Kutai Kartanegara

Sebagian Kades Tak Ambil Pusing Perpanjangan Masa Jabatan

person access_time 1 year ago
Sebagian Kades Tak Ambil Pusing Perpanjangan Masa Jabatan

Ilustrasi kepala desa. FOTO: ISTIMEWA

Tuntutan masa jabatan sembilan tahun tidak datang dari semua kepala desa. Bagian dari negosiasi politik belaka? 

Ditulis Oleh: Aldi Budiaris
Selasa, 24 Januari 2023

kaltimkece.id Sejumlah kepala desa di Kutai Kartanegara mengaku tak ambil pusing dengan tuntutan perpanjangan masa jabatan sembilan tahun. Beberapa di antaranya justru menilai, kesejahteraan aparatur desa seharusnya lebih diperhatikan. Dugaan adanya negosiasi politik dari tuntutan itu pun mencuat. 

Senin, 23 Januari 2023, Kepala Desa Beloro, Kecamatan Sebulu, Kukar, Muhtar menerima wawancara kaltimkece.id. Muhtar mengaku, tidak mempermasalahkan masa jabatan kepala desa ditambah atau tidak. Sepengetahuannya, wacana tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dari aturan yang sekarang. 

Muhtar yang juga menjabat ketua Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Kukar menjelaskan, masa jabatan kepala desa saat ini adalah enam tahun dengan batasan tiga periode. Jika seorang kades menjabat tiga periode, totalnya adalah 18 tahun. Sementara itu, dari wacana yang bergulir, masa jabatan diusulkan diperpanjang menjadi sembilan tahun. Akan tetapi, kades hanya boleh menjabat dua periode. Artinya, total seorang kades bisa menjabat tetap 18 tahun. 

Tuntutan penambahan masa jabatan itu sebelumnya diajukan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) dan Papdesi. Muhtar tidak mempermasalahkan peraturan yang sekarang diubah atau tidak. Yang paling utama baginya adalah pengabdian kepada masyarakat.

“Sebenarnya sama saja. Tetapi, bila jabatan kepala desa hanya enam tahun, saya merasa program dari visi-misi kepala desa tidak akan selesai,” jelas Muhtar. Masa kerja kades yang ideal menurutnya adalah sembilan tahun. 

Muhtar berpandangan bahwa waktu enam tahun sebenarnya singkat. Ditambah lagi, anggaran desa cukup terbatas. Desa yang Muhtar pimpin mengelola anggaran Rp 2 miliar per tahun. Ia sering menemui keterbatasan untuk menuntaskan visi-misi kepala desa dalam satu periode. 

"Pada periode pertama saya, ada beberapa program yang belum terealisasi karena keterbatasan waktu dan biaya," ucap kades yang dua periode tersebut. 

Kepala Desa Muara Kaman Ulu, Kecamatan Muara Kaman, Hendra, juga memberikan pandangan. Ia menilai, usulan penambahan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun bukan persoalan yang utama. Hal terpenting adalah meningkatkan kesejahteraan aparatur desa. 

“Contohnya, pegawai desa hingga saat ini tidak menerima nomor induk pegawai desa atau NIPD untuk status pegawai desa,” kata Hendra. 

Hendra, kepala Desa Muara Kaman Ulu. Menilai usulan perpanjangan masa jabatan bukan persoalan utama. FOTO: ISTIMEWA.
 

Paling tidak, lanjutnya, saat kepala desa berganti, aparat seperti sekretaris desa jangan turut diganti. Hal itu kerap menjadi persoalan yang menyebabkan pegawai desa yang baru perlu penyesuaian kembali. Ia menyarankan, lebih baik menyejahterakan pegawai desa. Lagi pula, gaji pegawai desa kerap mengalami keterlambatan. 

"Bagaimana kepala desa bekerja maksimal jika di satu sisi harus memikirkan ekonomi yang belum sejahtera,” kata Hendra. Meskipun demikian, ia menilai bahwa masa jabatan sembilan tahun memang ideal. Durasi tersebut memungkinkan desa untuk menyelesaikan program-program pembangunan.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kukar, Aryanto, mengakui ada dua pendapat berbeda. Pertama, ada kades yang mendukung masa jabatan sembilan tahun. Tapi ada juga yang tidak.  

"Wacana (penambahan masa jabatan) seperti itu tidak mencuat di daerah. Sebatas pembicaraan di antara kepala desa di Kukar," ungkapnya. 

Aryanto menegaskan, apapun keputusan pemerintah pusat, DPMD Kukar akan menyesuaikan sehingga tidak terjadi mala-administrasi. Ia berharap, 193 kades di Kukar tidak terpengaruh wacana tersebut dan fokus kepada tugas harian.

Aryanto, kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kutai Kartanegara. FOTO: ALDI BUDIARIS-KALTIMKECE.ID
 

Dugaan Negosiasi Politik

Akademikus dari Universitas Kutai Kartanegara, Zulkifli, menilai bahwa tidak ada alasan jelas untuk mengusulkan masa jabatan sembilan tahun. Ia mencontohkan jabatan politik yang lain seperti anggota DPRD, bupati, dan gubernur, yang hanya lima tahun. 

"Tuntutan penambahan masa jabatan menjadi sembilan tahun tidak logis untuk saat ini," kata dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik itu. 

Menurut Zulkifli, banyak kinerja kepala desa yang belum maksimal. Masih ditemui program desa yang belum tuntas dalam kurun enam tahun. Bukan karena waktu yang pendek mengingat kades telah memprogramkan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) sejak awal menjabat. 

“Desakan itu seperti hanya bagian dari negosiasi politik. Momennya bertepatan sebelum pesta politik 2024. Usulan itu bisa digunakan sebagai peluang kepala desa yang ingin masa jabatan lebih lama lagi. Harapan mereka, pemerintah menyetujui sebagai tanda balas jasa,” duga Zulkifli. "Jadi, ini seolah bagian dari politik praktis," sambungnya. 

Zulkifli, dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Kartanegara. FOTO: ISTIMEWA
 

Kecuali usulan tersebut disertai program kerja yang jelas, Zulkifli setuju. Sebagai contoh, pada masa Orde Baru, desa memiliki tiga tingkat program yaitu jangka pendek, menengah, dan panjang. Program tersebut benar-benar dijalankan. 

Rentan Bermasalah Hukum

Wacana penambahan masa jabatan kepala desa disebut rentan masalah hukum. Menurut DPMD Kukar, anggaran dana desa (ADD) dan dana desa (DD) di kabupaten ini menembus Rp 607 miliar per tahun. Satu desa di Kukar rata-rata menerima Rp 2 miliar untuk setahun anggaran. Apabila seorang kades menjabat sembilan tahun, total dana desa yang dikelola Rp 18 miliar dalam satu periode. 

Meminjam catatan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kukar, ada lima kasus tindak pidana korupsi yang menyeret kepala desa sepanjang 2011 hingga 2022. Total kerugian negara Rp 2,8 miliar. 

"Penambahan masa jabatan sembilan tahun akan menambah kerawanan terhadap penyelewengan anggaran desa,” ingat Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kukar,  Edly Rachmadi. Dari catatan GMPK, sejak 2020 hingga 2022 saja, sudah ada lima aduan masyarakat yang menduga kepala desanya melakukan tindak pidana korupsi. 

Kekhawatiran yang sama juga merambat di tingkat nasional. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), korupsi keuangan desa masuk tiga besar korupsi terbanyak di Indonesia. Jumlahnya 601 kasus yang melibatkan 686 tersangka dari aparatur desa. 

Kelompok Kerja 30 yang merupakan bagian dari Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi (Seknas Fitra) menyampaikan hal tersebut. Fitra mendorong pemerintah berfokus kepada perbaikan kualitas dan mandat UU Desa. Di antaranya mandatory spending untuk memperkuat ruang fiskal serta memperbaiki regulasi UU Desa agar tidak overlap. 

Wacana perpanjangan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun juga disebut belum memiliki landasan filosofis, sosiologis, maupun praktis. Yang dibutuhkan adalah memperkuat demokratisasi di desa demi memperkuat kewenangan desa. 

“Problemnya bukan sebatas masa jabatan. Lebih mendasar lagi yaitu kesejahteraan aparatur desa,” sebut Fitra dalam keterangan tertulisnya. (*)

 

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar