Lingkungan

Pandangan Presiden dan Gubernur setelah 30 Nyawa di Lubang Tambang

person access_time 5 years ago
Pandangan Presiden dan Gubernur setelah 30 Nyawa di Lubang Tambang

Foto: Jatam Kaltim

Nyawa kembali berjatuhan di lubang tambang. Langkah pemerintah menyikapinya dianggap kurang tegas. 

Ditulis Oleh: Arditya Abdul Azis
Jum'at, 26 Oktober 2018

kaltimkece.id Tiga hari sebelum kedatangan Presiden Joko Widodo di Kaltim, kembali jatuh korban jiwa di lubang bekas galian tambang. Pada Senin, 22 Oktober 2018, jenazah Alif Alfaruchi, 15 tahun, ditemukan di kolam bekas tambang di Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara. Alif menjadi korban ke-30 yang meninggal di lubang bekas tambang di Kaltim sepanjang 2011 hingga 2018. 

Dalam jumpa bersama juru warta pada Kamis, 28 Oktober 2018 di Samarinda, Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan mengenai korban lubang tambang. Menurut Jokowi, seharusnya ada ketegasan dari pemerintah daerah yakni gubernur. Ketegasan ditujukan kepada perusahaan tambang yang sengaja membiarkan lubang bekas tambang menganga tanpa direklamasi. 

"Silakan ditanyakan kepada gubernur. Yang paling penting adalah setiap perusahaan pertambangan memiliki kewajiban reklamasi. Jadi, tidak digali langsung ditinggalkan," ucap Jokowi di sela-sela rangkaian kunjungan kerjanya di Samarinda. Presiden tak luput mengingatkan hukuman bagi perusahaan dengan sengaja meninggalkan bekas galian tambang tanpa melalui proses reklamasi. 

"Ada pidana di situ, hati-hati," ingat Jokowi.

Sikap Gubernur

Dalam wawancara terdahulu dengan para wartawan, Gubernur Kaltim Isran Noor telah memberikan pernyataan. Isran mengaku prihatin atas peristiwa tersebut. “Nasibnya kasihan, saya ikut prihatin,” kata Gubernur.

Isran melanjutkan bahwa Pemprov pasti berupaya mencegah hal itu terjadi kembali. “Ya pasti ada upaya, itu pertanggungjawabannya dunia akhirat,” lanjutnya.

Berusaha mendalami upaya konkret Pemprov Kaltim menyelesaikan permasalahan lubang bekas galian tambang, kaltimkece.id kembali menemui Gubernur Isran Noor. Jumat, 26 Oktober 2018, Isran menyatakan bahwa korban lubang bekas galian tambang yang sudah mencapai 30 nyawa tidak dapat menyelesaikan masalah. 

"Bagaimana menyelesaikannya kalau sudah (jatuh) korban? Siapapun tidak bisa," kata Isran.

Mantan Bupati Kutai Timur ini mengaku, hanya bisa bertindak dalam upaya mencegah korban berjatuhan lagi. Caranya dengan memperingatkan setiap perusahaan tambang untuk menutup akses menuju bekas lubang tambang menggunakan pagar. Selain itu, perusahaan wajib memberi tanda peringatan agar tidak ada lagi warga yang beraktivitas ataupun mendekati bekas lubang bekas tambang. 

Isran juga berpandangan, penyelesaian masalah lubang bekas tambang yang menimbulkan korban jiwa tidak memerlukan peraturan daerah. Sudah ada aturan yang seharusnya dipatuhi perusahaan pertambangan seperti standar keselamatan. 

"Enggak usah perda-perda, sudah jelas, kok. Aturan keselamatan tambang dan bekas tambang," tambahnya.

Minim Upaya

Menanggapi pernyataan Presiden, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Pradarma Rupang, mengaku kecewa. Kehadiran Jokowi di Kaltim disebut tidak memberikan solusi berarti. Padahal, kata dia, Jokowi sudah beberapa kali ke Kaltim. Presiden juga disebut telah mengetahui kejadian ini. Melalui Kantor Staf Presiden atau KSP, perusahaan hanya diminta menandatangani pakta integritas. 

“Ujung-ujungnya, perusahaan disuruh memagari kolam,” terang Pradarma. 

Padahal, langkah pemerintah semestinya bisa lebih tegas karena sudah menyangkut urusan nyawa. Namun kenyataannya, kata Pradarma, belum ada penegakan hukum sebagaimana peringatan yang disampaikan Presiden Jokowi di Samarinda. Begitu pula upaya merehabilitasi lubang-lubang tambang, belum terlihat. 

Menyadur catatan Jatam Kaltim, sebanyak 30 nyawa telah melayang di lubang tambang sepanjang 7 tahun terakhir atau sejak 2011 hingga 2018. Hampir seluruh korban adalah anak-anak. Tahun 2016 menjadi tahun dengan korban terbanyak, yakni delapan jiwa. Sementara menurut wilayahnya, korban jiwa di Kutai Kartanegara tercatat 10 orang, di Samarinda sebanyak 18 korban, sementara Penajam Paser Utara dan Kutai Barat sama-sama satu korban jiwa. 

Jatam menemukan hubungan erat antara jarak lubang bekas tambang dengan permukiman. Semakin dekat kolam dan tempat tinggal warga, semakin tinggi potensi jatuhnya korban jiwa. Padahal, di seluruh wilayah Kaltim, masih ada 632 kolam bekas tambang yang belum direklamasi. Paling banyak ada di Kutai Kartanegara yakni 264 lubang tambang, diikuti Samarinda dengan 175 kolam. Tak sedikit dari lubang-lubang itu yang beririsan dengan permukiman penduduk. (*)

folder_openLabel
shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar