Lingkungan

Gubernur Pertimbangkan Tutup Lubang Maut Pakai Dana APBD, Perusahaan Tambang Paling Diuntungkan

person access_time 4 years ago
Gubernur Pertimbangkan Tutup Lubang Maut Pakai Dana APBD, Perusahaan Tambang Paling Diuntungkan

Aktivitas tambang batu bara di Kutai Kartanegara. (dokumen kaltimkece.id)

Dampak buruk pertambangan batu bara memasuki babak baru. Masyarakat yang menanggung deritanya, masyarakat pula menanggung ongkosnya.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Rabu, 31 Juli 2019

kaltimkece.id Lawatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Kaltim berlanjut ke Kantor Gubernur Kaltim. Selepas meninjau beberapa lubang bekas galian tambang yang telah merenggut 35 nyawa sepanjang 2011 hingga 2019, Komnas HAM menemui Gubernur Kaltim Isran Noor. Komisi ingin mengklarifikasi komitmen dan langkah konkret pemerintah sehingga teror lubang tambang tidak terjadi lagi.

Rabu, 31 Juli 2019, pukul 08.00 Wita, pertemuan berdurasi dua jam tersebut berlangsung tertutup. Selepas rapat, Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga memberi keterangan kepada juru warta.

“Rombongan Komnas HAM yang ke Kaltim dibagi dua tim. Satu tim di Samarinda (menemui gubernur), satu di Balikpapan (menemui Kapolda Kaltim),” tuturnya. Dalam pertemuan di Samarinda, sebut dia, Pemprov Kaltim menjelaskan kepada Komnas HAM mengenai komitmen sehingga korban tak lagi jatuh. Pemprov Kaltim mengakui, langkah tersebut terkendala anggaran.

Baca juga:
 

“Biaya untuk mereklamasi (lubang tambang) tidak sedikit,” terangnya. Menurut laporan yang Komnas HAM terima dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, perusahaan yang meninggalkan lubang galian tambang sudah banyak yang tutup. Bahkan, sambung Sandrayati, ada lubang tambang yang disebabkan aktivitas ilegal.

“Komnas HAM melihat, sudah ada political will pemerintah. Solusi ada di tangan pemerintah selaku pengambil kebijakan,” terangnya. Mengenai anggaran, lanjut Sandra, harus ada lobi ke pemerintah pusat. Hasil pertemuan antara Komnas HAM dan Pemprov Kaltim ini juga segera dikoordinasikan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sementara itu, Gubernur Isran Noor menambahkan, Pemprov Kaltim sudah memberikan penjelasan kepada Komnas HAM. Pemprov menguraikan seluruh langkah yang akan diambil untuk mencegah jatuhnya korban. “Kami akui, langkah tersebut belum tuntas,” kata Isran.

Gubernur membenarkan bahwa penutupan lubang tambang karena terkendala anggaran. Saat ini, Pemprov Kaltim sedang mengonfirmasi boleh tidaknya menggunakan anggaran daerah atau APBD untuk mereklamasi lubang tambang. “Terutama yang berdekatan dengan permukiman penduduk. Lubang-lubang tersebut menganga diakibatkan perusahaan swasta,” kata Isran.

Dari sejumlah kasus, perusahaan yang meninggalkan lubang tambang sudah bangkrut. Namun, karena juga menjadi tanggung jawab pemerintah, makanya mesti berbuat sesuatu. “Saya berharap, skenario menggunakan anggaran daerah bisa dilakukan,” ujarnya. Isran menambahkan, mesti berhati-hati bila menyangkut urusan APBD. Bila salah, jelasnya, bisa-bisa menjadi temuan.

Kuras Dana Besar

Reklamasi lubang tambang diyakini memerlukan dana yang sangat besar. Menurut penelitian Syamsu Eka Rinaldi dkk berjudul Biaya Reklamasi dan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batu Bara di Kaltim (2017), biaya reklamasi mencapai puluhan juta. Riset Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat, ini, mengambil contoh empat perusahaan di Kaltim. Untuk biaya reklamasi dan vegetasi saja, mencapai Rp 32 juta sampai Rp 60 juta per hektare. Komponen biaya ini belum termasuk penutupan lubang tambang atau back filling.

Meminjam catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, setidaknya ada 1.735 lubang tambang batu bara yang ditinggalkan tanpa reklamasi dan rehabilitasi di sekujur Kaltim. Data Jatam yang lain menyebutkan, luas seluruh lubang tambang menembus 1,32 juta hektare. Terluas adalah di Kutai Kartanegara yakni 218 ribu hektare. Untuk mereklamasi lubang tambang seluas 1,32 juta hektare itu, berdasarkan biaya dari hasil penelitian tadi, diperlukan Rp 39,6 triliun --hampir lima kali APBD Kaltim. Jumlah itu belum termasuk menutup lubang tambang.

Badan Lingkungan Hidup Samarinda pernah menghitung biaya penimbunan tersebut. Untuk 1 hektare lubang dengan kedalaman 30 meter, diperlukan Rp 1,3 miliar. Biaya itu masih dengan asumsi bahwa material timbunan hanya 500 meter dari lubang bekas galian tambang. Jika menggunakan perhitungan ini, biaya yang diperlukan jelas teramat besar.

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradharma Rupang, mengingatkan bahwa rencana memakai APBD untuk menutup lubang tambang bisa menjadi masalah. Dalam undang-undang, kata Rupang, dijelaskan bahwa jika lubang tambang tidak ditutup perusahaan, dana jaminan reklamasi dan jaminan pasca-tambang yang disetor perusahaan yang kemudian dipakai. “Ini dipertegas dalam PP (Peraturan Pemerintah) 78/2010,” jelasnya.

Ketika kemudian ada perusahaan yang bangkrut, Jatam menyarankan pemerintah seharusnya mengejar pengusahanya. Langkah yang bisa diambil ialah menyita aset serta memidanakan perusahaan yang mengabaikan bekas galian tambang. Reklamasi bekas tambang menggunakan dana pemerintah disebut seperti kasus Lapindo Brantas. Tetapi harus diingat, lanjut Rupang, dalam kasus lumpur Lapindo ada penetapan bencana.

“Ketika APBD dikorbankan untuk menutup lubang tambang, jelas yang paling diuntungkan adalah perusahaan tambang. Ini harus dikritik,” tegas Rupang.

Kutim Jadi Percontohan

Dinas ESDM Kaltim menjadi organisasi perangkat daerah (OPD) ujung tombak dalam komitmen pencegahan jatuhnya korban lahan eks tambang. Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata menuturkan, sudah ada contoh pengelolaan lahan bekas tambang yang akan dipakai. Percontohan itu ada di lahan PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Sangatta, Kutai Timur. Tepatnya, di Telaga Batu Arang, Desa Swarga Bara, Sangatta.

Air dari telaga, kata pria yang akrab disapa Didit itu, dialirkan ke rumah-rumah warga. Sekitar delapan ribu kepala keluarga menikmati aliran air dari sana. Model seperti itu yang dibuat proyek percontohan atas kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan PT KPC di Samarinda. Lokasinya di Makroman, Palaran, dan Bantuas. Ketiga daerah dipilih lantaran lahan eks tambang ilegal di lahan pemerintah.

“Jadi, tak semua lubang tambang akan direklamasi. Ada beberapa kolam yang akan dikelola. Model seperti itu, nanti dituangkan dalam peraturan gubernur,” tutup Didit. (*)

 

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar