan provinsi akan memublikasikan gelar pahlawan pertama dari Kaltim. Ia berharap, pemerintah daerah dan pusat mengabadikan nama Aji Muhammad Idris di fasilitas publik yang lain. Saat ini, nama pahlawan tersebut baru disematkan di Universitas Islam Negeri di Samarinda.

"Bisa diabadikan sebagai nama jalan kabupaten, provinsi, dan nasional, atau fasilitas publik yang lain," tutupnya. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar