Lingkungan

Menengok Lubang Bekas Tambang yang Disulap Menjadi Sawah di Desa Batuah, Kutai Kartanegara

person access_time 2 years ago
Menengok Lubang Bekas Tambang yang Disulap Menjadi Sawah di Desa Batuah, Kutai Kartanegara

Persawahan di area bekas tambang di Desa Batuah, Loa Janan, Kukar (foto: muhibar sobary ardan/kaltimkece.id)

Padi-padi tumbuh di tengah hamparan tambang batu bara. Secercah harapan lahir dari Desa Batuah.

Ditulis Oleh: Muhibar Sobary Ardan
Rabu, 02 Februari 2022

kaltimkece.id Dua kaki Sumardin yang bertelanjang alas melangkah di tengah pematang ketika cahaya matahari baru muncul dari timur. Hanya selemparan batu dari sawah tempat ia berdiri, lahan bekas tambang yang mulai ditumbuhi rerumputan membentang bak sabana. Raungan mesin kendaraan pengangkut batu bara sesekali terdengar. Sumardin tak peduli. Lelaki berusia 37 tahun itu tetap tekun membajak sawahnya dengan bantuan traktor tangan.

Ahad pagi, 30 Januari 2022, Sumardin mengawali hari seperti biasa. Ia menggarap lahan persawahan yang unik. Lahan dengan total luas 4 hektare itu dulunya bekas tambang batu bara. Lokasinya di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara. Persisnya, di Kilometer 26, poros Samarinda-Balikpapan. Dari tepi Jalan Soekarno-Hatta, lahan ini dicapai lewat jalan hauling perusahaan batu bara sejauh 8 kilometer. Di kiri dan kanan jalur hauling tersebut, sebagian besar lahan telah ditambang. Sebagian kecil yang lain adalah kebun kelapa sawit.

"Saya mulai membuka lahan untuk menanam padi sekitar dua tahun lalu. Dari zaman di sini gunung di sana kolam (tambang). Banyak kayu dan batu besar, kadang ada batu bara muncul. Lancip-lancip," kenang Sumardin mengisahkan permulaan ia menggarap lahan tersebut kepada kaltimkece.id.

Ayah satu anak ini membagi 4 hektare lahan persawahan ke delapan petak dengan luas beragam. Ada petak yang luasnya 200 meter persegi hingga setengah hektare. Ketika melayani wawancara media ini, Sumardi sedang membajak tanah dengan traktor. Tahap ini segera dilanjutkan dengan dekomposer, pembusukan ilalang atau rumput sebagai pupuk organik. Petak sawah kemudian diairi selama sepekan untuk mencegah gulma tumbuh. Keseluruhan pengolahan tanah dan pengairan akan memakan waktu tiga pekan jika cuaca tidak hujan berlebihan.

“Jadi, Februari atau awal Maret, kami sudah mulai menanam jika cuaca mendukung," harap Sumardin. Setelah 115 hari, padi pun sudah bisa dipanen.

_____________________________________________________PARIWARA

Sumardin sudah tiga kali menanam padi di lahan bekas tambang. Dua kali berhasil dan sekali gagal. Penyebab kegagalan tanam, terangnya, karena banjir sehingga sedimentasi memenuhi sawah. "Yang gagal itu akhir 2020. (Sawah) sudah seperti laut karena terendam banjir," kenang pria asal Sulawesi Selatan tersebut.

Musim tanam yang berhasil pada Mei 2020. Ia menanam padi di lahan seluas 1,2 hektare. Hasil panennya 800 kilogram beras. Pada percobaan tanam yang ketiga, pertengahan 2021, luas lahan kurang lebih 2 hektare. Beras gilingan yang dihasilkan sebanyak 4 ton.

"Tidak menyangka hasilnya besar. Padahal, bisa tumbuh saja sudah bersyukur," jelasnya.

Rupanya, tidak seluruh lahan bisa ditanami padi. Sebagian petak masih terkena sedimentasi. Endapan ini disebut berbahaya karena mengandung zat besi sehingga menyulitkan tanaman tumbuh. Harus ada upaya menetralkan sedimentasi. Rekayasa teknologi seperti pencampuran kapur, pupuk organik, hingga pengolahan air di irigasi mutlak diperlukan.

Menyulap Lubang Tambang

kaltimkece.id menemui Direktur Corporate Social Responsibility, PT Anugerah Bara Kaltim, Agung  Hasanudin, untuk mengetahui teknik penggarapan lahan. Agung memastikan, sawah yang dikelola Sumardin adalah bekas tambang yang telah direklamasi. Areal itu merupakan satu dari antara lubang terdalam hasil pengerukan batu bara.

Pada mulanya, lubang tersebut ditimbun dengan tanah. Lahan kemudian dibentuk serupa sawah. Irigasi serta kolam tabungan air juga dibangun. Agung mengatakan, biaya reklamasi ini lebih dari Rp 500 juta. Sebelum padi ditanam, perusahaan menguji kualitas air dan tanah. Setelah dipastikan aman, padi ditanam. Uji serupa diambil lagi dari sampel panen. Langkah ini untuk memastikan tidak ada zat-zat berbahaya dari bulir padi maupun beras yang dihasilkan.

"Alhamdulillah, dua tahun saya makan (beras), aman saja. Malah tambah gemuk," jelas Agung seraya bergurau.

Menurut rencana pengelolaan pascatambang, Agung melanjutkan, luas lahan yang tersedia 42 hektare. Lahan itu dibagi menjadi area sawah seluas 7,5 hektare, kawasan konservasi 19 hektare, perkebunan 8 hektare, peternakan 6 hektare, dan perikanan 1,5 hektare. Seluruh alokasi tersebut sudah dimuat dalam dokumen lingkungan pengelolaan pascatambang.

“Yang sudah berjalan ialah sawah lebih kurang 2 hektare dan area konservasi. Selebihnya masih dalam proses. Rencananya, sebelum izin perusahaan habis pada 2027, seluruh area telah rampung sebagaimana direncanakan,” sambungnya.

Agung mengatakan, perusahaan ingin menyampaikan pesan bahwa aktivitas tambang tidak melulu negatif. Ia berharap, walaupun perusahaan sudah tidak beroperasi, manfaat tetap dirasakan masyarakat.

Edy Rosman adalah ketua Kelompok Tani Rahmat Bahagia, Desa Batuah, yang dipercaya menggarap sawah di lahan bekas tambang. Ia bersama Sumardin dan tiga anggota kelompok tani pada mulanya menggarap sawah di bawah sistem upah yang dibayarkan per hari oleh perusahaan. Setelah program ini berhasil, pengelolaan sawah selanjutnya diserahkan kepada warga.

"Jadi, rencananya, semua hasil panen untuk masyarakat. Tahun ini kami sudah tidak diupah (perusahaan) lagi," kata Edy.

Kepala Desa Batuah, Abdul Rasyid, memberikan penjelasan tambahan. Ia bercerita bahwa program ini dimulai dua tahun lampau. Pada 2020, pemerintah desa menggandeng perusahaan tambang untuk membangun kawasan pertanian terpadu. Konsepnya sederhana, suatu kawasan yang terdiri dari sawah, perkebunan, peternakan, yang bisa dijadikan lokasi wisata dan pendidikan.

“Rencana ini mendapat tanggapan positif perusahaan,” jelas Abdul Rasyid. Reklamasi mulai menutup lubang tambang hingga pemanfaatan areal untuk masyarakat pun dimulai. "Saya berharap, ini bisa jadi pilot project yang dapat ditiru daerah lain. Sama halnya ketika perusahaan pertama kali datang, mereka harus pergi dengan tetap memberikan manfaat bagi masyarakat," jelasnya.

Penjelasan dari Disiplin Keilmuan

Akademikus Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, Prof Rusdiansyah, memberi gambaran dari disiplin ilmu pertanian. Menurutnya, mengelola areal bekas tambang untuk lahan pertanian adalah pekerjaan sulit. Walaupun tidak mudah, bukan berarti tidak mungkin. Ia mengatakan, tantangan terbesar ialah kualitas kesuburan tanah. Perlu upaya lebih untuk mengembalikan kualitas tanah tersebut seperti lewat bantuan pupuk organik.

"Biasanya, hasilnya tidak begitu besar. Di Jonggon (Kecamatan Loa Kulu, Kukar), juga begitu tapi bisa," terang dekan Fakultas Pertanian ini kepada kaltimkece.id.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Tantangan yang lain adalah tanah di bekas areal tambang mengandung zat besi. Harus ada upaya besar untuk meminimalisasi kandungan berbahaya tersebut. Caranya dengan memberikan kapur yang berguna mengangkat kandungan zat besi. Prof Rusdiansyah menjelaskan, kapur cukup diberikan pada awal masa tanam hingga rentang empat tahun.

"Idealnya, 1 hektare sawah diberi kapur 2 ton sampai 3 ton. Kalau itu semua dilakukan, produksinya bisa meningkat," kata dia.

Prof Rudiansyah menambahkan, hasil panen dari sawah bekas lubang tambang aman dikonsumsi. Yang terpenting adalah pemberian kapur karena dapat menghilangkan zat-zat berbahaya.

"Aman saja. Insyallah aman," tegas dia. (*)

Editor: Fel GM

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar