Lingkungan

Di Balik Kematian Macan Dahan yang Memilukan di Berau, Kemarau Panjang dan Pembukaan Lahan

person access_time 5 years ago
Di Balik Kematian Macan Dahan yang Memilukan di Berau, Kemarau Panjang dan Pembukaan Lahan

Bangkai macan dahan yang ditemukan di Teluk Sumbang, Bidukbiduk, Berau (ronald lolang for kaltimkece.id)

Seekor macan dahan ditemukan mati kelaparan di Berau. Ditengarai karena kebakaran hutan dan semakin sempitnya habitat.

Ditulis Oleh: Fel GM
Selasa, 17 September 2019

kaltimkece.id Ronald Lolang hanya tertegun ketika seorang karyawannya, Saim, datang tergopoh-gopoh. Dengan wajah pucat pasi dan suara bergetar, Saim melaporkan yang barusan dia lihat. Seekor macan dahan mendekatinya. Binatang itu berjalan sempoyongan lalu roboh. Saim yang sedang menyemen kolam air di dekat hutan pun lari.

Hutan tempat Saim bekerja hanya 1 kilometer dari resor wisata Lamin Guntur Ecolodge milik Ronald Lolang. Objek wisata ini berdiri di Kampung Teluk Sumbang, Kecamatan Bidukbiduk, Berau. Adapun Ronald Lolang, dikenal sebagai seorang tokoh di Kaltim. Usianya 78 tahun.

Ahad, 15 September 2019, Ronald dan beberapa karyawan yang lain bergegas menuju lokasi. Mereka membawa seekor ayam untuk macan dahan yang, disebut Saim tadi, lemas karena kehausan dan kelaparan.

Setibanya di tepi hutan, macan dahan itu sudah tergeletak. Napasnya satu-dua. Kondisi macan dahan itu menyedihkan. Tubuhnya amat kurus. Perutnya kempis sehingga jejeran rusuk macan dahan bak di luar badan. Ketika dipegang, tidak ada daging yang terasa selain tulang-belulang belaka. Ronald berusaha memberi air minum dan ayam tadi. Tapi nampaknya terlambat. Macan itu sudah sekarat. Lalu mati.

“Akhirnya kami bawa ke Lamin Guntur. Kami kubur di sana,” tutur Ronald Lolang kepada kaltimkece.id.

Bangkai macan itu juga tak kalah memilukan. Mulutnya terbuka lebar. Taringnya yang panjang dan tajam juga mengering. “Bahkan mengambil kulitnya saja, kami tidak sampai hati,” lanjut Ronald.

Lima tahun belakangan tinggal di Kampung Teluk Sumbang, Ronald menduga, macan dahan ini baru melewati perjalanan yang sangat jauh. Ada beberapa penyebabnya menurut Ronald. Mulai aktivitas pembukaan lahan seperti kebun kelapa sawit, kemarau panjang, hingga kebakaran lahan.

Mengenai kebakaran lahan, Ronald tidak sepenuhnya keliru. Berau adalah wilayah dengan titik api terbanyak di Kaltim. Pada 16 September 2019, menurut pantauan empat satelit yang dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Samarinda, ditemukan 58 titik api di kabupaten ini.

Di samping itu, habitat macan dahan disebut semakin sempit. Sejak setahun terakhir, Ronald dan karyawan mengaku sering bertemu aneka satwa yang dilindungi di tepi-tepi hutan. Mulai beruang madu, burung enggang, hingga orangutan. Ronald memelihara beberapa satwa yang kebanyakan ditemukan di hutan dalam kondisi kelaparan. Salah duanya adalah burung kuau raja merak Kalimantan dan tarsius, primata seperti monyet tetapi berukuran kecil.

“Habitat yang makin sempit membuat satwa-satwa ini terjepit ke arah pantai,” tuturnya.

Habitat Makin Terjepit

Di Kaltim, tempat hidup macan dahan diduga semakin sempit. Macan dahan sejauh ini ditemukan setidaknya di dua hamparan. Pertama, di hutan Kutai Barat dan Mahakam Hulu. Sedangkan habitat kedua adalah di ekosistem karst Sangkulirang-Mangkalihat di Kutai Timur dan Berau.

Khusus kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, hutan perawan yang tersisa hanya di Tanjung Mangkalihat. Lokasinya adalah perbatasan antara Kutim dan Berau. Jika dilihat dari peta, Tanjung Mangkalihat tak lain adalah moncong atau hidung Pulau Kalimantan yang menjorok ke Pulau Sulawesi. Kawasan ini meliputi Kecamatan Sangkulirang di Kutim dan beberapa kecamatan pesisir di Berau.

Mengutip penelitian dari Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, kawasan ini adalah habitat dari sembilan jenis primata. Mulai orangutan hingga owa-owa. Dalam catatan perjalanan kaltimkece.id di kawasan ini, ditemukan pula beruang madu, macan dahan, dan enggang. Beberapa pulau kecil di dekat pantai Tanjung Mangkalihat juga menjadi tempat berkembang biak penyu. Ada pula bunga bangkai raksasa.

Kawasan Tanjung Mangkalihat, terutama di Kecamatan Bidukbiduk dan sekitarnya, disebut sebagai benteng terakhir satwa langka. Mereka sebelumnya hidup di sepanjang bentang karst Sangkulirang-Mangkalihat dengan luas 1,8 juta hektare. Namun, aktivitas pembukaan lahan baik dari hak pengusahaan hutan, perkebunan kelapa sawit, hingga pertambangan batu bara, memusnahkan tempat hidup mereka.

Menukil laporan Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, setidaknya 193 izin telah terbit di kawasan karst ini. Sebanyak 90 izin di Kabupaten Berau, dan 103 izin di Kabupaten Kutai Timur. Perinciannya adalah pertambangan batu bara sebanyak 26 izin, perkebunan 110 izin, hak pengusahaan hutan 30 izin, hutan tanaman industri 10 izin, pertambangan batu gamping 16 izin, dan satu izin pabrik semen.

Baca juga:
 

Kecamatan Bidukbiduk, tempat macan dahan tadi ditemukan mati, adalah kecamatan yang masih bersih dari aktivitas tambang dan perkebunan. Berbeda dengan Talisayan dan Batu Putih, dua kecamatan di sebelah barat Bidukbiduk. Hamparan pohon sawit telah berdiri di sana. Begitu halnya Sangkulirang, kecamatan di Kutai Timur tepat di selatan Bidukbiduk.

Meski masih "bersih" dari kebun dan tambang, Bidukbiduk bukan tanpa ancaman. Di Kampung Teluk Sumbang, sejumlah izin pertambangan batu gamping untuk pabrik semen sudah terbit. Jika tambang dan pabrik itu beroperasi, yang paling dikhawatirkan adalah hancurnya habitat satwa-satwa langka ini. Bagaimanapun, Bidukbiduk di kawasan Tanjung Mangkalihat adalah benteng terakhir fauna-fauna yang makin terpojok ke arah laut.

“Itu sebabnya, kami mengajukan wilayah ini sebagai kawasan konservasi. Pengajuan dimohonkan kepada kementerian melalui Pemkab Berau dan Pemprov Kaltim,” terang Ronald Lolang. Ia menjadi inisiator konservasi di wilayah Teluk Sumbang dan sekitarnya.

Keistimewaan Macan Dahan

Kucing besar yang hidup di Kalimantan dan Sumatra dinamakan macan dahan sunda. Pada awalnya, macan ini dikira satu spesies dengan macan dahan Asia. Macan dahan memang ditemukan di India, Nepal, hingga kawasan Asia Tenggara seperti Myanmar dan Thailand.

Baru pada 2006, ilmuwan mendapati bahwa macan dahan di dataran Asia berbeda dengan di Sumatra dan Kalimantan. Genetika macan dahan Asia (Neofelis nebulsa) berbeda dari macan dahan sunda (Neofelis diardi). Ketidaksamaan yang menentukan bahwa macan dahan sunda adalah spesies yang berbeda diperoleh dari struktur DNA dan kromosom (The Amazing Cat Family, 2015, hlm 109).

Kekeliruan ilmuwan yang menganggap keduanya adalah satu spesies disebabkan kesamaan secara fisik. Macan dahan, baik di Benua Asia maupun di Kalimantan dan Sumatra, memiliki tutul seperti awan. Mereka disebut clouded leopard (macan yang menyerupai awan). Setelah diketahui adanya perbedaan genetik, ditemukan struktur tengkorak dan taring juga tak sama.

Para ilmuwan memperkirakan, perbedaan ini terjadi karena proses evolusi. Kira-kira 1 juta tahun yang lalu, macan dahan Asia dan macan dahan sunda diduga spesies yang sama. Selepas “jalan tanah” menghilang seiring mencairnya es pada pengujung zaman es, koloni macan dahan terbagi dua. Satu di daratan Asia, satu lagi di Sumatra dan Kalimantan.

Keistimewaan macan dahan adalah taringnya yang panjang, mencapai 2 inci atau sekitar 5 cm. Ukuran ini yang terpanjang dibandingkan karnivora untuk ukuran tengkorak yang sama. Para peneliti sedang mendalami macan dahan sebagai kucing purba bertaring pedang atau saber-toothed cat. Macan dahan juga memiliki kemampuan membuka rahang hingga 100 derajat.

Spesies ini dikenal penyendiri dan aktif pada malam hari atau nokturnal. Ia menggunakan lidah untuk membersihkan bulu-bulu sebelum memakan mangsanya. Macan dahan dikenal gesit dan lincah memanjat pohon. Mereka memang hidup dan bersarang di pepohonan.

Di Kalimantan, macan dahan sunda dikenal sebagai predator teratas. Sebagai karnivora terbesar di Kalimantan, posisinya sangat penting dalam keseimbangan ekosistem. Saat ini, populasi macan dahan diperkirakan tersisa 10 ribu ekor. Spesies ini termasuk rentan punah menurut klasifikasi International Union for Conservation of Nature (Asosiasi Internasional untuk Konservasi Alam).

Berkurangnya populasi macan dahan bisa mengacaukan ekosistem. Kelangkaan spesies ini bakal diikuti ledakan populasi berbagai jenis satwa yang satu tingkat di bawah macan dahan dalam skema rantai makanan. Fauna-fauna yang menjadi makanan macan dahan kebanyakan herbivora, kecuali ular. Kelompok tersebut adalah mamalia kecil, burung, rusa, dan bekantan. Jika populasi kelompok pemakan tumbuhan ini meledak, yang terjadi berikutnya adalah perebutan makanan. Populasi buah-buahan dan tetumbuhan pun ikut berkurang. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar