Lingkungan

Mengapa Mangrove Begitu Dihargai di Delta Mahakam, Ikan-Udang Berlimpah, Kaltim Terjaga dari Bencana

person access_time 1 year ago
Mengapa Mangrove Begitu Dihargai di Delta Mahakam, Ikan-Udang Berlimpah, Kaltim Terjaga dari Bencana

Suasana tambak yang ditanami mangrove di Kelurahan Muara Kembang, Muara Jawa, Kutai Kartanegara. (foto: istimewa)

Tumbuh-tumbuhan ini ditanami di tambak milik nelayan. Sebuah ide yang diusung YKAN dan Bioma.

Ditulis Oleh: Giarti Ibnu Lestari
Jum'at, 08 Juli 2022

kaltimkece.id Gerimis turun ketika empat mobil yang ditumpangi sejumlah pewarta dan pegiat lingkungan melesat dari kantor Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Samarinda Ulu, Senin pagi, 4 Juli 2022. Mereka hendak ke Delta Mahakam di Kelurahan Muara Kembang, Muara Jawa, Kutai Kartanegara. Melihat manfaat mangrove di tambak menjadi agenda utamanya.

Perjalanan ini diikuti 12 orang, salah satunya jurnalis kaltimkece.id. Ada juga anggota dari YKAN, Yayasan Mangrove Lestari, Yayasan Biosfer Manusia (Bioma), dan beberapa media massa yang lain. 

Delta Mahakam disebut juga sabuk hijau Kalimantan Timur. Ada 150 ribu hektare hutan mangrove di situ. Tumbuhan-tumbuhan ini menjadi pelindung Kaltim dari ancaman abrasi dan tsunami yang terjadi di Selat Makassar serta Lautan Pasifik. Akan tetapi, 100 ribu hektare di antaranya dilaporkan telah rusak.

Berdasarkan catatan YKAN, kawasan mangrove seluas 60.220 hektare atau 54,97 persen dari luas Delta Mahakam rusak karena alih fungsi lahan menjadi tambak dan pembangunan pipa gas. Perubahan hutan mangrove terbesar terjadi pada rentang 1997-2004. Lahan Delta Mahakam seluas 58,9 persen berubah menjadi tambak.

Catatan tersebut juga menyebutkan dampak dari penyusutan tutupan mangrove bagi ekosistem Delta Mahakam. Dampaknya adalah hilangnya daerah pengembangbiakan, pengasuhan, dan sumber makanan bagi biota laut seperti udang, kepiting, dan ikan. Ini terjadi karena ekosistem mangrove berfungsi menahan erosi, meredam, dan memecah ombak sebagai penahan intrusi air laut dan penyerap pencemaran.

Delta Mahakam merupakan suatu kawasan delta yang terdiri dari beberapa pulau yang terbentuk dari endapan di muara Sungai Mahakam dengan Selat Makassar. Jika dilihat dari angkasa, bentuk Delta Mahakam menyerupai kipas. Secara administratif, kawasan delta ini masuk Kutai Kartanegara, tepatnya di Kecamatan Anggana, Muara Jawa, dan Sangasanga.

_____________________________________________________PARIWARA

Kondisi Muara Ulu Kecil

Setelah menempuh perjalanan darat dan belayar selama tiga jam, rombongan tiba di RT 12 Kampung Muara Ulu Kecil. Mengunjungi rumah seorang nelayan, Hendra, 33 tahun, rombongan mendapat sambutan hangat. Sahibulbait bahkan menyiapkan makan siang. Tumis buncis, udang goreng tepung, kepiting, ikan bandeng goreng berbalut sambal tomat kental, hingga kerupuk udang, segera dilahap rombongan.

Ketua RT 12 Kampung Muara Ulu Kecil, Jumardi, bercerita, ada 30 kepala keluarga bermukim di atas lahan lima hektare di RT-nya. Seluruhnya berprofesi sebagai nelayan. Mencari udang dan kepiting di sungai atau laut adalah mata pencarian utama. Beberapa warha bahkan memiliki tambak udang dan ikan bandeng. “Udang bintik, udang putih, dan udang tiger sering didapatkan nelayan,” sebut kepada kaltimkece.id.

Air bersih menjadi barang paling langka di Kampung Muara Ulu Kecil. Jumardi mengatakan, warga memanfaatkan air hujan untuk memasak. Air sungai di dekat kampung kerap digunakan untuk mandi dan mencuci. Sedangkan untuk dikonsumsi, warga membeli air bersih di Handil, Muara Jawa.

Listrik juga belum mengalir 24 jam di kampung tersebut. Listrik hanya didapat dari genset yang dioperasikan dari pukul 18.00 sampai 23.00. Listrik dan air bersih saja langka, jangan bayangkan sinyal internet. Jelas tidak ada di sana. “Kami sudah pernah meminta ke pemerintah (kelurahan) untuk air bersih dan listrik PLN,” kata Jumardi.

Dia juga menyampaikan bahwa belum ada sekolah dasar di Kampung Muara Ulu Kecil. Sekolahan paling dekat ada di Kampung Muara Pegah. Menggunakan perahu bermesin, butuh 45 menit pergi ke kampung tersebut dari Kampung Muara Ulu Kecil.

“Penduduk di sini rata-rata dari Sulawesi. Cuma satu warga saja yang orang banjar,” beber pria berusia 35 tahun itu.

Pada kesempatan yang sama, Lurah Muara Kembang, Masriansyah, menjelaskan, program pengadaan air bersih di Kampung Muara Ulu Kecil memang belum ada. Sebagai gantinya, warga bakal mendapat bantuan tandon agar bisa menampung air hujan lebih banyak. Bantuan dari dana aspirasi anggota dewan ini juga untuk penduduk Kampung Muara Ulu Besar dan Kampung Muara Pegah. “Insya Allah, bantuan tandon terealisasi tahun ini,” katanya kepada kaltimkece.id.

Untuk mengatasi masalah listrik, sambung Lurah Masriansyah, Pertamina Hulu Mahakam (PHM) telah menyalurkan bantuan solar home system. Sistem ini berfungsi mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Setiap rumah di Kampung Muara Ulu Besar, Kampung Muara Ulu Kecil, dan Kampung Muara Pegah, mendapat solar home system.

Mengenai keterbatasan jaringan internet, Lurah Masriansyah tak bisa berbuat banyak. Ia hanya mengatakan, ada beberapa titik spot untuk mendapatkan jaringan telepon di Kampung Muara Ulu Kecil. 

Pengadaan sekolah dasar di Kampung Muara Ulu Kecil juga belum menjadi prioritas kelurahan. Ini dikarenakan penduduk kampung tersebut tidak tinggal menetap. Lurah Masriansyah mengatakan, warga tinggal Kampung Muara Ulu Kecil hanya untuk mencari nafkah. Ketika musim udang dan kepiting berakhir, mereka balik ke daerah asalnya seperti ke Samarinda.

“Biasanya, kami mendatangkan tenaga pengajar ke kampung setiap dua kali per minggu agar pendidikan anak-anak tetap berjalan,” jelasnya.

Usai makan siang, pukul 13.00 Wita, rombongan YKAN mengunjungi sebuah tambak milik ayah Hendra, Sudarmin, 53 tahun. Cukup lima menit ke tambak tersebut menggunakan perahu. Di tambak itu, Sudarmin membudidayakan ikan bandeng. Ikan-ikan ini siap dipanen ketika berusia empat bulan.

“Hasil panen ikan bisa mencapai satu ton per empat bulan,” sebutnya. Di tambak seluas 8 hektare itu, Sudarmin juga membudidayakan udang putih dan udang tiger, termasuk udang bintik.

“Udang-udang bisa dipanen setiap minggu, terutama saat nyorong (air pasang besar). Setiap panen bisa mendapatkan 200 kilogram (kg) udang per bulan,” tambah lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, itu.

Udang-udang tersebut kemudian dijual ke pengepul. Sudarmin mematok harga udang bintik Rp 30 ribu per kg, udang putih Rp 70 ribu per kg, dan udang tiger Rp 170 ribu. Usai musim panen selesai, Sudarmin menguras dan membersihkan tambaknya. Ia juga menaburkan racun ke tambak untuk membersihkan hama. Pembersihan ini berlangsung selama sebulan. Baru setelah itu, tambak diisi air lagi dan bibit udang putih, udang tiger, serta ikan bandeng.

Sejak beberapa tahun yang lalu, tambak milik Sudarmin mendapat pendampingan dari Yayasan Biosfer Manusia (Bioma). Bioma menanam mangrove di tambak tersebut. “Bioma kemudian memberikan kami bantuan seperti racun hama atau bibit ikan dan udang,” sebut Sudarmin.

Salah seorang anggota Bioma, Junaid Purwanto, mengatakan, pemberian bantuan tersebut merupakan cara Bioma menjaga mangrove. Bagi Bioma, keberadaan mangrove di tambak sangat penting untuk keberlangsungan ekosistem. Menanam mangrove di tambak nelayan agar mangrove ada yang merawat.

_____________________________________________________INFOGRAFIK

Peran YKAN dan Bioma

YKAN dan Bioma juga mendampingi masyarakat Kampung Muara Ulu Besar dan Kampung Muara Pegah. Selain menanami mangrove di tambak nelayan, mereka juga ikut mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) milik kelompok ibu-ibu di kampung-kampung tersebut. Sebanyak 10 persen dari hasil UMKM itu digunakan untuk menanam dan merawat mangrove.

Senior Manajer Pembangunan Hijau Kaltim, YKAN, Alfan Subekti, memberikan penjelasan. Sejak 2010, Kaltim menggaungkan transformasi ekonomi dari industri ekstraktif menuju industri terbarukan. Ini untuk mempercepat terwujudnya program Kaltim Hijau. Pada 2016, Pemprov Kaltim membuat program Green Growth Compact (GGC). Implementasi program tersebut dalam bentuk sejumlah inisiatif model.

Hingga 2022, terdapat 11 inisiatif model yang menjadi strategi mitigasi perubahan iklim di Kaltim. Beberapa di antaranya yaitu penurunan emisi melalui skema forest carbon partnership facility (FCPF), pencapaian target perhutanan sosial seluas 660.782 hektare, penguatan kesatuan pengelolaan hutan (KPH), pengelolaan kawasan ekosistem esensial (KEE) untuk koridor orangutan di bentang alam Wehea-Kelay, dan pengembangan kemitraan Delta Mahakam.

Inisiatif model yang lain adalah program karbon hutan berau (PKHB), pengembangan perkebunan berkelanjutan, program kampung iklim, pengendalian kebakaran lahan dan kebun, program SIGAP sejahtera, serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim Balikpapan.

Mengenai kemitraan Delta Mahakam, dibuat skema perlindungan dan restorasi berbasis masyarakat dengan mendukung kolaborasi para pihak dalam pengelolaan kawasan mangrove. YKAN kemudian menggandeng Yayasan Mangrove Lestari dan Bioma untuk mengimplementasikan program tersebut di tepian kawasan mangrove Delta Mahakam. Lokus kerjanya di Kelurahan Muara Kembang.

Alfan Subekti menjelaskan, skema perlindungan dan restorasi berbasis masyarakat di Kelurahan Muara Kembang mengedepankan model insentif berbasis kinerja. Insentif ini meliputi pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat seperti membuatkan keramba udang, tambak kepiting, serta memajukan usaha kerupuk udang, petis, hingga terasi yang diproduksi ibu-ibu. Dari pendampingan ini, disepakati bersama bahwa 10 persen dari keuntungan usaha-usaha tersebut digunakan untuk program perlindungan dan restorasi mangrove.

“YKAN meyakini bahwa menyelaraskan ekologi, ekonomi, dan sosial dapat menjaga kesinambungan karena masyarakat merasakan manfaat ekonomi dan kesejahteraan dengan tetap menjaga dan melindungi mangrove,” jelas Alfan Subekti.

Kembali ke Junaid Purwanto menjelaskan, Bioma mendampingi masyarakat Kampung Muara Ulu Kecil, Kampung Muara Ulu Besar, dan Kampung Muara Kembang, sejak 2017. Planete Urgence Indonesia, sebuah organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang solidaritas internasional dan bantuan pembangunan, menjadi donatur Bioma. Di ketiga kampung tersebut, Bioma telah menanam 670.000 bibit mangrove.

Pada 2022, Bioma menanam sekitar 550 bibit buah. Rinciannya, 70 bibit di Kampung Muara Ulu Kecil, 120 bibit di Kampung Muara Pegah sekitar 120 bibit buah, 100 bibit di Muara Kembang Dalam, dan sisanya disebar di empang milik penduduk. Junaid Purwanto menambahkan, timnya juga mengedukasi warga soal pembuatan tambak dengan mengolaborasikan mangrove. Ini untuk mewujudkan tambak yang ramah lingkungan.

“Tambak yang terdapat tanaman (mangrove) akan mendatangkan hasil panen yang lebih karena tanaman menjadi pelindung ekosistem seperti ikan dan udang,” jelasnya. Salah satu manfaat tanaman di tambak adalah melindungi ikan dan udang dari sengatan sinar matahari. Selain itu, tanaman juga bisa menyaring racun dan air kotor yang masuk tambak. Dengan begitu, biota di tambak akan bertahan lebih lama.

Selain tambak, Bioma turut menanam mangrove di pinggir sungai dan laut. “Dengan banyaknya mangrove diharapkan bisa meminimalisasi tsunami dan mencegah abrasi,” pungkas Junaid Purwanto. (*)

Editor: Surya Aditya

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar