Lingkungan

Ketika Tiga Desa di Kutim Belajar Budi Daya untuk Mengelola dan Menjaga Kawasan Berhutan yang Mereka Punya

person access_time 3 years ago
Ketika Tiga Desa di Kutim Belajar Budi Daya untuk Mengelola dan Menjaga Kawasan Berhutan yang Mereka Punya

Pelatihan di P4S Lau Kawar, Samboja, Kutai Kartanegara, diikuti tiga desa dari Kutim (foto: KalFor Project)

Desa Batu Lepoq, Desa Saka, dan Desa Sempayau di Kutim mendapat pelatihan budi daya. Bertujuan menjaga areal berhutan sekaligus tetap produktif.

Ditulis Oleh: Fel GM
Sabtu, 03 April 2021

kaltimkece.id Tiga desa di Kutai Timur mengikuti pelatihan budi daya di Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya atau P4S Lau Kawar, Samboja, Kutai Kartanegara. Selepas pelatihan, tiga perangkat desa tersebut diajak melihat pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Hutan Lindung Sungai Wain.

Pelatihan tersebut diadakan Kalimantan Forest (KalFor Project) dan Kawal Borneo Community Foundation (KBCF). KalFor Project berfokus kepada penyelamatan area berhutan di luar kawasan hutan atau area penggunaan lain (APL) di Kalimantan. Kawasan berhutan ini sangat luas. Di Kabupaten Kutai Timur saja, total area berhutan di luar kawasan hutan mencapai 161 ribu hektare.

Tiga desa dengan areal berhutan tersebut lantas mengikuti pelatihan tadi. Ketiganya adalah Desa Batu Lepoq, Kecamatan Karangan; serta Desa Saka dan Desa Sempayau di Kecamatan Sangkulirang. Melalui pelatihan ini, warga dan aparat desa diharapkan arif mengelola kawasan hutan namun tetap produktif dari sisi ekonomi.

Forest Management Specialist KBCF, Hendra, menjelaskan tujuan studi banding. Masyarakat desa yang bermukim di sekitar hutan diharapkan terus produktif dari sisi ekonomi dengan memerhatikan prinsip-prinsip konservasi. "Kami tiga hari belajar di P4S Lau Kawar dan sehari kunjungan ke Hutan Kemasyarakatan di Hutan Lindung Sungai Wain," terangnya.

Dalam kunjungan, rombongan yang terdiri dari pemerintah desa hingga petani dan peternak diberikan keterampilan teknis budi daya. Mulai budi daya perikanan air tawar hingga pertanian dan perkebunan. "Tujuannya memunculkan beberapa alternatif usaha perekonomian di desa dengan konsep konservasi," kata Hendra.

Sejauh ini, tiga desa di Kutai Timur tersebut sudah menyusun peraturan desa (perdes) pengelolaan hutan sekaligus membentuk pengelolanya. Di Desa Batu Lepoq, kata Hendra, masyarakat memiliki kearifan lokal bernilai ekonomis yakni membuat jamu. Ada pula potensi pariwisata berupa goa telapak tangan, sumber air panas, hingga air terjun.

"Tapi belum digarap profesional" kata Hendra.

Di Desa Sempayau, masyarakat setempat pernah membudidayakan ikan air tawar. Potensi ekonomi ini terkendala kondisi keasaman air. Sektor perikanan air tawar pun ditinggalkan.

"Melalui kunjungan ke P4S Lau Kawar ini, masyarakat mengetahui cara mengatasi keasaman air juga alternatif media budi daya perikanan. Jadi, potensi yang sudah ditinggalkan itu bisa digarap lagi," urainya.

Adapun Desa Saka, sebagian besar warga merupakan petani sawit. Studi banding ini membuka wawasan masyarakat untuk berinovasi menggali potensi ekonomi yang lain. Warga desa juga diajarkan teknik budi daya perikanan, peternakan, dan pertanian.

Dalam kunjungan di hutan kemasyarakatan, warga dari tiga desa melihat hutan kemasyarakatan dikelola. Sebagai informasi, warga sekitar hutan kemasyarakatan memanfaatkan hutan sebagai area perkebunan menggunakan teknik tumpang sari agroforestry. Kelestarian hutan terjaga namun tetap produktif dalam sektor ekonomi.

Hendra berharap, warga Desa Batu Lepoq, Sempayau, dan Saka, bisa menggali potensi ekonomi desa dengan tetap menjaga area berhutan di luar kawasan hutan di desanya. Dari kunjungan ini pula, masyarakat mengaplikasikan inovasi baru di sektor ekonomi desa. Terlebih, desa leluasa mengembangkan program dengan bantuan dana desa.

"Nanti bisa kolaborasi antara BUMDes, kelompok usaha yang sudah eksis di desa, ditambah dana desa. Sehingga tercipta sektor usaha yang melibatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekaligus menghasilkan pendapatan asli desa," tutur Hendra.

Respons Pihak Desa

Jum'ah, kepala Desa Batu Lepoq di Kutai Timur, bersama beberapa warganya semangat mengikuti studi banding di Samboja dan Balikpapan. Jum'ah menuturkan, dia dan warga kini mengetahui cara beternak ikan lele. Mulai menghasilkan bibit hingga membuat pakan dari tumbuhan dan bahan alami yang tersedia di alam desa mereka.

“Sepasang induk bisa menghasilkan 200 ribu bibit lele," ucap Jum'ah bersemangat.

Saat ini, sambungnya, Desa Batu Lepoq masih berstatus tertinggal. Akan tetapi, Jum'ah yakin, Batu Lepoq akan jadi desa mandiri dan terdepan. "Kami punya modal lahan yang luas. Kami juga semangat dan optimistis karena jika tak semangat, tak mungkin terlaksana," katanya.

Jum'ah bercita-cita setiap rumah di Batu Lepoq bisa membudidayakan ikan. Warga yang ikut pelatihan lebih dahulu membuat kolam ikan di rumah. Warga yang lain pasti mengikuti. Ia berangan-angan, Batu Lepoq menjadi desa penyuplai bibit ikan lele ke desa di sekitarnya.

"Semua orang perlu ikan. Kalau beli bibit dari luar, risiko bibitnya mati. Kalau bisa budi daya sendiri, bagus, kan? Bisa buat makanannya juga," urainya.

Selain ikan, Desa Batu Lepoq membudidayakan cokelat dan kopi. Desa Batu Lepoq pun memiliki potensi wisata unggulan goa telapak tangan, air terjun dua kembar, dan pemandian air panas. Meski demikian, Jum'ah menuturkan, ada kendala utama dalam mengelola desa. Status desa masih dalam kawasan hutan.

"Kami tak boleh membangun apa-apa di dalam kawasan hutan. Harapannya, desa kami di-enclave," tuturnya.

Kepala Desa Sempayau, Pei Syapei, mengapresiasi kegiatan ini. Menurutnya, kunjungan tersebut sangat bagus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia petani. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar