Lingkungan

Melihat Kelanjutan Pendampingan Empat Desa di Kutai Timur dalam Mengelola Hutan Desa

person access_time 2 years ago
Melihat Kelanjutan Pendampingan Empat Desa di Kutai Timur dalam Mengelola Hutan Desa

Pendampingan usaha budi daya ikan air tawar oleh KBCF di tiga desa di Kutai Timur (foto: KBCF)

Program KalFor Project memasuki tahap kedua. Pendampingan usaha bagi warga dalam mengelola areal berhutan diberikan.

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Jum'at, 27 Mei 2022

kaltimkece.id Luas kawasan berhutan di dalam areal penggunaan lain atau APL begitu luas di Kutai Timur. Sebagian wilayah tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik. Berbagai upaya pun diambil untuk menyelamatkan kawasan APL demi kesejahteraan masyarakat di sekitar area berhutan. Satu di antaranya lewat pendampingan usaha dari Program Kalimantan Forest Project (KalFor Project).

Di Kutai Timur, KalFor Project menggandeng Kawal Borneo Community Foundation (KBCF) sebagai pendamping desa. Kepada kaltimkece.id, Project Leader KBCF, Mukti Ali, menyampaikan bahwa ada empat desa yang menerima pendampingan. Desa-desa tersebut adalah Desa Tepian Terap, Desa Sempayau, Desa Saka, dan Batu Lepoq. 

“Luas APL di keempat desa tersebut telah ditetapkan melalui peraturan desa," jelas Mukti, Rabu, 25 Mei 2022. 

Menurut perdes, Desa Batu Lepoq di Kecamatan Karangan menetapkan hutan milik desa seluas 1.460 hektare. Hutan desa itu adalah area berhutan yang masuk APL. Topografinya adalah pesisir dengan fungsi kawasan adalah pemanfaatan serta perlindungan. Sebagai informasi, APL merupakan wilayah di luar kawasan hutan sehingga biasanya telah diterbitkan perizinan di atasnya. Di Kutai Timur, kebanyakan APL berstatus izin usaha perkebunan kelapa sawit atau pertambangan batu bara. 

Selanjutnya adalah Desa Saka. Desa di Kecamatan Sangkulirang ini menetapkan hutan milik desa seluas 541 hektare. Areal itu digunakan untuk pemanfaatan dan perlindungan. Topografinya di pesisir dengan hutan primer dan sekunder yang didominasi tumbuhan bakau. 

Sementara itu, Desa Sempayau identik dengan pulau-pulau kecil dengan hutan mangrove. Hutan milik desa disepakati sebesar 4.419,62 hektare, seluruhnya APL. Lokasinya perbukitan dan rawa yang didominasi mangrove jenis Rhizophora Spp. 

Desa Tepian Terap di perbatasan Kutim-Berau adalah yang keempat. Hutan milik desa disepakati 2.655 hektare, termasuk air terjun Sungai  Kayu Jiwata. Lokasi itu dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro bagi masyarakat. 

"Dengan luas APL tersebut, kami berharap, pendampingan ini membawa manfaat bagi masyarakat yang mengelolanya secara mandiri," terang Mukti Ali.

Ia menambahkan, pendampingan keempat desa saat ini memasuki tahap dua. Pada tahap ini, KBCF memberikan pendampingan usaha. Pada pertengahan Mei 2022, pendampingan berupa pelatihan budi daya ikan air tawar di tiga desa tersebut. Setiap desa mengirimkan 15 orang untuk mengikuti pelatihan.

"Sebelumnya, ada serah-terima bantuan sarana dan prasarana budi daya ikan air tawar. Diserahkan Bupati Kutai Timur kepada Desa Saka pada 11 Mei 2022," jelas Mukti. Bantuan prasarana itu meliputi empat set jaring keramba, satu mesin produksi pakan ikan, 2.000 bibit nila, 1.000 bibit lele, serta papan nama demplot. 

Mukti Ali menambahkan, hanya Desa Tepian Terap yang tidak mendapatkan pelatihan budi daya ikan air tawar. Pendampingan usaha di desa tersebut adalah pengelolaan madu kelulut serta pengembangan ekowisata.

_____________________________________________________INFOGRAFIK 

Untuk diketahui, KalFor Project bersama Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, telah mendata tutupan hutan di luar kawasan hutan di Kaltim. Dari pendataan pada 2018, Kutai Timur memiliki kawasan hutan seluas 2,27 juta hektare atau terluas di Kaltim. Dari luas tersebut, sebanyak 161.374 hektare tutupan hutan masuk di APL. Perinciannya, hutan hujan 97.931 hektare, hutan karst 9.641 hektare, hutan rawa 31.434 hektare, dan hutan mangrove 22.368 hektare. 

KalFor Project berupaya membantu pengelolaan kawasan berhutan di dalam APL tersebut. Program ini merupakan kerja sama Direktorat IPSDH, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, dengan UNDP, Pemprov Kaltim, serta Pemkab Kutai Timur.

"Kami berharap, pendampingan ini terus berkembang dengan dukungan berbagai pihak. Mulai pemerintah desa hingga perusahaan di sekitar desa sehingga program ini berkelanjutan," tutup Mukti Ali. (*) 

Artikel ini merupakan hasil kerja sama Kalimantan Forest Project, Kawal Borneo Community Foundation, dan kaltimkece.id

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar