Lingkungan

Bagaimana Pesut Menjadi Makhluk Paling Bahagia karena Kebijakan Larangan Ekspor Batu Bara

person access_time 2 years ago
Bagaimana Pesut Menjadi Makhluk Paling Bahagia karena Kebijakan Larangan Ekspor Batu Bara

Pesut Mahakam (foto: Yayasan RASI Kaltim)

Lalu lintas tongkang di Sungai Mahakam berkurang 30 persen. Kabar gembira buat pesut Mahakam.

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Selasa, 11 Januari 2022

kaltimkece.id Larangan ekspor batu bara memang dibuka pelan-pelan oleh pemerintah pusat. Akan tetapi, dampak penghentian ekspor bagi lingkungan di Kaltim sudah terasa. Habitat pesut, contohnya, disebut dapat membaik seiring berkurangnya lalu lintas angkutan batu bara di Sungai Mahakam.

Kepada kaltimkece.id, peneliti dari Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), Danielle Kreb, menjelaskan dampak turunnya intensitas pelayaran tongkang batu bara. Menurutnya, kondisi itu adalah kabar gembira bagi habitat pesut. Masalahnya, kata dia, ponton dan tongkang selama ini menimbulkan polusi suara di bawah air. Gangguan audio tersebut menyebabkan pesut Mahakam stres.

“Suara yang nyaring di bawah air juga menghalau pantulan sonar pesut untuk berorientasi. Kacaunya sonar berpotensi menyebabkan pesut menabrak atau tertabrak tongkang,” jelas Danielle, Selasa, 11 Januari 2022.

Peristiwa seperti ini dikatakan lebih rentan terjadi pada malam hari. Pesut tidak bisa mengintip di permukaan air sehingga tak mampu memperkirakan jarak ponton. Sistem sonar yang menjadi andalan lumba-lumba air tawar ini. Jika sonar mereka terganggu, pesut sama saja seperti makhluk yang buta.

_____________________________________________________PARIWARA

Danielle menambahkan, ponton juga mengikis pinggiran sungai yang merupakan mikrohabitat ikan untuk bertelur di atas akar pohon. Ia mengatakan, ponton membuat sempadan sungai ini tidak stabil. Arus menjadi lebih kencang dari semestinya sehingga menghambat perkembangbiakan ikan. Proses rusaknya struktur atau bentuk asli sungai ini disebut kanalisasi.

"Aktivitas ponton juga mengusir makanan utama pesut yaitu ikan yang sensitif di frekuensi rendah dan bising," sebutnya.

Sebagai informasi, pemerintah mulai melarang ekspor batu bara pada 1 Januari 2022 akibat kegagalan perusahaan memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO). Pemerintah akan mengevaluasi pembukaan ekspor pada Rabu, 12 Januari 2022 seiring suplai batu bara untuk PLN yang membaik. Menurut rencana, pemerintah segera melonggarkan larangan tersebut.  

Larangan ekspor ini telah menyebabkan pengurangan aktivitas kapal di Sungai Mahakam. Penurunan lalu lintas mencapai 30 persen sebagaimana perkiraan Legal and Public Relation PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Cabang Samarinda, Hari E Rahardjo.

Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Samarinda, Eko Priyatno, mengatakan, sungai yang membentang dari Kabupaten Mahakam Ulu hingga Samarinda ini merupakan jalur transportasi utama distribusi batu bara. Ponton yang digunakan, terang Eko, umumnya berukuran 300 kaki (feet) dengan kapasitas 7.500 ton batu bara. Dari kapal-kapal ini, batu bara dipindahkan ke kapal yang lebih besar di laut lepas seperti di Balikpapan, Muara Jawa, dan Muara Berau.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Kembali ke pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), satwa ini telah dimasukkan ke daftar merah atau sangat terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN. Berdasarkan catatan sementara RASI, populasinya tersisa 80 ekor. Tahun lalu, tingkat kematian satwa ini sangat tinggi. Sebanyak delapan ekor hewan yang mati.

“Kondisinya sangat mengkhawatirkan walaupun ada enam ekor pesut yang lahir pada 2021," cemas Danielle. Secara umum, dia menjelaskan ada empat ancaman yang menyebabkan pengurangan populasi pesut Mahakam. Mulai kematian langsung, kerusakan habitat akibat penurunan kualitas air dan sampah anorganik, penurunan sumber pakan, polusi, dan alih fungsi tempat perkembangbiakan.

Menurut catatan RASI, kematian pesut pada rentang 1995-2021 ditengarai karena setrum ikan (70 persen), tertabrak kapal (9 persen), dan limbah (7 persen). Sementara itu, sebesar 23 persen penyebab matinya pesut masih belum diketahui. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar