Lingkungan

Harapan Semu Pencabutan IUP Bermasalah di Sangasanga

person access_time 5 years ago
Harapan Semu Pencabutan IUP Bermasalah di Sangasanga

Foto: Jatam Kaltim

Jatam Kaltim mendapati klaim Pemprov mencabut IUP bermasalah, tak sesuai fakta yang ada.

Ditulis Oleh: Fachrizal Muliawan
Rabu, 27 Februari 2019

kaltimkece.id Beberapa waktu lalu dalam pidatonya, Wakil Gubernur Hadi Mulyadi menyebut pada 2019 Pemprov Kaltim sudah mencabut dua izin usaha pertambangan (IUP) di Kaltim. Dua perusahaan tersebut adalah CV Sanga Sanga Perkasa (SSP) dan CV Artha Pratama Jaya (APJ). Namun, dalam penelusuran Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, surat keputusan (SK) pengakhiran IUP dua perusahaan tadi ada dalam daftar IUP yang dicabut atau dihentikan.

Hal itu diketahui melalui surat bernomor 180/1291-Hk/2019. Surat ditandatangani Pelaksana Harian atau Plh Kepala Biro Hukum Setprov Kaltim Radiansyah. Tertanggal 20 Februari 2019, surat jawaban atas permohonan Jatam Kaltim.

Baca juga:
 

Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang menyebut, dengan hasil penelusuran tersebut, dia merasa perlu klarifikasi soal Pemprov mulai mencabut IUP. “Jangan sampai memberikan harapan palsu ke masyarakat,” tuturnya.

Khusus CV SSP, warga RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara bersama Jatam menggelar konferensi pers. Terus terang, kata dia, pemberitaan soal pencabutan IUP CV SSP sempat membuat warga Kelurahan Sangasanga Dalam senang. Perjuangan mereka menyuarakan sejak Agustus 2018 terbayar. “Namun berubah setelah kami telusuri lebih lanjut,” terang Pradarma.

Fakta berikutnya, Dinas ESDM Kaltim baru melayangkan peringatan kedua kepada CV SSP pada 15 Februari 2019 lewat Surat Nomor: 541/611/II-MINERBA. Menurut Jatam Kaltim, surat peringatan tersebut seakan-akan memberi celah untuk mengurus IUP. Menurut dia, bila alasan ada peringatan kedua tersebut adalah prosedur, mesti diketahui bahwa CV SSP diduga melakukan penambangan ilegal.

Pradarma menceritakan, sebenarnya CV SSP sudah ada sebelum 2018. Sebelumnya, IUP CV SSP habis pada 2014. Seiring berjalannya waktu, pada 2017 pihak perusahaan mengajukan perpanjangan IUP. Namun, agar bisa keluar perpanjangan izin, perusahaan mesti memenuhi dua kriteria. Pertama harus menyelesaikan reklamasi penambangan sebelumnya, kedua izin lingkungan harus diperpanjang. “Perpanjangan didapatkan akhir 2017,” ujarnya.

Setelah itu, dilakukan penambangan pada April 2018. Nah, hal ini menuai penolakan warga kelurahan Sangasanga Dalam. Dalam penelusuran pertama, diketahui bahwa CV SSP tidak mengantongi izin lingkungan. “Digelarlah aksi pada Juli 2018 ke Dinas ESDM Kaltim,” ujarnya.

Sebulan setelah aksi, Awang Faroek Ishak yang masih menjabat gubernur saat itu melaui Dinas ESDM Kaltim, memerintahkan CV SSP menghentikan penambangan. Dengan fakta, CV SSP belum mengantongi izin lingkungan namun sudah menambang. Ada indikasi penambangan ilegal. Bisa langsung dilakukan pencabutan.

Menurut Pradarman, lokasi CV SSP mengancam keselamatan warga. Lokasi kolam bekas galian tambang yang ditambang pada 2011 hingga 2014, meninggalkan lubang seluas kira-kira 6 hektare. Kedalamannya 50 meter. Selain itu, jarak lubang ke fasilitas publik terdekat hanya 57 meter. “Dihitung dari kolam tambang ke musala,” sebutnya.

"Kita ingin tidak ada lagi korban jiwa yang ke 33. Cukup 32 korban anak tewas di bekas kolam tambang. Jangan ada lagi tambahan korban jiwa," sambungnya.

Ketua RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam Muhammad Zainuri menuturkan, pemberitaan terkait dicabutnya IUP CV SSP tersebut dikira tindak lanjut audiensi dengan Wakil Gubernur pada 11 Januari 2019. “Kami sudah menerima informasi bahwa permohonan CV SSP sudah ditolak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kukar,” ujarnya.

Penolakan lantaran kajian Dinas Lingkungan Hidup Kukar lokasi konsesi CV SSP tak layak. Terlalu dekat permukiman. Zainuri menyebut, minimal dengan kajian tersebut tak ada alasan dan kesempatan untuk memperpanjang IUP CV SSP.

Menolak karena Jera

Sejak 2014 hingga 2018, warga telah berupaya melakukan pemulihanlingkungan dan jera dengan kehadiran kembali perusahaan tambang batu bara. Bahkan mereka menolak bekerja di perusahaan tersebut.

“Ada sekitar 400 jiwa, tidak satupun warga kami bekerja di situ karena kami memang menolak,” kata Zainuri.

Tanah-tanah saat 2011 hingga 2014 tak lagi subur. Pohon banyak yang mati. Kolam ikan alami kerusakan. “Karena saat banjir, air juga membawa pasir dan lumpur,” tuturnya.

Warga sebelumnya mengusir dua perusahaan batu bara ilegal. Namun, untuk CV SSP, mereka tak berani karena mengetahui telah memiliki IUP. Khawatir malah dipenjara jika mengusir secara langsung. Setelah Dinas ESDM Kaltim memerintahkan menghentikan penambangan, warga terus berjaga-jaga bila suatu saat CV SSP beroperasi kembali di wilayah mereka.


Pencabutan Ada Prosedurnya

Ditemui di ruang kerjanya pada Rabu, 27 Februari 2019, Hadi Mulyadi mengatakan, saat melakukan kunjungan ke Sangasanga Dalam pada Januari 2019 lalu, warga mengadu bahwa lokasi yang akan ditambang CV SSP adalah jalan akses warga. “Dan bila lokasi itu digali maka akan menimbulkan banjir,” ujarnya. Nah, Hadi saat itu meminta segera laporkan kepada bila CV SSP melakukan penambangan. Pasalnya, sudah ada perintah penghentian sejak Agustus 2018. Bicara soal pencabutan IUP, Hadi menuturkan, Pemprov Kaltim tak sedikit pun ada niat main mata. Hanya saja tidak bisa sembarangan menghentikan. Proses pencabutan IUP juga ada proses.

“Makanya ada beberapa kali peringatan. Saya minta warga jangan emosi dulu,” ujarnya. Dia menganalogikan, bila daerah yang ingin ditambang perusahaan jaraknya terlalu dekat, izin penambangan di daerah tersebut tak akan dikeluarkan. Ada kontrak yang harus dipelajari dan dievaluasi. Hadi berharap warga jangan terprovokasi. (*)

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar