Lingkungan

Kepungan Tambang di SD Filial 004 Samarinda Utara, Ekskavator pun Parkir Depan Sekolah

person access_time 4 years ago
Kepungan Tambang di SD Filial 004 Samarinda Utara, Ekskavator pun Parkir Depan Sekolah

Tumpukan batu bara di depan SD Filial 004. (arditya abdul azis/kaltimkece.id)

Sementara para pelajar menuntut ilmu, di sekelilingnya ramai aktivitas penambangan batu bara.

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Jum'at, 15 November 2019

kaltimkece.id Belasan kilometer terpisah dari sekolah induk SD 004 di Padat Karya, membuat SD Filial (pembantu) 004 tertinggal dari segi fasilitas pendidikan. Mulai buku-buku hingga alat praktik pelajaran.

Aktivitas belajar-mengajar sekolah yang terletak di ujung utara Samarinda itu, hanya diperkuat dua pengajar. Berstatus guru honorer. Alias pegawai tidak tetap harian (PPTH). Berisi hanya 17 murid.

Kondisi fasilitas memprihatinkan. Bangunan sudah tua. Mulai retak dan tak layak digunakan. Di sekelilingnya, hanyalah ada aktivitas pertambangan batu bara.

Reporter kaltimkece.id meninjau keadaan sekolah tersebut pada Selasa, 12 November 2019. Lokasinya di Kampung Berambai, Kelurahan Sempaja Utara, Samarinda Utara. Tepat di batas kota. Berbatasan Desa Bangun Rejo (L3), Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar).

Jalur menuju sekolah tersebut melalui Jalan Batu Cermin. Namun, ketika hujan, jalan tersebut begitu berbahaya. Rusak dan licin. Alternatif tersisa adalah Jalan Poros Samarinda-Kutai Kartanegara. Melaljui Jalan Poros L4 lalu ke Jalan Kitadin. Akhirnya tiba di bagian tanjakan sebelah kanan. Dari Bangun Rejo ke SD tersebut kurang lebih 8 kilometer. Jika hujan jalan becek dan berlumpur.

Selama di perjalanan, jalur yang dilewati memang tak mulus. Banyak lubang. Pengendara harus ekstra waspada. Bila tak pandai bermanuver, bisa-bisa petaka menghampiri.

Sekitar 45 menit waktu tempuh dari Samarinda melewati Desa Bangun Rejo (L3) Kukar. Jalan masuk menuju SD tersebut melintasi jalan aspal dan semenisasi yang terputus. Dilanjut jalan tanah agregrat batu, menanjak dan menuruni bukit.

Masuk kawasan L4, jalurnya memang mulus. Tapi kondisi itu tak lagi ditemui tatkala masuk jalur sekolah. Setelah jalan semen di tanjakan pertama, sekitar 100 meter setelahnya, jalur menjadi tanah berbatu. Terjal. Dua tanjakan dan dua turunan dilewati sebelum sampai sekolah.

Sekeliling jalur tersebut, bukanlah pemandangan umum dalam lintasan ke sekolah. Di kiri dan kanan tampak gundukan bukit akibat dikeruk ekskavator. Lalu lintas dump truck mengangkut emas hitam terpantau jelas.

Saat media ini melintas, beberapa ekskavator tengah menggaruk. Sebagian lain terparkir di tepi jalan. Galian batu bara nyaris mengepung sekolah di Kampung Berambai tersebut. Bahkan satu ekskavator terpakir persis di depan sekolah. Demikian pula tumpukan batu bara yang masih membekas.

Jika tiba waktu angkut batu bara, lalu lalang dump truck melintasi SD filial tersebut. Bahkan tak jauh dari belakang sekolah, ada pula penambangan. "Kalau debu tambang kami sudah biasa," kata Bertha, satu dari dua guru honorer SD tersebut.

Kondisi sekolah kini mulai retak. Belum jelas penyebabnya. Tapi dugaan kuat karena pergerakan tanah dampak pertambangan. Fondasi belakang sekolah sudah retak. Lantai kelas beralaskan ubin telah retak terkelupas dari dudukannya. "Tanah di situ turun. Turapnya sudah tidak kuat," ucap Bertha menduga.

Dibandingkan bangunan sekitar lain, SD Filial 004 satu-satunya gedung beton. Setelah 20 tahun, gedung tak lagi kuat menahan gempuran. Bagian belakang sekolah ambles dan retak. Apalagi lantai sekolah masih ubin abu-abu, bukan marmer.

Dua guru honorer di sekolah ini adalah Bertha Bua'dera dan Herpina. Dari 17 murid, satu di kelas I, tiga di masing-masing kelas II, III, IV, dan V. Serta empat murid di kelas VI. Sekolah satu gedung tersebut memiliki tiga ruangan yang disekat triplek. Satu ruang guru, sisanya untuk belajar-mengajar. Digunakan bergantian. Satu ruang diisi kelas I, II dan III. Satu ruangnya lagi kelas IV, V, dan VI.

Bertha mengajar kelas I, II, dan III untuk semua mata pelajaran. Sedangkan Herpina mengajar kelas IV, V, dan VI. Tugas tersebut sudah dijalani bertahun-tahun. Hanya dengan metode itu belajar-mengajar di SD Filial 004 bisa berjalan. "Kami mengajar semua mata pelajaran kecuali agama dan bahasa Inggris. Tidak ada gurunya," ungkap Bertha.

Baik Bertha dan Herpina sama-sama kesulitan masuk kelas praktik. Kurikulum 2013 (K-13) menuntut lebih banyak praktik dengan alat peraga. Tapi fasilitas tersebut masih sangat kurang. Kedua guru tidak berani meminjam. Khawatir rusak dan tak bisa mengganti.

Tiga tahun lalu, jumlah siswa di sekolah tersebut 30 orang. Berganti tahun jumlahnya kian menurun.  Kabar terakhir, SD tersebut bakal masuk wilayah Kutai Kartanegara.

Suka-duka telah dialami selama mengajar sekolah pinggiran kota. Dikelilingi belantara, medan yang dilalui tidaklah mudah. "Kadang saya juga ketemu ular. Kan kiri-kanan masih hutan," sebutnya.

Satu dekade lebih mengajar, Bertha tak kunjung naik status menjadi pegawai negeri sipil (PNS/ASN). Pangkatnya tetap guru honorer dengan upah pas-pasan. Per bulan menerima Rp 800 ribu. Bahkan sempat 10  tahun merasakan upah Rp 150 ribu. Jumlahnya telah bertambah. Tapi tetap tak cukup untuk sebulan. "Ya, mau bagaimana lagi, dicukup-cukupkan saja."

Setahun lalu, guru di sekolah ini masih ada tiga. Hamka semula guru paling senior di sekolah tersebut. Masuk 2007, menyusul Bertha pada 2009 sedangkan Herpina 2014. Herpina dulunya murid SD filial tersebut. Setelah menuntaskan kuliah, ia kembali untuk mengabdi. Tak seperti Bertha, dirinya lebih beruntung karena dibekali sepeda motor menuju sekolah. Rumahnya di Jalan Poros L3, Kecamatan Tenggarong Seberang. Waktu tempuh hanya 20 menit.

Selama mengajar dari 2014, upahnya sempat Rp 400 ribu sebelum naik jadi Rp700 ribu. Dengan penghasilan jauh di bawah upah minimum, keduanya tetap harus bertahan. Menutup kekurangan dengan berkebun. Hasilnya dijual ke pasar malam. "Gaji yang saya dapat untuk bensin saja," imbuhnya. (*)

 

Editor: Bobby Lolowang

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar