Kutai Kartanegara

Ratusan Orang Duduki Tambang Diduga Ilegal di Loa Kulu, Buntut Krisis Kepercayaan Terhadap Negara

person access_time 1 year ago
Ratusan Orang Duduki Tambang Diduga Ilegal di Loa Kulu, Buntut Krisis Kepercayaan Terhadap Negara

Warga memprotes tambang diduga ilegal di Desa Sumber Sari, Loa Kulu, Kutai Kartanegara. (foto: aldi budiaris/kaltimkece.id)

Tambang tersebut telah membuat air sungai tercemar. Panen padi terancam gagal. Kemarahan warga pun tak terbendung.

Ditulis Oleh: Aldi Budiaris
Rabu, 03 Agustus 2022

kaltimkece.id Ratusan warga sudah berkumpul di kantor Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara, sejak pagi-pagi sekali. Dari situ, para lelaki yang sebagian besar berprofesi petani itu berkonvoi menggunakan sepeda motor dan mobil. Tujuannya ke lokasi tambang yang diduga ilegal. Reporter kaltimkece.id mengikutinya.

Rabu, 3 Agustus 2022, sekira pukul 09.40 Wita, setelah menempuh perjalanan 2 kilometer, para warga itu tiba di sebuah lahan terbuka. Batu bara tampak menggunung di lahan yang masih masuk Desa Sumber Sari itu. Para warga lantas menancapkan spanduk bertuliskan ‘Menolak Keras Adanya Aktivitas Tambang Batu Bara di Desa Sumber Sari’ di antara tumpukan batu bara.

Kepada kaltimkece.id, Kepala Desa Sumber Sari, Sutarno, mengatakan, aksi tersebut merupakan unjuk rasa damai menolak tambang. Aksi ini diikuti warga dari empat desa di Loa Kulu yaitu Sumber Sari, Ponoragan, Sepakat, dan Bukit Biru. Rencananya, warga hendak berdialog dengan para penambang. Akan tetapi, saat aksi berlangsung, warga tak menemukan satu penambang pun, termasuk alat beratnya.

“Kemarin, ada sekitar 10 alat berat di lokasi ini tapi sekarang tak ada lagi,” kata pria berusia 50 tahun itu. Aktivitas tambang tersebut disebut telah berlangsung selama dua pekan belakangan.

_____________________________________________________PARIWARA

Sutarno mengklaim, aksi ini adalah keinginan para warga desa. Warga disebut tak ingin daerahnya ditambang karena telah ditetapkan pemerintah daerah sebagai desa wisata seiring adanya objek wisata Puncak Bukit Biru. Lagi pula, berdasarkan surat keputusan Bupati Kukar 1.1/590/PL/DPPR/11/2022, Desa Sumber Sari juga ditetapkan sebagai kawasan pertanian komoditi padi.

“Desa ini merupakan lumbung padinya Kukar,” jelas Kades. Ia menyebut, 90 persen dari 519 penduduk Desa Sumber Sari merupakan petani. Selain padi, warga juga membudidayakan ikan air tawar. Luas lahan pertaniannya 316 hektare.

“Desa Sumber Sari cukup lengkap, ada hortikultura, sayur-sayuran, hingga peternakan. Jadi, wajar sekali masyarakat marah ketika melihat kondisi seperti ini (pertambangan),” imbuhnya. Dia pun memastikan, tambang yang didatangi warga ini ilegal. “Karena sampai sekarang, kami belum memberikan izin untuk tambang itu,” bebernya.

Menolak tambang bukan kali ini saja dilakukan warga desa. Sutarno menyebut, dari 2011 hingga 2021, sudah tiga kali warga mengusir pertambangan. Ini dilakukan karena pertambangan telah membuat Sungai Pelay, yang airnya selalu digunakan warga Loa Kulu untuk mengairi pertanian dan membudidayakan ikan, tercemar. Warna air sungai tersebut dilaporkan berubah dari bening menjadi cokelat.

“Kami khawatir menggunakan air sungai itu. Bila terus begini, kami takut gagal panen. Padahal, kami hanya mencari nafkah dari bertani,” ucapnya.

Unjuk rasa tersebut dihadiri Kepala Kepolisian Sektor Loa Kulu, Ajun Komisaris Polisi Dedy Setiawan. Akan tetapi, ia belum memberikan banyak keterangan kepada awak media ini. Ia hanya memastikan, aksi menolak tambang ini berjalan kondusif tanpa kericuhan.

No comment dulu, saya mau laporan dulu, kami cuma menjaga kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat),” kata AKP Dedy Setiawan.

Buntut Ketidakhadiran Negara

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, memberikan tanggapan soal unjuk rasa menolak tambang di Desa Sumber Sari. Menurutnya, aksi ini dipicu dari ketidakhadiran negara dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan tambang. Instansi pemerintah dan pihak berwajib disebut tak berbuat banyak saat masyarakat ditindas oleh oknum tak bertanggung jawab.

“Sekarang, masyarakat bergerak karena ada krisis kepercayaan,” kata Rupang.

Seharusnya, dia melanjutkan, penegak hukum sudah menindak tambang di Desa Sumber Sari sebelum adanya aksi. Mengingat, aktivitas ini sudah berlangsung selama dua pekan. Undang-undang tentang pertambangan dan lingkungan hidup, hingga Peraturan Daerah Kaltim 10/2012 bisa digunakan untuk mengambil tindakan tegas.

“Karena yang dilakukan oknum penambang ini adalah kejahatan lingkungan,” ucapnya.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Jatam Kaltim mendesak penegak hukum segera memeriksa pemilik lahan, pemilik alat berat, dan pembeli batu baranya. Belum tentu, kata Rupang, pemilik lahan mengizinkan lahannya untuk ditambang. “Tidak sulit bagi penegak hukum mengungkapnya,” katanya.

Di sisi lain, Jatam Kaltim memberikan apresiasi kepada warga yang menolak tambang ilegal. Tidak semua orang, kata Rupang, berani memperjuangkan hak-haknya. Para pembangkang tambang ilegal disebut kerap mendapat intimidasi dari orang-orang yang berafiliasi dengan penambang ilegal.

Rupang pun menyerukan seluruh masyarakat Kaltim bersatu mengusir pertambangan tanpa izin. Masalahnya, kegiatan tersebut memberikan kerugian yang sangat besar. Selain merusak lingkungan, tambang ilegal juga disebut merusak pertanian, jalan umum, hingga objek wisata.

“Negara pun turut dirugikan dari aktivitas tanpa izin ini karena bisa menurunkan kepercayaan masyarakat,” kunci Rupang. (*)

Editor: Surya Aditya

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar