Lingkungan

Bumi Perkemahan Batuq Bura di Kampung Lakan Bilem, Komitmen Menjaga Kelestarian Hutan

person access_time 3 years ago
Bumi Perkemahan Batuq Bura di Kampung Lakan Bilem, Komitmen Menjaga Kelestarian Hutan

Rekreasi warga di Kampung Lakan Bilem. (giarti ibnu lestari/kaltimkece.id)

Kampung Lakan Bilem menjadi satu dari 150 kampung iklim di Kaltim yang mengikuti program penurunan emisi karbon.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Senin, 14 Desember 2020

kaltimkece.id Riuh suara air terdengar tatkala melewati bebatuan di sepanjang Sungai Lakan Bilem. Udara sejuk dan jernihnya air sungai berkeliling pepohonan hijau, menjadi ciri khas dari kawasan yang disebut-sebut sebagai salah satu surga tersembunyi di Kaltim ini.

Lokasinya di Bumi Perkemahan Batuq Bura, Kampung Lakan Bilem, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat. Berjarak 49 kilometer dari ibu kota Kutai Barat, Sendawar. Dibuka mulai 19 Oktober 2020.

Minggu, 13 Desember 2020, reporter kaltimkece.id yang tergabung dalam rombongan Biro Humas Setprov Kaltim berkesempatan melihat lebih dekat dan menikmati destinasi wisata tersebut.

Kaltim ditunjuk Bank Dunia untuk menjaga hutan dan ekosistem. Menurunkan emisi karbon melalui Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dalam bentuk kampung iklim.

FCPF Carbon Fund adalah program pengurangan dari deforestasi dan degradasi hutan. Dikenal dengan REDD +. Singkatan dari Pengurangan Emisi dari Deforestrasi dan Degradasi Hutan Plus. Kaltim merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang mendapat program penurunan emisi karbon berbayar ini. Dan Kampung Lakan Bilem menjadi satu dari 150 kampung iklim tersebut di Kaltim.

Petinggi Kampung Lakan Bilem, Yosianus Moja, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan kegiatan untuk melindungi hutan mulai 2012. Waktu itu, pejabat Kampung Lakan Bilem telah membuat peraturan kampung tentang melindungi hutan.

"Mengingat kami sebagai masyarakat dengan hasil utama dari hutan, seperti rotan, damar, dan kayu, akhirnya saya berinisiatif mengajak masyarakat bersama-sama melindungi hutan. Meskipun kita membuat ladang tapi ada batasan," ucap Yosianus Moja.

Ada 2 kilometer persegi atau 200 hektare hutan dilindungi di Kampung Lakan Bilem. Yosianus Moja mengaku hak ini semula sulit dilakukan. Masyarakat banyak yang tidak setuju karena belum memahami maksud dan tujuan tersebut. Hingga pada 2017 perencanaan awal dilakukan Yosianus Moja kala periode pertama menjabat petinggi kampung Lakan Bilem.

"Awalnya kami buat tempat sampah terlebih dahulu karena tidak mungkin kami langsung bangun tempat wisata terlebih dahulu sebelum kami menjaga proses ke depannya. Jadi kami membuat tempat pembuangan sampah terlebih dahulu,” sebut Yosianus Moja.

“Pada 2019 kami kembangkan wisata air terjun Batuq Bura dan pada 2020 kami kembangkan tempat wisata menjadi Bumi Perkemahan Batuq Bura. Masyarakat sangat antusias saat peresmian. Hal tersebut menjadi manfaat dan sumber pendapatan bagi mereka yang berjualan di tempat itu. Dan sekarang mereka sudah paham dengan menjaga hutan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat," sambungnya.

Kampung Lakan Bilem terdapat 118 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah 380 jiwa, tersebar di empat rukun tetangga (RT). Yang terlibat dalam pengelolaan wisata Bumi Perkemahan Batuq Bura di Kampung Lakan Bilem ada 20 KK.

Dengan kondisi Kutai Barat yang dikepung pertambangan batu bara serta perkebunan kelapa sawit, Yosianus Moja menganggap itu sebagai tantangan. Masyarakat harus lebih giat menjaga dan  mempertahankan hutan.

"Kami mengharap dukungan pemerintah. Tatkala kami seperti ini, membuat wisata, kami didukung, seandainya itu perlu aturan. Harapan kami dukungan pemerintah, bagaimana masyarakat dapat menikmati hutan, kami ada legalitas sendiri dan nanti tidak disebut liar," harap Yosianus Moja.

Sejarah Batuq Bura

Bumi Perkemahan Batuq Bura berasal dari bahasa Dayak Benuaq yang artinya Batu Putih. Berdasarkan cerita masyarakat sekitar, Batu Putih atau Batuq Bura terjadi akibat hujan deras hampir satu malam. Hujan deras mengakibatkan gunung longsor ke sungai, demikian juga gunung batu di Sungai Lakan hingga terlihat putih bebatuan yang pecah akibat longsor tersebut.

Peristiwa itu terjadi pada 1986 yang berdampak luas dan berimbas terhadap kawasan Kampung Lakan Bilem. Tempat warga mencari emas ikut terendam. Ruas jalan terputus. Akses keluar masuk kendaraan terhenti total. Tanah terkikis. Sebagian kawasan hutan yang berada di sekitar terdampak banjir bandang. Sejauh mata memandang, sungai terlihat putih karena melebarnya banjir di kawasan tersebut.

Munculnya ide menamakan Bumi Perkemahan, awalnya melihat dari kegiatan masyarakat Kampung Lakan Bilem maupun masyarakat luar kampung yang senang berkunjung ke Sungai Lakan silih berganti. Datang menikmati keindahan alam dengan air sungai yang jernih, atau memancing ikan bersama keluarga. Tak sedikit yang menginap dengan membuat tenda-tenda di pinggir sungai.

Saat ini Pemerintah Kampung berusaha mengembangkan kearifan lokal dengan melestarikan nuncunt batuq atau menyusun batu. Budaya masyarakat terdahulu yang hingga saat ini dilestarikan.

Tujuan dan manfaat nuncunt batuq secara filosofi adalah melatih konsentrasi, kesabaran, kebersamaan, saling toleransi dan saling menghargai. Tidak ada perbedaan antara yang besar dan yang kecil, sama saling membutuhkan dan menguntungkan. Hal itu bermakna kebersamaan adalah kesuksesan dalam menggapai cita-cita dan dalam segala hal.

Sejarah permainan nuncunt batuq adalah salah satu permainan dan tradisi masyarakat Kampung Lakan Bilem setiap mereka akan mandi. Agar budaya tersebut tidak sirna, setiap tahun Pemerintah Kampung mengadakan perlombaan nuncunt batuq pada Agustus-September. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

Ikuti berita-berita berkualitas dari kaltimkece.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar