Lingkungan

Kemunculan Pertama Orangutan di Desa Lusan, Pertanda Ekosistem yang Kian Rusak

person access_time 3 years ago
Kemunculan Pertama Orangutan di Desa Lusan, Pertanda Ekosistem yang Kian Rusak

Proses evakuasi orangutan di Desa Lusan, Paser. (Foto: BKSDA Kaltim)

Orangutan masuk desa dipastikan bukan hal biasa. Bisa jadi peringatan bencana.

Ditulis Oleh: Surya Aditya
Sabtu, 12 Juni 2021

kaltimkece.id Video seekor orangutan masuk Desa Lusan, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, viral di jagat maya, awal pekan ini. Beberapa jam setelah beredar, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Wilayah III Kaltim mengutus personelnya ke desa tersebut. Melakukan upaya penyelamatan orangutan.

Senin sore, 7 Juni 2021, beberapa petugas BKSDA Kaltim tiba di Desa Lusan. Namun saat itu, satwa yang dicarinya sudah tidak ada. Menurut keterangan warga, orangutan yang ramai diperbincangkan publik di media sosial telah masuk ke hutan.

Menolak pulang dengan tangan kosong, hari itu juga operasi perburuan satwa digelar BKSDA Kaltim. Menelusuri hutan, menaiki bukit, hingga menyusuri sungai.

Akan tetapi, hingga tiga hari pencarian, petugas tak menemukan orangutan tersebut. Rencana menghentikan operasi pun mengemuka. Lagi pula, hewan bernama ilmiah Pongo pygmaeus itu disebut sudah kembali ke habitatnya. Sehingga, tak perlu ada yang dicemaskan lagi.

Pada akhirnya, petugas memutuskan kembali ke kantornya di Balikpapan pada Kamis, 10 Juni 2021. Namun menjelang sore saat petugas BKSDA Kaltim berkemas, seorang warga menjerit menyebut orangutan. Tanpa pikir-panjang, petugas berlari mendatangi sumber suara sambil menenteng sebuah senapan beramunisi peluru bius.

Kira-kira 500 meter dari Desan Lusan, petugas menemukan seekor orang utan berbulu cokelat tengah berjalan menuju pemukiman warga. Melihat ciri-cirinya, dipastikan bintang tersebut adalah keras besar yang viral beberapa waktu lalu. Semua cerita ini disampaikan Surya Darmawan, polisi hutan BKSDA Kaltim yang ikut dalam misi tersebut.

“Kami langsung tembakan obat bius ke orangutan itu,” tutur Wawan, panggilan Surya Darmawan, kepada kaltimkece.id, Sabtu, 12 Juni 2021.

Seketika itu orangutan tersebut tersungkur ke tanah. Berhasil menidurkan sejenak, petugas segera memasukan orangutan jantan itu ke kerangkeng besi yang sudah disiapkan di pikap. Petugas segera membawanya ke Borneo Orangutan Survival Foundation Samboja Lestari di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara.

“Saat ditemukan, kondisinya sehat saja. Tidak ada luka atau tanda-tanda kelaparan,” terang Wawan.

Di BOSF Samboja Lestari, orangutan tersebut direhabilitasi. Tapi belum diketahui sampai kapan proses perawatan dilaksanakan. Yang jelas, saat primata berbobot lebih 50 kilogram itu sudah benar-benar pulih dan bisa bertahan hidup secara mandiri, ia akan dilepasliarkan ke hutan.

“Kami masih menyurvei hutan mana yang cocok untuk orangutan ini,” tambah staf Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Kaltim, Posda Gressya.

Momen Langka

Semua pihak, khusunya aparat negara, diingatkan tidak menyepelekan kehadiran orang utan di Desa Lusan. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat Padi Indonesia, kedatangan mamalia tersebut ke permukiman merupakan pertanda mara bahaya. Lembaga yang berkantor di Balikpapan tersebut adalah kelompok yang meneliti lingkungan, mengadvokasi masyarakat adat, hingga ikut meningkatkan ekonomi Desa Lusan sejak 14 tahun silam.

Peringatan tersebut bukan sekedar menakuti-nakuti. Direktur Padi Indonesia, Ahmad Suudi Jawahir Asyami, memberikan penjelasan. Mulanya, pria yang akrab disapa Among itu memastikan, orangutan masuk ke Desa Lusan merupakan momen langka.

“Sejak 2007 kami masuk ke Desa Lusan, rasa-rasanya, ini (orang utan masuk ke permukiman) yang pertama,” katanya kepada kaltimkece.id.

Dia pun yakin, fenomena tersebut terjadi dikarenakan berkurangnya pasokan makanan orangutan. Keyakinan itu bukan tanpa dasar. Selama belasan tahun keluar-masuk Desa Lusan, Among tahu betul ada banyak pembalakan liar, perkebunan sawit, hingga penambangan di hutan dan sungai di sekitaran desa.

“Itulah yang membuat makanan primata menjadi berkurang. Kemudian dia masuk permukiman untuk mencari makanan,” ucapnya.

Lebih dalam, Among menjelaskan, hutan di sekitaran Desa Lusan merupakan bagian Pengunungan Meratus. Ada tiga sungai di pegunungan tersebut. Salah satunya Sungai Kandilo. Ketiga sungai tersebut bermuara di Kecamatan Tanah Grogot, Paser. Semua sungai itu telah ada lokasi penambangan emas dan pasir.

Jika penambangan itu terus dibiarkan, ekosistem di tiga sungai tersebut akan rusak. Semakin lama pembiaran, kerusakannya semakin parah. Tanah Grogot, sebut Among, akan menjadi daerah yang paling merasakan buah kerusakan itu.

“Salah satu dampaknya adalah banjir besar seperti yang terjadi di Kalsel baru-barusan ini,” sebutnya.

Oleh karena itu, dia meminta semua pihak, terutama aparat negara, untuk menjadikan kemunculan orangutan tersebut sebagai momen berbenah. Bila tidak, jangan heran jika semakin banyak satwa muncul ke tengah-tengah masyarakat. Andai kondisi tersebut terus dibiarkan, bencana besar berpeluang terjadi.

“Dalam aturan tata ruang ‘kan sudah jelas, mana bagian untuk industri, mana bagian untuk dilindungi. Itu saja yang ditegakkan. Ada yang melanggar, ya, ditindak,” kunci Among. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar